Bab Empatpuluh Empat

299 27 4
                                    

Tengah malam, tapi Keyzan terjaga sendiri. Dia melirik sebentar ke tempat di mana Chris tertidur di sleeping bag yang dia gelar tepat di bawah ranjangnya. Kemudian, ada Brazka yang terlelap di sofa bagian tengah, sementara Jounta dan Cayden ada di sofa bagian kiri dan bagian kanan. Semuanya mendengkur halus dengan mata terkatup rapat—tampak lelah.

Setelah puas memandangi keluarganya, Keyzan ganti memandangi langit-langit kamar.

"Ma, akhirnya aku besok operasi," gumam Keyzan, lirih sekali supaya tidak membangunkan ayah dan kakak-kakaknya, "Mama masih inget janji Mama? Mama bilang, Mama bakal meluk aku pas aku selese operasi, kan?"

Entah sejak kapan, Keyzan membiarkan pelupuknya berhenti menampung air mata.

"Tapi, Ma. Biarpun Mama ngga bisa nepatin, aku tau Mama ngga bermaksud ngingkarin, kok. Intinya, aku bersyukur pernah punya Mama dan sekarang aku bahagia tinggal sama Papa dan kakak-kakak yang sayang banget sama aku."

Kemudian, Keyzan perlu menyeka bulir-bulir bening ini dan menoleh sekejap menuju kantong infusnya yang ternyata hampir habis.

"Ma, jagain kita semua dari atas sana, ya. Sebenernya, aku takut operasi. Ini operasi pertamaku. Tanpa Mama lagi," bisik Keyzan, serta merta memeluk diri sendiri, "Sumpah. Aku cuma takut berakhir kaya Mama. Jangan jemput aku dulu, ya, Ma."

Sekian monolog Keyzan tak berbalas, tapi hatinya terasa sesak sekali.

"Semisal setelah operasi ternyata aku tetep ngga bertahan, aku ngga mau nyusahin Papa. Aku juga ngga mau liat mereka sedih. Kak Cayden, Kak Jounta, Kak Brazka, mereka itu hidupnya ngga cuma berporos di aku, kan, Ma?"

Obrolan ini ternyata belum usai, Keyzan masih betah mengadu rindu dengan ibunya.

Namun, bantal Chris sudah basah. Air matanya membanjiri wajah sekaligus alas tidurnya. Dia tahan sekuat tenaga rasa sakit yang menghantam dadanya, sedikit banyak membuatnya ingin melarikan diri dari kamar ini. Dia urung menjelajah alam mimpi saat Keyzan tiba-tiba berbicara demikian—dengan intonasi lemah, dengan nada putus asa, dan dengan makna memilukan.

Sekarang, Chris dilemma antara harus diam saja atau memeluk Keyzan.

Sayangnya, Keyzan mengintip ke bawah tepat saat Chris sedang menyusut ingusnya.

"Loh. Papa bangun? Belum tidur?"

Keyzan hanya meyakinkan diri bila Chris tidak mendengar semua keluh kesahnya.

"Hm. Papa sakit, ya? Flu? Kok pilek?"

Maka, Chris buru-buru mendudukkan diri. Dia usap wajahnya sekali sebelum memamerkan senyum terbaik. Lantas, dengan sengaja mengabaikan Keyzan, "Infusnya mau abis. Ganti sekarang aja, ya?"

***

Pagi ini terasa seperti dejavu.

Ranjang Keyzan tengah didorong dua perawat laki-laki berpakaian serba steril—lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan, dan masker. Chris, Cayden, Jounta, dan Brazka terbirit mengikuti tempo cepat langkah-langkah mereka sambil beberapa kali menahan kantuk; sesekali menguap, sesekali menggosok mata. Sekian detik kemudian, mereka akhirnya sampai di depan pintu ruang operasi.

Kebetulan Jatra menyambut sebelum bergabung ke dalam sana.

"Hai, Key. Udah siap?"

Sapaan Jatra hanya bisa Keyzan balas dengan anggukan.

"Mumpung belum dibius total, sekarang boleh ngobrol bentar sama Papa, Cayden, Jounta, dan Brazka, deh."

Setelah Jatra mempersilahkan, kakak-kakak Keyzan itu langsung mengerubungi ranjang, bahkan sampai kedua perawat tadi mundur beberapa langkah. Tapi, Chris malah memilih untuk menghadap dirinya.

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang