Satu titik dua koma
.,,Happy weekend semwaaaa
***
Air mata itu terus menetes tanpa henti. Karin setia meletakkan tangannya di atas perut. Sesekali mengusapnya. Berharap akan ada keajaiban. Perutnya bisa kembali membuncit dan bayiknya masih berada di dalam sana.
"Kecilnya kayak buah pisang."
Karin membuka mulutnya ketika Fauzan menyodorkan sendok lengkap dengan lauk-pauk. Pria itu terus bercerita tentang anak mereka.
Semalam Karin baru saja siuman. Wanita itu menangis histeris ketika mengetahui kenyataan bahwa bayik di dalam kandungannya tidak bisa terselamatkan. Tangisannya begitu menyakitkan.
"Terus?" tanya Karin setelah berhasil menelan makanannya.
Fauzan terdiam sesaat. "Enggak ada lagi," ucapnya kemudian menggeleng lemah.
'Enggak ada lagi' membuat Karin berasumsi bahwa kalimat itu memiliki dua makna. Antara Fauzan yang mengakhiri ceritanya. Atau kesimpulan bahwa bayik mereka memang sudah tidak ada.
Helaan napasnya berhembus kuat guna menghilangkan sesak di dada. Karin menerima suapan terakhirnya. Kali ini, tidak ada mual. Rasa tidak nafsu pada makanan pun sudah menghilang, karena bayik yang berada di dalam kandungannya sudah tidak ada. Benar-benar tidak ada.
Haidar.
Fauzan bilang bayiknya laki-laki. Dan dia memberikan nama itu untuk anak mereka.
Haidar. Maaf. Maafin ibuk ya, Nak.
Ironisnya, Karin bahkan belum sempat berjuang untuk melahirkannya. Haidar belum sempat merasakan dunia. Karin belum sempat melihat wajahnya, menyentuh kulit halusnya, mendengar tangisannya. Memeluk tubuh mungilnya. Dia juga belum menyusuinya.
Lalu kini, semua impian indah itu sirna. Kebahagiaan yang ia rasakan direnggut seketika.
"Maaf. Maafin aku, Ojan. Hiks... Maaf."
Karin kembali menangis. Semakin kencang. Mengeluarkan semua sesak di dalam dadanya. Lagi, untuk yang kedua kali, Karin kembali dihadapkan dengan kehilangan.
Fauzan bergerak memeluk Karin erat.
"Hiks... Ojan, maaf. Aku gagal, maaf."
Fauzan menggeleng tegas, mencium puncak kepala Karin beberapa kali. Meyakinkan bawa semua ini bukan salahnya. Bukan salah siapapun.
"Enggak, Sayang. Kamu gak salah. Haidar pasti senang punya Ibuk seperti kamu."
"Hiks... Hiks... Haidar, maaf."
"Ikhlas, Sayang. Ikhlas ya." Fauzan bisa saja mengatakan kalimat itu dengan lancar. Padahal dirinya sendiri masih belum menerima kepergian Haidar.
Karin memeluk Fauzan semakin erat. Mencengkeram kuat pinggiran kaos Fauzan. Menenggelamkan kepalanya pada dada pria itu. Sebelum dirinya jatuh tertidur karena terlalu banyak menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOURE STILL THE ONE (Sequel Our Story)
RomanceDISARANKAN UNTUK MEMBACA OUR STORY TERLEBIH DAHULU!! [Update setiap Senin, Kamis, Sabtu] Fauzan - Karin marriage life. "Saya terima cerewetnya, manjanya, marahnya, nyinyirnya, kemagerannya, baik hatinya, sayangnya dan segala yang ada dalam diriny...