Hari-hari Violet memang hanya menjadi ibu rumah tangga, tapi dia tidak menyesal sama sekali, tidak ada secuilpun rasa ingin meninggalkan posisinya saat ini. Kenapa? Karena dia punya anak-anaknya; yang harus dia urus, yang harus dia rawat, seberapapun besar usia mereka, ia tak peduli. Seperti biasanya, ia memasuki kamar Brazka dan Keyzan, dua anak tersisanya yang masih duduk di bangku sekolah, sehingga dipastikan mereka masih harus bergelut dengan kedisiplinan waktu dan tanggung jawab sebagai pelajar.
Violet menggeleng sebentar begitu mendapati Brazka dan Keyzan maish terlelap nyaman di ranjang masing-masing.
"Ayo, bangun, bangun. Udah siang, nih. Buruan mandi, terus sarapan."
Ketika suara Violet memenuhi seisi kamar, Brazka otomatis menggeliat dan menguap, tapi Keyzan masih belum bergerak.
"Aduh, Ma. Silau," protes Brazka begitu Violet menyibak tirai hingga cahaya matahari menyusup masuk, "Lima menit lagi aja, Ma. Sumpah, aku semalem begadang, tau. Masih ngga bisa dimelekin mata aku."
Violet akhirnya mendekat ke ranjang Brazka, lalu duduk di tepiannya sambil berusaha menarik selimut itu, "Kan udah dibilang, jangan begadang terus. Tugas yang kamu begadangin itu dikumpulnya bukan hari ini, kan? Perfeksionis banget jadi orang. Mama malah ngga suka, ah. Mama ngga suka soalnya nanti kalo kamu sakit, yang repot sama yang sedih juga Mama."
"Oh, gitu. Mama ngga mau ngurusin aku kalo sakit, ya?" gurau Brazka, terkekeh sejenak sebelum bisa menyesuaikan pandangan dengan terik mentari, "Mama cuman mau ngurus Key doang."
"Dih," Violet mencebik bersamaan dengan tatapannya yang terarah ke Keyzan di seberang sana, "Kok gitu ngomongnya, sih?"
"Bercanda," Brazka akhirnya terduduk setelah melempar cengiran, lantas ia turut memindah arah tatapan dari wajah Violet menuju tempat Keyzan, "Pules banget. Tumben. Padahal dia tidur duluan semalem."
Violet diam, tapi sedang berpikir, baru bisa bergumam, "Semalem adeknya ngga kenapa-kenapa, kan?"
Brazka spontan menggeleng, "Aku tidur jam dua, kok. Key ngga papa sampe jam segitu."
Violet mengesah, tapi hatinya mendadak tak tenang, hingga ia berbisik, "Biasanya Key gampang kebangun, loh."
"Ah, Mama," Brazka mengeluh sebab dia hafal apa artinya ini, "Masa pingsan, sih?"
Alhasil, mereka berdua buru-buru mendekat ke ranjang Keyzan. Jika Violet sigap menyentuh dada Keyzan, maka Brazka terburu melonggarkan kancing piyama Keyzan. Ternyata, sesuai dugaan mereka, Keyzan tidak sadarkan diri.
"Key? Key, denger Mama ngga?"
Violet mencoba untuk tetap tenang, sebab kejadian seperti ini sudah berulang kali terjadi, sudah seubah santapan sehari-hari saking seringnya. Namun, yang tidak bisa tenang adalah Brazka, dia sibuk mondar-mandir, panik sendiri. Violet juga sudah menepuk kedua pipi Keyzan, berharap ada perkembangan, tapi tetap nihil. Akhirnya, ia menukar tatapan dengan Brazka.
"Braz, diem dulu. Inhale, exhale. Masa calon Dokter liat adeknya pingsan aja kaya gini?"
Teguran Violet tidak merasuk sama sekali, Brazka tetap kelimpungan, "Tapi, Ma, masa aku ngga tau Keyzan semalem kambuh? Pasti dia sesek, pasti dia susah ambil obatnya. Terus, gunanya aku sekamar sama dia apa?"
"Braz, hei. Ngga ada yang nyalahin kamu, loh. Sekarang bantu Mama aja. Udah tau, kan?"
Setelah berhasil menguasai diri, Brazka pun mengangguk. Dia melesat ke laci nakas, mengaduk isinya sebentar sampai menemukan sebotol minyak kayu putih. Begitu ia serahkan ke Violet, ia jadi bisa sepenuhnya mengamati napas tak beraturan Keyzan, dadanya naik turun, bahkan pelipisnya berkeringat. Sementara itu, Violet segera membuka tutup botol minyak kayu putih untuk dia tempelkan ujungnya di hidung Keyzan. Sekian detik menunggu reaksi, Keyzan tetap bergeming.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Home! [✓]
Teen FictionKeluarga Li sudah tidak memiliki kehangatan seperti dulu. Semenjak istrinya meninggal dunia, Christophine Li atau biasa disapa Chris, tinggal dengan keempat anak laki-lakinya yang tampak seperti monster. Mereka selalu menganggapnya sebagai ayah yang...