Pesugihan di warung nasi uduk

4 0 0
                                    

Nama dan tempat di ubah oleh si Penulis (Erza)

Waktu itu saudara saya, sebut saja Mas Lani punya rumah di daerah Bogor. Tapi karena kerjanya di Jakarta, dia pulang ke rumahnya seminggu sekali, sekedar mengetahui keadaan rumah dan sekalian bersih-bersih. Dan lagi anak istrinya tinggal di Jakarta (rumah ibunya).

Saya agak lupa tanggal berapa, yang pasti sekitar tahun lalu, Mas Lani dan anaknya yang pertama, Uca pulang ke rumahya di Bogor, dan pulangnya malam hari. Karena perutnya sudah keroncongan dan Uca juga sudah teriak laper, maka mampirlah Mas Lani di sebuah warung nasi uduk.

Dengan kondisi yang sangat laper, makanlah Mas Lani dan Uca di warung itu. Tanpa terasa Mas Lani sudah menghabiskan 3 piring nasi uduk, namun rasa ingin nambah masih saja ada. Sedangkan si Uca pun sama, dia teriak minta nambah lagi sampai 5 piring. Busyet! Menurut Mas Lani sih warung itu biasa saja, tidak begitu bagus. Tetapi anehnya, pembelinya banyak sekali, sampai ngantri hingga ke jalan.

Akhirnya Mas Lani dan Uca pulang dengan perasaan masih lapar. Entah kenapa semenjak ke warung nasi uduk itu, si Uca selalu minta dibelikan nasi uduk dan tidak mau nasi uduk di tempat lain, maunya di warung itu saja.

Berminggu-minggu hingga bulan tidak tahu apa enaknya, tapi herannya ada saja yang beli, dan selalu ramai pembeli. Dan anehnya lagi, kalau dimakan di rumah (dibawa pulang / dibungkus), rasanya tidak enak.

Hingga suatu ketika hal ini terdengar ke guru mengaji Mas Lani.

Beberapa kali saya mau diajak oleh Mas Lani ke warung itu, tetapi entah kenapa saya selalu menolaknya, mungkin karena saya sendiri kurang suka santan. Uca semakin berubah, setiap makan di rumah, dia seperti orang yang rakus akan makanan, sampai-sampai nasi 1 magic-jar dilahapnya. Hingga suatu hari guru ngajinya menegur, "Apakah kamu pernah makan di sebuah rumah makan?"

Mas Lani menjawab, "Tidak!", sambil terus berpikir. Dia sendiri tidak menyadari kalau dia dan anaknya pernah makan nasi uduk di sebuah warung.

Akhirnya pada suatu malam, saat Mas Lani mengaji, sang guru yang merasakan keanehan pada perilaku makan Uca mencoba menerawang tanpa memberi tahu Mas Lani. Setelah selesai pengajian barulah sang guru memberitahukan bahwa ada sesuatu yang tidak kasat mata yang selalu mengikuti Uca. Dan dari situlah diketahui bahwa warung nasi yang pernah didatangi Mas Lani menggunakan mahkluk ghaib siluman monyet. Dimana setiap orang yang berkunjung dan memakan nasi uduk di sana, pasti lahap dan rakus, sehingga tidak merasa kenyang biarpun sudah makan 10 piring.

Tetapi Mas Lani masih tidak percaya. Akhirnya malam itu juga Mas Lani dibuka mata batinnya oleh sang guru ngaji, dan diajak pergi ke warung tersebut. Sesampainya di sana, alangkah terkejutnya Mas Lani, dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, penampakkan di dalam warung tersebut. Ya, ada puluhan monyet dengan mata yang menyala merah dan taring yang runcing, sedang bergelayutan di punggung setiap pembeli yang makan nasi. Dan nasi yang disajikan pun bukan nasi asli yang sebelumnya dia lihat, tetapi nasi basi yang kering dan sudah berjamur, serta kutu-kutu  kecil yang bertebaran.

Sesampainya di rumah, si Uca diberi segelas air putih oleh guru ngaji. Dan alhamdulillah, makannya sudah kembali normal, tidak lagi rakus.

Mas Lani jadi enggan makan nasi uduk. Entah masih trauma atau memang karena merasa takut kalau-kalau mengalami hal yang sama.

Terimakasih

Total HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang