Nama dan tempat di ubah oleh si Penulis (Erza) dengan nama teman - temannya
#14 Agustus 2010
Gedung Tua di kawasan Jawabarat
Nama ku adalah Daffa dan aku mempunyai kedua adik yang umurnya tak jauh dengan ku, Rafli dan Gusti."Krrrrkk!"
Itulah yang kami dengar setelah membuka pintu depan di sebuah gedung tua yang tak berpenghuni lagi. Masing-masing mengenggam senter. Aku dan kedua adik ku. Kami bertiga pun melangkah, sebab kami bertiga mempunyai keingin tahuan yang besar. Rumor mengatakan bila di gedung tua ini sangat angker.
"Gelap sekali didalam sini, kak!" Rafli adik ku yang nomor tiga menarik bajuku dari belakang.
"Sssstttttt... Bisa diam tidak sih!" Protes Gusti adalah adik ku nomor dua sambil mendorong-dorong Rafli. Kemudian Rafli balas mendorong Gusti sampai-sampai dia hampir terjatuh.
Gusti dan Rafli hanya selisih satu tahun. Rafli berumur 15 tahun dan Gusti berumur 17 tahun. Sedangkan, aku tiga Bulan lebih tua dari Gusti.
"Sudah. Kalian berdua jangan berisik, ikuti saja Kak Daffa mu yang tampan ini" Kataku dengan rasa percaya diri sambil menghidupkan senter. Kedua adik ku ikut menghidupkan senter mereka dengan wajah yang jutek.
Cahaya senter kami menyapu tiap dinding dan langit-langit gedung ini. Seekor tikus besar melintas didepan kami dan menghilang disisi sudut yang gelap. Lalu kami mulai menyusuri koridor yang dipenuhi jaring laba-laba. Aku mengais-ngais jaring-jaring yang lengket itu. Cat yang melekat di dinding gedung tua ini sudah banyak yang terkelupas sama seperti wajah seorang wanita yang ada didalam sebuah lukisan.
"Hiiiiii... Kak Daffa disini serem banget, kak. Kita pulang saja yuk!" Rafli merengek lagi. Tapi kali ini Gusti tidak menanggapinya seperti tadi karena dia tidak bersuara sama sekali. Aku pun mulai merasa ngeri dan merinding melihat wajah yang ada di lukisan itu.
Sosok wajah wanita yang ada di lukisan itu tampak nyata. Dan matanya sedang menatap kearah kami. Aku bergidik dan bulu kudukku semakin meremang.
Aku menarik tangan Rafli yang berdiri di belakangku dan melanjutkan menyusuri koridor yang panjang itu. Lalu tiba-tiba senterku meredup.
"Sial! Pake acara meredup segala lagi. Padahal baterenya baru saja kuganti dengan yang baru!" Gerutuku sambil memukul-mukul senter yang kupegang berharap ia terang kembali.
Tiba-tiba.
PLAK. PLAK. PLAK.
Terdengar seperti suara kaki yang dihentak-hentakkan. Suaranya dari arah belakang kami. Suara itu semakin terdengar jelas dan dekat sekali. Aku, Rafli, dan Gusti berhenti. Kini cahaya senterku benar-benar redup dan mati. Kemudian Rafli dan Gusti merapat kesampingku. Kami sama-sama terdiam dan saling menatap. Tidak ada yang berani menoleh kebelakang. Namun ternyata rasa penasaranku lebih besar dari rasa takutku walau keringat dikeningku mengucur deras.
Ternyata kedua adikku juga merasakan hal yang sama. Perlahan-lahan kami menoleh kebelakang. Cahaya senter Rafli dan Gusti menyapu lantai mencari darimana suara aneh tadi berasal. Namun tidak ada apapun. Hanya ada koridor kosong yang membentang hingga kedepan.
Aku menarik nafas panjang karena merasa lega. Tapi tiba-tiba ada yang memegang punggungku.
"Hei...Rafli, lepaskan tanganmu!" Aku menepis tangannya dari punggungku. Dan memegangnya. Tapi ternyata kedua tangan Rafli tidak ada satupun yang kupegang. Begitu juga dengan Gusti. Kedua adikku menatapku dengan penuh ketakutan.
*Dalam hati
"Ta.. tangan siapa yang kupegang! Tanyaku".Perutku seperti diaduk-aduk. Jantungku berdegup kencang. Keringat bercucuran deras. Aku tak dapat berkata apa-apa lagi. Hanya berdiri terpaku ketika menatap seringai wajah pucat pasi seperti mayat. Sorotan matanya kosong. Lalu dia mulai tertawa cekikikan.
" Kak....Daffa....!! " Gusti berteriak sambil menarik baju ku, Aku pun berusaha bergerak.
Akhirnya kami bertiga kabur dari tempat itu.Tiga hari kemudian sejak kejadian itu Rafli terkena Demam dan Gusti pun masih syok sampai tak mau keluar dari kamarnya. Aku pun menceritakan semua itu kepada kdua orang tua ku, lalu mereka menyuruh ku untuk beribadah. Aku pun sesegera mungkin mengambil air wudhu dan beribadah.
Lalu seminggu kemudian mereka berdua pun kembali normal seperti biasanya dan aku pun mengajak mereka berdua beribadah.Selesai
Terimakasih
Terus support -Total Horor- Erza
KAMU SEDANG MEMBACA
Total Horor
Horrorcerita seram atau cerita dari pengalaman si penulis yang ia dengar dari mulut ke mulut dan yang pernah ia alami langsung.