(47) mengerti lebih jauh

1.5K 148 59
                                    

Malam semakin larut. Jihoon sudah terlelap nyaman dalam mimpinya saat Junkyu meninggalkan kamar. Langkahnya lesu menuju kamar ayahnya.

"Kontraknya udah ditandatangani, kita dapat proyeknya," dari arah balkon terdengar suara ayahnya dan tengah bicara dalam sambungan telepon.

Junkyu duduk di kursi sebelah Hanbin, biarkan ayahnya selesaikan obrolannya dengan orang di seberang sana yang ia duga adalah Jisoo.

"Ngapain kamu ke sini," tanyanya pada Junkyu begitu panggilan diputus.

Melihat kehadiran putra sulungnya ini tak lagi mengejutkannya karena tadi Junkyu sudah sempat menghubunginya dan menanyakan di mana ayahnya itu berada sekarang. Hanbin sudah dapat menebak bahwa Junkyu pasti akan menemuinya.

Sebungkus rokok dikeluarkan. Hanbin mengambil satu, lalu ulurkan yang lain pada Junkyu. "Mau," katanya menawari.

Junkyu menoleh dan terkejut kemudian melihat apa yang ayahnya tawarkan. Ia segera menggeleng. "Bukannya Papa udah berhenti ngerokok," tanya Junkyu heran.

Pasalnya, ayahnya ini kesehatannya sempat memburuk karena kebiasaan merokoknya dulu. Yang ia tahu, Hanbin berhenti merokok karena hal itu. Entah apa motivasi ayahnya itu sampai berani merokok lagi.

"Sekali saja, gak akan ngebunuh juga," katanya tak acuh, kemudian mulai menghisap isian tembakau tersebut. Kembali membakar paru-parunya.

Junkyu berdecak. Menggeleng-geleng kepala tak habis pikir.

Tak heran kenapa Doyoung bisa jadi begitu bandel. Bisa dilihat dari sekarang, dari mana Doyoung belajar nakal dan susah diatur.

"Kamu ngapain ke sini, bukannya nemenin istrimu. Kalian seneng-seneng aja, Papa bisa pulang sendiri besok."

Junkyu menggeleng pelan. "Enggak, Jihoon udah tidur."

Hanbin memperhatikan Junkyu. Matanya menelisik wajah putranya dengan seksama. Temukan begitu banyak garis kegelisahan di wajahnya. Mudah baginya mendeteksi karena Junkyu tak bisa benar-benar menyembunyikan perasaannya.

"Terus kenapa, gak dikasih jatah?" katanya.

Yang otomatis buat Junkyu menatapnya dengan pandangan kesal. "Apaan sih Pah, kenapa ngomonya malah ke sana."

Hanbin terkekeh sambil mengendikkan bahu. Abaikan kekesalan putranya. Angin berhenbus terpakan dingin yang tak mampu usir keduanya dari balkon. Bising suara kendaraan bermotor di bawah sana tiada hentinya. Pusat kota, bahkan di tengah malam pun jalan raya tetap jadi yang paling sibuk.

Junkyu menarik nafas panjang, lalu sandarkan punggung pada sandaran kursi. "Pah," panggilnya yang hanya disahuti oleh gumaman singkat.

"Apa Junkyu masih kurang baik ya sebagai seorang suami?"

Mendengar pertanyaan tanpa kepercayaan diri selayaknya Junkyu yang biasanya itu buat Hanbin ulas senyum miring, merasa lucu. Rokoknya diketukkan pada asbak sebelum menjawab, "kalau kamu aja gak bisa disebut sebagai suami yang baik, terus gimana Papa," katanya.

Junkyu menoleh pada Hanbin. "Maksudnya?" tanyanya kebingungan.

Hanbin mendengus, merasa lucu pun miris dirinya yang dulu saat awal pernikahan. "Cuman Mama kamu yang tahu gimana gak perhatiannya Papa dulu bahkan walaupun waktu itu Mama lagi hamil."

Keningnya mengerut tak mengerti dengan cerita yang lengkap. Hanbin tak menceritakan lebih jauh, tak ingin mempermalukan diri sendiri di depan mata putranya.

Lagipula bagaimana ia bisa menceritakan kisah lalunya saat Jisoo mengandung Junkyu pada Junkyu? Ketika itu adalah kehamilan pertama Jisoo di awal pernikahan mereka dengan posisi mereka yang masih saling asing.

Sweet Love [ kyuhoon ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang