"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, Kak Cayden, happy birthday to you!"
Nyanyian merdu diiringi tepukan tangan yang dipersembahkan ketiga adik dan ayahnya itu seketika membuat Cayden merasa senang—setelah dia menolak adanya perayaan sebab hanya akan mengingatkannya pada mendiang sang ibu. Kemudian, dia menatap masing-masing pasang mata empat orang lain yang duduk melingkari meja bulat ini. Sedangkan Chris merasa lega bukan main karena akhirnya bisa menepati janji yang dia buat sendiri sekaligus menyaksikan wajah bahagia anak-anaknya.
Pihak restoran Emerald juga menyiapkan kejutan untuk Cayden, persis sama seperti permintaan Chris. Ada tiga pelayan laki-laki yang menghampiri tempat mereka, salah satu yang berada di tengah membawakan kue ulang tahun berlumur cokelat dengan duapuluh dua lilin ramping di atasnya. Kemudian, ketika kue itu sudah diletakkan di meja, mereka bertiga bersamaan menyerukan ucapan selamat ulang tahun untuk Cayden.
Suasana semeriah ini ternyata juga menyedot atensi pengunjung-pengunjung lain.
"Selamat ulang tahun, Kak! Silahkan dinikmati kue dari Emerald, ya. Semoga suka."
Setelah itu, pelayan-pelayan tersebut membungkuk sekilas dan pamit undur diri, sehingga hanya ada sorak-sorai Jounta, Brazka, dan Keyzan saja di sini.
"Wah!" Brazka memekik girang, mata sipitnya sama sekali tak luput dari memandangi kue Cayden, "Ayo, Kak. Cepet tiup lilin, terus potong kuenya."
"Sabar bentar, kebiasaan rakus ini," Jounta sengaja menyetop euforia Brazka, lalu beralih menatap Cayden dengan serius, "Kak Cayden juga perlu ngasih sambutan atau paling ngga buat satu permohonan dalem ati sebelum niup lilin sama potong kue. Ya, kan?"
"Halah," Brazka seketika mencebik, ia pun melirik Jounta melalui ekor matanya, "Kaya Kakak ngga ngiler aja."
"Kan aku bisa sabar."
"Iya, iya," Meski sambil bersungut-sungut, Brazka tetap tidak keberatan untuk menyetujui saran Jounta barusan, "Ini kan emang acaranya Kak Cayden."
"Nah, itu sadar."
Keyzan hanya terkekeh menyaksikan perdebatan Jounta dan Brazka, padahal selain itu dia juga sedang mati-matian menahan diri agar tidak tergiur kue ulang tahun Cayden.
Cayden mengangguk sekali, lantas mengulas senyum, "Ngga lama, kok. Aku bukan lagi jadi pembicara di acara seminar, ya. Jadi, aku cuman mau berterima kasih sama kalian semua yang udah ngerayain ulang tahun aku malem ini, meskipun aku ngga pengen ada apa-apa, tapi ternyata ngabisin waktu bareng keluargaku cukup berharga buat aku," Entah mengapa, ia baru saja melibatkan Chris dengan tidak hanya menyebut adik-adiknya, "Mungkin, ini hari di mana aku ngerasa ngga punya beban apa-apa setelah kepergian Mama."
Ketika kalimat terakhir Cayden diutarakan, Jounta, Brazka, dan Keyzan reflek menundukkan kepala mereka. Mendadak saja, atmosfer menyendu, berubah haru dalam sekejap. Jadi, Chris menguatkan Cayden dengan menggenggam tangannya yang disatukan di atas paha—kali ini, dibiarkan tanpa ditepis seperti sebelumnya.
"Ya udah, sekarang tiup lilin dulu, terus potong kuenya. Jangan lupa berdoa, ya."
Kemudian, mereka semua mendongak pada penuturan Chris, sehingga Cayden mengembalikan kepercayadiriannya lagi.
"Nyanyi lagi ngga?"
Jounta tertawa sedetik pada pertanyaan Brazka, "Ngga usah. Ntar kaya ngerayain ultah bocil di McD, dong."
"Kaya film India, dikit-dikit nyanyi."
Sahutan Brazka barusan mengundang tawa mereka semua, tapi Keyzan berinisiatif untuk bertepuk tangan sehingga lingkup mereka jadi tidak terlalu hening.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Home! [✓]
Teen FictionKeluarga Li sudah tidak memiliki kehangatan seperti dulu. Semenjak istrinya meninggal dunia, Christophine Li atau biasa disapa Chris, tinggal dengan keempat anak laki-lakinya yang tampak seperti monster. Mereka selalu menganggapnya sebagai ayah yang...