Rumah baru Dimas

9 0 0
                                    


Nama dan tempat di ubah oleh si Penulis (Erza)

Merupakan sebuah kegembiraan bagi Dimas, Istri dan kedua sahabatnya yang sedang menemaninya karena bisa menempati rumah baru mereka, apalagi Dimas dan istrinya baru saja menikah dan karena itu kedua sahabatnya sedang membantu mereka. Rumah besar yang terletak di pingiran sebuah wilayah perbatasan Rel Kereta Cikini dan Manggarai itu sebenarnya belum layak huni, maklum disana-sini masih banyak bangunan yang belum selesai. Seperti ruang tengah yang langit-langitnya belum dipasang plafon, kamar anak yang belum diberi keramik dan ruang tamu yang belum diberi gorden, lalu suara bising dari Kereta yang setiap detik mondar mandir. Tetapi apa boleh buat, karena rumah kontrakan yang mereka sewa selama ini sudah jatuh tempo, akhirnya mereka memutuskan untuk mengisi rumah baru mereka dengan kondisi seadanya.

Malam ini adalah malam pertama bagi keluarga kecil Dimas untuk menempati rumah baru mereka. Pria berusia sekitar Dua puluh lima tahun ini beserta istri dan dibantu oleh kedua sahabat dari Dimas yaitu Apri dan Fikkih, sudah begitu lelah karena sejak tadi pagi seharian memberekan rumah mereka.

Oleh sebab itu tidak aneh kalau baru pukul 20.30 mereka sudah mulai merebahkan diri beristirahat di sebuah kamar yang terletak di ruang tengah. Mungkin karena kelelahan dan juga karena udara dingin yang merasuk sampai ke sumsum tulang membuat mereka semua cepat terlelap di peraduan.

Salah seorang sahabat Dimas yang kebetulan tidur di kamar samping, mempunyai kebiasaan kalau tidur tidak bisa diam. Dia ini sering membolak-balikkan badannya, bahkan tanpa disadarinya, kakinya kadang-kadang menendang tubuh temannya yang bernama Apri, Fikki membuat Apri ini merasa tidak nyaman dan terbangun. Sekitar pukul jam 21.30 Apri lalu memutuskan untuk pindah tidur ke ruang tamu yang kondisinya saat itu masih seadanya, tak sengaja juga Apri melihat Pak Dimas yang tertidur di sebuah sofa. Jadi dia ikut nyempil juga dengan sahabatnya itu, "hei...Dim, kenapa kamu gk tidur di dalam bersama istri mu?" tanya Apri, Dimas menjawab "istri ku itu kalau tidur enggak bisa diem, makanya aku pindah ke sini" mereka berdua pun tidur bersampingan.

Kaca jendela masih terbuka tanpa ditutupi sehelai gorden pun, sehingga pemandangan diluar jelas sekali terlihat. Lampu ruang tamu memang sudah mati sejak tadi, sehingga penerangan hanya mengandalkan lampu luar yang cahanya langsung menembus ke dalam.

Dimas memilih tidur di sofa dengan posisi menyamping menghadap ke arah pintu dan jendela depan sedangkan Apri tidur dibawah sofa, sementara kepalanya Dimas membelakangi ruang tengah rumah mereka yang saat itu tidak ada sekat, karena pintunya memang belum jadi. Dia pun segera melanjutkan tidurnya yang tadi sempat terganggu oleh
istrinya.

Baru saja akan terlelap dalam mimpi indah, tiba-tiba terdengar suara pintu kamar tengah seperti ada yang membuka. Kemudian terdengar seperti suara Apri disertai dengan langkah kecil yang bergerak menuju ke arah belakang. Kemudian terdengar pintu kamar mandi terbuka diiringi dengan suara kucuran air dari kran.

#Dalam benak
Dimas menduga "pasti itu suara si Apri yang kebelet pipis".

Suara di kamar mandi itu kemudian tiba-tiba menghilang begitu saja dan suasana berganti menjadi hening. Karena merasa ngantuk sekali, Dimas tidak begitu memperdulikannya. Dia cuek saja dan berusaha melanjutkan tidurnya.

Kesadaran Dimas hampir saja hilang dan berganti mimpi indah kalau saja tidak ada sesuatu yang membuat tidurnya kembali terganggu. Kali ini dia merasa ada tangan lebut yang mengelus-elus kepalanya.
Spontan Dimas menepis lembut tangan tersebut, namun anehnya tepisan itu tak menyentuh apapun. Dia kembali melanjutkan tidurnya. Lagi-lagi kepalanya dielus-elus dengan lembut, kembali Dimas menepis dengan tangannya. Dimas mengira ini ulah iseng si Apri yang tadi pipis.

Total HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang