Rembulan yang Redup

3 0 0
                                    


Nama dan tempat di ubah oleh si Penulis (Erza)

* Wahai Dinda, mengapa Rembulan itu bersinar redup? *

Di suatu Kampung yang terpencil hiduplah seorang Petani yang bernama Gopur. Gopur hidup bersama Istri yang bernama Sestiana dan Anak tunggalnya, Arzan. Sebagai seorang Petani, Gopur termasuk Lelaki yang ulet. Pagi hari pergi ke sawah dengan berbekal makanan masakan sang Istri, dan sore hari menjelang Maghrib ia baru pulang ke rumah. Gopur juga dikenal taat beribadah dan suka menolong orang yang memerlukan bantuan tanpa mengharapkan imbalan. Maka tak heran, ia dikenal di kampungnya sebagai seorang yang murah hati.

Dirumahnya, ia selalu mengajak Keluarganya mengaji bersama setelah sholat Maghrib, sehingga tampak sebagai Keluarga yang Sakinah.

Hasil Panennya juga selalu melimpah. Sebagai rasa syukur, ia selalu mengeluarkan Zakat, memberi sedekah kepada Orang-orang Miskin dan Anak-anak Yatim. Kepada Istri dan Anaknya ia selalu menjaga kepercayaan, dan begitu pula sebaliknya.

Pada suatu hari, Gopur pamit kepada Istrinya untuk pergi menengok kedua Orangtuanya di kampung sebelah yang Jaraknya sekitar Satu jam dengan berjalan kaki. Sudah cukup lama Gopur tidak mengunjungi kedua Orangtuanya karena kesibukannya mengurus Sawah Ladang. Gopur pun merasa Rindu dan ingin mengetahui keadaan kedua Orangtuanya itu.

"Jaga dirimu selama Aku tidak ada di rumah", 
pesan Gopur kepada Sestiana Istrinya itu.

"Iya Bang... jika rindu Abang telah terobati segeralah pulang", jawab Sestiana Istrinya.

"Jangan khawatir, Abang hanya pergi selama tiga hari saja", kata Gopur sambil mencium Kening Istrinya.

Gopur pun berlalu dari hadapan Istrinya dan mulai melangkah menyusuri jalan setapak, hingga akhirnya ia menghilang di tikungan jalan yang di kiri dan kanannya ditumbuhi semak belukar.

Cukup melelahkan bagi Gopur berjalan kaki selama Satu jam hingga akhirnya ia sampai di tempat tujuan. Kedatangannyapun disambut dengan suka cita oleh Ayah dan Ibunya.

"Mana Istri dan Anakmu?", kok enggak ikut?",
tanya Ibunya.

"Tidak Bu", jawab Gopur singkat.

"Lain kali bawa juga mereka, Ayah juga rindu pada mereka", kata Ayahnya menimpali. Gopur hanya bisa mengangguk.

Singkat cerita. Setelah tiga hari, Gopur mohon pamit kepada kedua orangtuanya untuk pulang kembali ke kampungnya. Tetapi, ketika ia akan melangkah tiba-tiba saja perutnya terasa sakit sekali, sehingga ia membatalkan niatnya untuk pulang di hari itu.

Meskipun oleh Ibunya sudah diberi obat-obatan tradisional, ternyata rasa sakit itu tidak juga hilang, malah perutnya makin terasa seperti ditusuk-tusuk. Lantaran tidak tahan menanggung rasa sakit perut yang semakin parah dan semakin menyiksa, Gopur akhirnya tidak sadarkan diri.

Dua jam kemudian, Ibunya terkejut mendapati Anaknya itu terbaring di kasur dengan kondisi kaku dan tidak bergerak, ternyata Gopue memang sudah tidak bernyawa. Melihat kenyataan itu, Ibunya hanya bisa menangis tanpa bisa berkata-kata, ia tidak menyangka bahwa Anaknya itu akan pergi untuk selama-lamanya. Setelah mampu menguasai diri,
ia segera memberi tahu Suaminya.

"Pak, ternyata Gopur telah pergi mendahului Kita", katanya tersedu-sedu.

"Bu, jangan bilang begitu, Gopur masih bersama kita, Gopur hanya pingsan, sadar Bu, sadar!",
kata Ayahnya Gopur.

"Bapak yang harus sadar, bukan Ibu, lihatlah Pak!" Anak Kita telah pergi menghadap Sang Pencipta", kata Istrinya terisak-isak.

Ayahnya Gopur lalu memeriksa kondisi Anaknya itu. Benarlah apa yang dikatakan Istrinya. Barulah Ayahnya Gopur sadar dan yakin bahwa Anaknya itu telah tiada.

Total HororTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang