LIED

1.3K 158 40
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Haiiiii!


Padahal sebentar lagi ending, tapi malah menciptakan konflik baru. Dasar aku! Hehehehe.





#timgalak mana suaranyaaa????
Saranku, part kali ini harus banyakin stok sabar dan terus istighfar yaaa!











***








Semakin hari Fauzan semakin sibuk. Berangkat pagi-pagi sekali, lalu pulang larut malam. Tak jarang waktu liburnya pun terenggut karena pekerjaan. Fauzan bilang, kantor kembali mengalami masalah. Entah masalahnya separah apa, yang jelas Karin tidak banyak protes saat Fauzan memintanya untuk tidak menunggu kepulangannya.

Waktu menunjukkan pukul 01.00 dini hari ketika Fauzan baru saja masuk melewati pintu rumah. Berjalan menuju kamar, membuka pintu dengan perlahan. Setelah memastikan Karin masih tertidur lelap, Fauzan membuka kemejanya lalu menaruhnya ke keranjang cucian.

Namun suara gemericik air rupanya mampu membuat tidur Karin terusik. Dia terjaga dengan mata yang menyipit, sesaat kemudian baru tersadar bahwa suaminya sudah pulang. Tak lama Fauzan keluar dengan rambut yang setengah basah tapi tubuhnya sudah terbalut piyama.

"Kebangun ya?" Fauzan bergerak mendekat, menempati sisi kanan yang kosong.

"Udah makan?" tanya Karin dengan suara seraknya.

"Udah," jawab Fauzan lalu mengecup pipi Karin. "Tidur lagi, yuk."

Fauzan merebahkan dirinya. Memeluk Karin lalu menyembunyikan wajahnya di ceruk leher wanita itu. Karin menghela napasnya, tangannya tergerak mengusap surai Fauzan. Hari ini, pasti terasa berat dan melelahkan.

"Maaf."

Kening Karin mengernyit saat Fauzan bergumam. "Maaf karena aku sibuk kerja. Jarang ada waktu buat kamu, buat anak-anak. Maaf untuk segala hal yang mungkin bikin kamu kecewa nantinya."

Karin semakin mengeratkan dekapannya. Tangannya bergerak mengelus punggung Fauzan.

"Enggak perlu minta maaf. Aku ngerti, anak-anak juga paham."

"Pasti capek banget ya?" tanya Karin, bibirnya mengecup sisi kepala Fauzan. "Kamu harus jaga kesehatan. Jangan sampai sakit, ya?"

"Hm."

"Terima kasih sudah mau berjuang, Ayah.




***



"Pagi!"

"Ayah?!!"

"Yah...yaaahhh!!"

"Aduh, aduh. Satu-satu dong. Tangan Ayah cuma ada dua ini."

YOURE STILL THE ONE (Sequel Our Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang