"Gimana kalo Junkyu jadi benci sama gue?!"
Jihoon berteriak frustasi. Tangannya menjambak rambutnya sendiri karena pening yang mendera kepala sejak semalam saat ia tak juga dapati kepulangan Junkyu sampai ia tertidur sendiri dan terbangun sendirian lagi karena Junkyu yang sudah pergi ke kantor. Pukul sembilan saat Jihoon bangun dan jelas sudah jika Junkyu sudah pergi.
Di mana ia sekarang? Di mana lagi jika bukan cafe Yoshi yang sedang sepi pengunjung setelah melewati waktu makan siang dan langit sudah beranjak sore. Yoshi hanya menghela nafas lelah saat mendengar curhatan panjang Jihoon. Ia tak tahu jika sahabatnya itu akan jadi begitu bodoh seperti ini.
"Kalo lo gak mau jujur, kenapa gak lo bilang aja kalau lo juga cinta sama dia? Dia pasti percaya," ucap Yoshi akhirnya setelah hanya diam sepanjang setengah jam lamanya saat Jihoon bercerita.
"Mana bisa?! Lo tahu gue gak bisa bohong!"
Semakin frustasi. Jihoon akan dengan bangga menyalahkan kedua orang tuanya yang membesarkannya tanpa skill berbohong. Raut wajahnya tak bisa berkompromi saat ia melakukan kebohongan dan itu membuatnya dengan mudah dideteksi.
"Iya sih, lagian apa bagusnya merasakan cinta yang palsu. Tapi serius Ji, selama ini, lo beneran gak ngerasa kalo lo emang suka sama suami lo itu?"
Jihoon menggeleng lemah dengan kepala yang sudah jatuh terkapar di atas meja. Ia pikir ia hanya perlu beradaptasi dengan kehidupan barunya, memperlakukan Junkyu dengan baik sebagai suaminya dan semuanya akan baik-baik saja. Tapi sekarang semuanya terasa hancur. Junkyu bahkan terlihat semakin sengaja menjauhinya dengan tidak membalas pesan yang ia kirim pagi tadi.
"Udah ah, gue mau ke rumah Mama, ayo, lo ikut gak," ucapnya dengan lesu mengajak Yoshi yang akhirnya mengangguk dan beranjak berdiri.
Jihoon membonceng dengan motor Yoshi karena ia tadi berangkat dari rumah tanpa supir. Tak seperti biasanya di mana mereka akan banyak mengobrol selama perjalanan, kali ini hanya sunyi yang menemani karena kegalauan Jihoon.
Sesampainya di flat tempat ibunya tinggal lagi-lagi mereka dihadapkan pada sebuah kesunyian yang asing.
"Ma?" Jihoon meninggikan suara saat memanggil ibunya, tapi tak ada sahutan sampai semenit berlalu.
Yoshi menyalakan lampu karena ruangan yang terlihat lebih gelap. Jennie tak ada di mana pun termasuk dapur. Sofa yang biasa jadi tempat Jennie duduk dan membaca beberapa koran atau majalah juga terasa dingin.
"Mama?" Jihoon mempercepat langkahnya menuju kamar pribadi ibunya. Suasana ini membuatnya teringat akan bagaimana selama ini ia pulang ke rumah dan dapati ibunya yang jatuh pingsan sendirian di atas lantai dingin.
Derap langkahnya bersahutan dengan suara Yoshi yang masih berusaha mencari ke ruangan lain karena takut Jennie pingsan di dapur atau kamar belakang. Yoshi tak temukan apa pun.
"Mama?!"
Yoshi buru-buru menyusul Jihoon ke kamar Jennie. Di sana Jennie terbaring di atas ranjangnya dengan tubuh lemas. Bahkan untuk membuka kelopak mata saja dia sudah tak mampu, apalagi jika harus merespon panggilan penuh kekhawatiran Jihoon.
Ambulans segera dipanggil. Yoshi menemani Jihoon untuk pergi ke rumah sakit. Selama perjalanan itu Jihoon tak bisa tenang karena Jennie yang tak juga sadar bahkan setelah disuntikkan insulin.
"Lo harus telpon suami lo," begitu mereka sampai rumah sakit dan Jennie telah ditangani pihak medis, Yoshi segera berikan perintah. Namun Jihoon justru menggeleng.
"Gak bisa, Junkyu masih marah sama gue," ucapnya sudah setengah menangis.
"Tapi suami lo tetap harus tahu Ji, atau, siapa yang bakal biaya rumah sakit kalo bukan suami lo?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Love [ kyuhoon ]
FanfictionB O Y S L O V E [ COMPLETED ] Tujuan awalnya adalah untuk memanfaatkan uang yang dimiliki suaminya untuk pengobatan ibunya dan juga untuk memperbaiki keuangannya yang kian memburuk setelah kepergian ayahnya. Namun kini perasaannya justru terbuai aka...