Hal pertama yang disadari Joonmyeon ketika membuka mata adalah kamarnya yang gelap. Oh, sepertinya Joonmyeon tertidur cukup lama dan tidak ada yang berniat untuk membangunkannya. Lagipula sepertinya ini sudah hampir tengah malam. Joonmyeon menarik nafas dengan teratur. Dia sama sekali tidak bergerak dari posisinya saat ini –posisi tidur menyamping dengan menatap langsung ke arah jendela besar di kamarnya. Gordennya belum ditarik, tandanya Sara belum masuk ke kamarnya lagi.
Joonmyeon memejamkan matanya lagi. Rasa sakit kepala itu kembali muncul. Sebenarnya tadi tidak terlalu parah dan Joonmyeon berharap tidur akan membuatnya lebih sehat. Tapi sepertinya kondisinya malah memburuk. Joonmyeon menarik nafas perlahan lagi. Kemudian ia merubah posisi tubuhnya menjadi berbaring menatap langit-langit kamarnya. Joonmyeon membuka matanya lagi.
"Oh Tuhan..." gumamnya pelan.
Saat ini Joonmyeon tidak pernah datang ke acara pertunangan itu dan melihat kejadian tersebut. Hell, kini kejadian itu seperti film pendek yang terus berputar dalam ingatannya.
Joonmyeon menutup matanya menggunakan lengan kanannya. "Mungkin aku harus pergi menemui psikiater."
"Psikiater?"
Sontak Joonmyeon menarik kembali lengannya dan bangun. Ia melihat Sara berada di ambang pintu dengan ekspresi bingung. Sara kemudian menyalakan lampu kamar dan membuat Joonmyeon sedikit berjengit. Perlahan Joonmyeon menjadi terbiasa dengan cahaya yang menerangi kamarnya. Sara sudah duduk di tepi tempat tidur dan menyentuh kening Joonmyeon.
"Masih terasa hangat. Apa kau merasa pusing? Tenggorokanmu sakit?" tanya Sara.
Joonmyeon menggeleng. "Aku tidak apa-apa, Mom. Mungkin karena baru bangun. Sekarang jam berapa, Mom?"
Sara tersenyum tipis dan mengangguk. "Kau tertidur begitu pulas, jadi Mom hanya sesekali datang untuk mengecek kondisimu. Sekarang baru pukul sepuluh. Kau yakin baik-baik saja, Joon?"
"Tenang saja, Mom. Kalau aku merasa pusing, aku akan langsung memberitahumu. Tidurlah, aku akan gosok gigi terlebih dahulu lalu kembali tidur," tukas Joonmyeon seraya menyingkap selimut.
Namun, Sara menahannya untuk tetap di tempat tidur. Joonmyeon menatap ibu tirinya dengan lekat. Ia merasa kalau Sara akan bertanya mengenai perihal psikiater itu. Hell, Joonmyeon seharusnya lebih berhati-hati dalam berucap.
"Kenapa kau harus menemui psikiater, Joon? Apa kau mempunyai masalah?" tanya Sara dengan lembut.
Joonmyeon tahu bahwa dia tidak bisa membohongi Sara. Oh, Joonmyeon bahkan tidak bisa berbohong pada orang lain. Dia buruk sekali jika diharuskan berbohong, bahkan jika untuk hal baik sekalipun.
Joonmyeon menarik nafas perlahan. "Akan kuceritakan pada Mom jika waktunya sudah tepat. Untuk saat ini, aku masih bisa mengatasinya. Sampai waktu itu, Mom tidak akan bertanya apapun padaku atau mengatakannya pada Appa, ya?"
Sara memperhatikan Joonmyeon dengan baik-baik. Ia tahu kalau mereka belum lama menjadi sebuah keluarga, selain itu Sara juga masih belum mengenal Joonmyeon dengan baik saat ia menikah dengan Junhyeok. Sara bahkan sangat bersyukur Joonmyeon sama sekali tidak menunjukkan penolakan atas pernikahan yang terkesan tiba-tiba.
Reaksi yang berbeda dengan Yifan. sampai saat ini pun, Sara tidak tahu apa alasan Yifan menolak pernikahan itu. Walaupun Sara sudah bertanya puluhan-kali pada putranya, tapi Yifan tidak mengatakan alasan apapun dan akhirnya pernikahan itu tetap berjalan.
Sara kembali menarik nafas dan mengangguk. Ia tersenyum tipis. "Kau harus berjanji untuk menceritakannya pada Mom setelah kau siap, okay? Oh ya, Mom dan Appa membatalkan kepergian kita ke Guangzhou. Tapi Yifan akan tetap pergi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarface
FanfictionTOLONG DIBACA DULU DESKRIPSINYA YAA!!! re-publish dari blog wordpress pribadi dengan judul yang sama. karena re-publish, jadi tidak ada editing, semuanya benar-benar ada apanya dari wordpress termasuk dengan berbagai typo-nya. content warning: ada s...