Bab Enampuluh Empat

438 31 14
                                    

Keyzan masih senantiasa terlelap. Ternyata, dia belum mau menemui siapapun. Kebetulan, jam jaga Samir dan Zaima sudah selesai, sehingga mereka perlu kembali ke rumah, lalu digantikan Wilman, David, Gwenn, Serka, dan Eliya yang sekarang sudah berkumpul di ruangan mewah ini. Sementara itu, Chris, Cayden, Jounta, dan Brazka belum pulang. Cayden dan Jounta mungkin akan datang nanti malam, tapi Chris pasti hadir bersama Brazka setelah menjemputnya di sekolah.

"Harusnya Opa aja yang tidur di sini, bukan kamu. Lagian, Opa udah tua, kamu masih muda. Opa udah nggak dibutuhin di dunia ini, tapi masa depanmu masih jauh. Cucuku nggak boleh berbaring selama ini," ungkap Wilman sambil meratapi wajah Keyzan yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan bangun.

David dan Gwenn sempat menukar tatapan, lantas keduanya memegangi bahu Wilman yang sudah bergetar itu. Kemudian, Serka dan Eliya turut mendekat, serta-merta juga mengarahkan tatapan hanya menuju Keyzan. Karena Wilman sepertinya perlu dihibur, maka kedua cucunya itu pun berinisiatif mengajaknya beristirahat.

"Opa, kita ngopi di kafe seberang RS, yuk?" ajak Serka.

"Opa belum pernah ke sana, kan? Ayo, kita temenin," tambah Eliya.

Lantas, senyum David dan Gwenn bagai menjadi sebuah bentuk pujian sebab tanpa disuruh anak-anaknya punya empati sebesar itu. Wilman akhirnya bergerak perlahan, sebelum menuruti Serka dan Eliya, dia lebih dulu mengecup kening Keyzan.

"Nitip Key, ya."

"Iya, Yah."

David dan Gwenn sama-sama mengangguk sampai akhirnya Wilman, Serka, dan Eliya keluar dari ruangan ini.

"Kasihan Cayden, Jounta, sama Brazka. Mereka pasti nggak fokus. Mana Brazka mau ujian kelulusan lagi. Kalau Cayden tinggal cari-cari lowongan, terus Jounta juga tinggal ngejar kelas. Kok bisa sampe kayak gini?"

David menghela napas, lalu merangkul Gwenn yang mulai menyusut air matanya, "Namanya cobaan hidup, nggak ada yang tau. Tapi, selain anak-anak, kamu nggak kasihan sama Chris?"

"Mungkin sedikit. Beberapa hari ini, aku cukup kasihan sama dia. Dia bener-bener kayak udah nyerah dan hampir putus asa. Jelas makannya nggak teratur, jelas tidurnya nggak karuan. Ya, kan?"

David mengangguk, "Terlepas dari semua kesalahannya, kita bisa nilai kalau dia ada itikad buat berubah. Yah, semua orang berhak buat salah, berhak juga memperbaiki kesalahan itu, kan? Hubungan Chris sama kakak-kakak Keyzan juga membaik."

Gwenn setuju, lalu dia sentuh jemari Keyzan yang mendingin, baru berujar, "Violet harusnya ada di sini. Dia harus tau gimana proses Chris berubah, dia harus tau gimana keempat anaknya berjuang sedemikian rupa buat hidup."

"Tanpa di sini pun, Violet pasti tau, Sayang. Aku yakin, dia sekarang lagi bahagia karna akhirnya, suami dan anak-anaknya berbaikan. Terus, dia pasti seneng tau kita ada di sini buat nemenin keluarganya."

Gwenn mencelos seketika, dadanya seperti dihantam godam raksasa begitu teringat wajah penuh senyum Violet, lantas melirih, "Terus, apa ini saatnya aku buka pintu maaf? Udah waktunya aku lupain masa lalu?"

"Ya. Bukannya aku belain Chris, tapi dia tetep ayah dari ponakan-ponakan kamu. Biarpun dia hanya menantu Ayah, tapi kalian pernah jadi keluarga dan harusnya sampai kapanpun tetep jadi keluarga. Violet pasti bangga sama kamu, karna kakaknya mau maafin suaminya."

Alhasil, Gwenn memeperkeras tangisnya di dada David. Namun, pintu kamar tiba-tiba terbuka, Chris ternyata sudah datang. Karena ini kesempatan bagus, maka David pun harus mengundurkan diri.

"Aku ke toilet dulu, ya. Toilet di lobi aja."

Sepeninggal David, Chris dan Gwenn saling menukar tatapan kikuk. Kemudian, mereka berdiri berhadapan.

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang