»»————>❃♡❃<————««
⚠️Jangan lupa vote!
Happy Reading 🥳»»————>❃♡❃<————««
Rumah sakit, di sinilah Rhatanza berada. Laki-laki itu terbaring lemah dengan selang infus di tangannya juga beberapa perban yang menutupi luka di tubuhnya. Dia masih belum sadar sejak kecelakaan terjadi. Padahal para dokter sudah mengobati Rhatanza semaksimal mungkin.
"Mas, anak kita." Firli menangis melihat kondisi putranya. Ezra terus memeluk istrinya, dan mengelus lembut puncak kepalanya. Mereka sudah sampai sejak dua jam yang lalu.
Sedangkan Chika. Mungkin karena dia lelah dalam perjalanan, dia sampai tidak sadar bahwa dirinya tidur sambil duduk di kursi dengan kepala yang bertumpu pada tangannya yang dilipat di atas ranjang. Gadis itu menunggu kakaknya siuman, tapi dia ketiduran. Kedua orang tuanya pun tidak tega jika harus membangunkan Chika. Tapi, kasihan jika terus tidur seperti itu.
Ezra menatap Firli dalam pelukannya. Suara isak tangisnya sudah tak terdengar lagi. Mungkin istrinya tertidur? Ezra pun menepuk pelan pipi sang istri.
"Hei, sayang. Kamu tidur?" Tanyanya. Namun Firli tak merespon sama sekali. Bahkan Firli terlihat tidak terganggu sedikit pun. Lalu, Ezra menyentuh pipi istrinya. "Panas?" Ezra mulai menyentuh dahi dan leher Firli. Terasa sangat panas ditangannya. Mungkinkah Firli demam? Ya, mungkin saja. Ini karena dia terlalu lelah dan syok.
Ezra pun memanggil dokter. Lalu Firli diperintahkan untuk di tidurkan di ruangan VIP untuk yang menjenguk orang sakit. Katanya, Firli kelelahan dan demam, sehingga dia pingsan.
»»————>❃♡❃<————««
Beberapa jam kemudian. Rhatanza tak kunjung siuman. Hal itu membuat Firli semakin khawatir. Namun, Ezra terus meyakinkan istrinya, bahwa Rhatanza akan siuman.
"Tenang. Rhatanza kuat kok, sebentar lagi dia bakal sadar. Sayang, kamu jangan terlalu banyak pikiran, aku gak mau kamu kenapa-napa." Ezra terus mengusap kepala Firli yang sedang duduk di kursi roda.
"Mas, andai aja, kita gak ninggalin Aza." Ucap Firli yang merasa menyesal karena meninggalkan putranya. Seharusnya, ada salah satu dari mereka yang diam di rumah bersama Rhatanza.
Chika yang mendengar ucapan Bundanya, merasa bersalah. Ini semua karena dirinya. Andai saja, dia tidak egois untuk pergi ke Korea. Mungkin Rhatanza tidak akan mengalami kecelakaan.
"Maafin Chika. Semua ini salah Chika. Coba aja, Ayah sama Bunda gak anter Chika ke Korea, pasti Bang Aza gak akan kenapa-napa." Gadis itu mendekati sang Bunda dengan keadaan kepala menunduk.
"Udah, ini bukan salah kita semua. Ini sudah takdir dari Tuhan. Jangan saling menyalahkan diri sendiri." Kata Ezra.
Firli pun mengangguk, dia juga tidak bermaksud menyalahkan Chika. "Ini bukan salah kamu, sayang." Tangannya mengusap pipi chubby putrinya.
"Alma.."
Tiba-tiba, mereka mendengar suara seseorang. Saat dilihatnya, bibir Rhatanza bergerak, entah menggumamkan apa, tidak terlalu jelas di pendengaran mereka.
"Rhatanza." Panggil Ezra, untuk memastikan bahwa Rhatanza sudah siuman.
"Alma.." Suaranya terdengar serak dan kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
INCARAN {END}
Fantasy-Bukan transmigrasi tapi masih fantasi- Di Korea, ada gadis berusia 8 tahun, dia memiliki kelebihan yang selalu turun temurun dari leluhurnya. Namun kelebihan itulah yang selalu menganggap bahwa dirinya pembawa sial. Karena, kelebihan itu hanya dimi...