Bab Empatpuluh Lima

291 28 5
                                    

Keyzan berangsur-angsur pulih. Dia sudah kembali ke ruang rawat inap biasa, tidak lagi harus dipantau di ruang semi intensif. Sekarang dia jadi bisa mengintip jahitan dari bekas sayatan dari operasinya tempo hari lalu. Saat dia sedang asik memandangi dadanya, ternyata Zeva sudah berdiri di samping ranjangnya.

"Sendirian? Papa sama kakak-kakak kamu mana, Key?"

Keyzan tersenyum, sehingga Zeva turut senang dengan perkembangannya, "Tadi Kak Cayden sama Kak Jounta ambil baju di rumah. Kak Brazka sekolah. Terus, Papa jelas ke kantor."

"Tumben mereka berani ninggalin kamu sendirian?"

Keyzan spontan mengangguk gembira, "Kan udah operasi. Berarti jantungku ngga akan tiba-tiba nyeri, kan? Napasku ngga bakal sesek lagi?"

Namun, ada Jatra yang bergabung bersama tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan—yang mengenakan jas medis juga, yang sibuk mencatat ini itu, dan Keyzan yakin mereka adalah para dokter residen.

"Gimana tadi? Ngga sesek lagi? Ngga nyeri lagi?"

Keyzan memberengut pada sindiran Jatra, "Ngga sedrastis itu, ya?"

"Pokoknya, rutin minum obat. Sekarang ngga boleh skip pengencer darahnya, ya."

Maka, Keyzan tidak membantah lagi, tapi memberi keluhan, "Jahitan ini kadang agak sakit, Dok."

"Oh, iya," Jatra membenarkan, "Emang gitu. Makanya, saya kasih salep. Dioles tiap kerasa sakit. Terus, ada pereda nyeri juga. Jangan lupa diminum. Nanti kalo tiba-tiba kerasa gimana-gimana, kamu ngga boleh maksain, ya. Harus langsung duduk, ngga peduli di tempat apa pun itu. Oke?"

"Kalo pas di lumpur?"

Jatra tertawa, "Dudukin aja, yang penting tenang, jangan panik."

"Yah, kotor, dong."

Lantas, obrolan mereka berganti arah saat Zeva sedang fokus mengganti infus Keyzan.

"Biarpun udah operasi dan kamu bisa beraktivitas hampir—inget, hampir menyerupai orang normal, kamu tetep ngga boleh melewatkan satu dosis pun obatmu. Jangan stres, jangan banyak pikiran, jangan diforsir, jangan kecapean terus," ujar Jatra sambil memeriksa bekas jahitan Keyzan yang semula tertutup tiga kancing pakaiannya, "Udah mulai kering, kok. Serius, ya, Key. Ngga main-main. Kamu bisa kena serangan jantung dan kalo telat dapet penanganan, kamu bisa koma."

"Ya ampun, Dok," cibir Keyzan, "Kaya ngga ada hal lain yang bisa diomongin, sih?"

"Lah. Kan saya Dokter, ya yang diomongin seputar keadaan pasien, dong."

"Ya iya, sih, Dok," decak Keyzan, "Tapi, bosen juga kalo denger itu mulu."

"Terus, ngomongin apa?"

Keyzan berpikir sejenak, "Caranya jadi Dokter?"

Jatra reflek terkekeh, "Ini pasti pertanyaan buat Brazka. Hm, jawabannya selain menuntut ilmu kedokteran, ya dia ngga boleh panik, ngga boleh mondar-mandir, ngga boleh kalang kabut sendiri. Harus diatasi. Harus ditangani. Bisa?"

Keyzan memutar bola matanya sekarang, "Bisa kali. Kak Brazka kan udah latian."

"Latihan ngeliat kamu kambuh? Progress-nya kan masih tetep di situ. Dia belom berani ngatasin dan nanganin tanpa panik, kan?"

Kini Keyzan akui Jatra sepenuhnya benar. Bagaimanapun, penyebab Brazka bisa mudah gemetar dan bernyali ciut itu karena bertahun-tahun lamanya selalu menyaksikan dia dan Violet kambuh. Lantas, untuk menghilangkan hal itu, tentunya terbiasa saja tidak cukup. Berarti dia harus sembuh. Tapi, tidak ada penderita jantung yang sembuh total, kan?

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang