Chris pulang dan mendapati anak-anaknya masih berkumpul di ruang tengah. Namun, ada atmosfer lain yang ia rasakan, raga mereka memang di sini, tapi jiwa mereka sudah melanglangbuana—keempat anaknya tampak sibuk dengan pikiran masing-masing. Jadi, Chris mendekat ke tengah-tengah sana.
"Ini, TV-nya yang nonton kalian?" Chris pun meraih remote di genggaman Keyzan yang melonggar, kemudian mematikan acara reality show itu, "Kenapa wajahnya pada kusut gitu?"
Tidak ada yang menjawab pertanyaan Chris, padahal Keyzan baru saja mau mengklarifikasi, tapi Brazka sudah lebih dulu beranjak dari sofa dan segera berderap pergi ke kamarnya. Sebelum itu, Chris sadar-sadar saja saat Brazka melayangkan tatapan sinis padanya, entah dia mengacu pada hari di mana mereka berkunjung ke makam Violet atau ke hal lain. Sehingga di sini, hanya tersisa Cayden, yang menggulirkan layar ponsel, Jounta, yang memperkeras musik di penyuara telinga, dan Keyzan yang hanya bisa menghela napas sambil mengerjap bingung.
"Kalian ada masalah sama Brazka?" Lantas, Chris duduk di sebelah Keyzan, "Kayanya dia sensitif banget."
"Segala pura-pura ngga tau," Jounta tiba-tiba menyambar, "Ya gara-gara siapa coba?"
"Karna Papa?" Chris akhirnya meladeni, "Iya?"
"Bukan, dia ngambek ke aku," Cayden sengaja menyela, "Nanti aku beresin sendiri."
Keyzan mulai hafal dengan perubahan ini, jadi dia buru-buru menambahkan topik baru lagi supaya kecanggungannya tak berlanjut, "Papa tumben jam segini udah pulang?"
"Kak, kapan mau diberesin? Ngga nyadar apa Brazka ngodein mulu?"
Namun, belum sempat Chris menjawab pertanyaan Keyzan, Jounta sudah mengembalikan topik awal mereka, sehingga Cayden jadi mengubah alur atensinya.
"Lagian, lebay amat. Baru juga dibentak dikit, udah tersinggung."
Keyzan berkedip beberapa kali sambil mensinyalir adanya pergolakan batin di tiap orang yang berkumpul dengannya di sini, jadi dia menyambung sesuatu, "Mm, apa aku aja yang ngomong sama Kak Brazka?"
"Ngga usah," Cayden mengibas satu tangannya di udara, "Orang itu salah dia juga, punya mulut ngga bisa diatur."
"Sebenernya," Chris tiba-tiba berdeham, "Itu juga salah Papa. Brazka marah karna omongan Papa."
"Iya emang," Jounta melirik tajam, "Jadi makin berantakan gini, padahal cuman masalah sepele. Ngga paham."
Sampai akhirnya, bel rumah berbunyi, sehingga Cayden buru-buru berdiri, meski sambil diiringi tatap heran Jounta dan Keyzan.
"Lama banget ini paket, baru dateng masa?"
Setelah bergumam demikian, Cayden bergegas melesat menuju pintu demi bisa menerima paket dari si kurir pengiriman.
"Paket?" Chris memiringkan kepala, agak sangsi, "Tumben dia pesen-pesen paket."
Jounta juga turut bingung, "Padahal biasanya Kak Cayden paling males belanja online, katanya nanti ngga sesuai gambar lah, ngga sesuai harga pasar lah, dan banyak alesan lain."
Keyzan malah memberi pembelaan, "Kayanya bukan buat Kak Cayden, tapi buat bahan sogokan, deh, Kak."
Jounta pun mulai berpikir, "Hm, bisa jadi. Ternyata baikannya nunggu ini paket dulu, pantes ngga kelar-kelar. Lagian, barang apaan, sih? Kenapa nyampe ngga ada di toko-toko biasa?"
Keyzan hanya mengedik sebab dia juga tidak tahu, sementara Chris mengulum senyum sambil menyimak obrolan mereka.
Tak lama kemudian, Cayden bergabung lagi sambil menimang sebuah kotak, ekspresinya seketika berubah girang, "Aku ke atas duluan, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Home! [✓]
Fiksi RemajaKeluarga Li sudah tidak memiliki kehangatan seperti dulu. Semenjak istrinya meninggal dunia, Christophine Li atau biasa disapa Chris, tinggal dengan keempat anak laki-lakinya yang tampak seperti monster. Mereka selalu menganggapnya sebagai ayah yang...