Bab Duapuluh Delapan

336 25 6
                                    


Di bawah terik matahari ini, Samir sudah bersemangat membukakan pagar begitu mobil Chris sampai di depan sana. Ia membungkuk sekilas sampai mobil itu terparkir rapi di garasi, lalu segera memanggil Zaima agar turut bergabung. Sepasang suami istri ini pun sigap menyambut anak-anak Li yang menuruni mobil lebih dulu. Ada Keyzan yang perlahan meniti langkah sambil ditopang Brazka dan Jounta, sementara Cayden membuka bagasi mobil.

"Mang, tolong barang-barangnya, ya."

Chris memberi titah setelah mematikan mesin, ia lantas mendapat anggukan dari Samir.

"Hai, Mang. Hai, Bi," sapa Keyzan, sumringah, "Aku udah pulang, loh. Udah sembuh."

"Iya, dong. Jangan balik ke sana lagi, ya," Samir mengungkap keinginan terbesarnya bahwa ia juga tidak tega jika terus-terusan menyaksikan Keyzan kesakitan, "Mang Samir taruh koper Key di kamar, ya."

"Dih, koper? Berasa abis liburan," cebik Keyzan, "Iya, Mang. Makasih."

"Ayo, masuk," Zaima akhirnya mengambil alih Keyzan, giliran dia yang menuntun si bungsu Li ini, "Katanya, kamu mau makan pasta. Bi Zaima ampe nyari resep di internet, loh, Key. Semoga rasanya enak, deh."

"Halah, santai aja, Bi," tepis Keyzan, "Pokoknya, apapun yang Bi Zaima masak, aku suka."

Ketika Samir sibuk membenahi barang-barang ini, Chris pun mendului Cayden, Jounta, dan Brazka untuk menyusul Zaima dan Keyzan. Ketiga kakak Keyzan itu sempat saling memandang sebelum Cayden dan Jounta merangkul Brazka hingga mereka bersamaan masuk ke rumah.

Di ruang tengah, Chris duduk di sofa, sudah berkutat dengan laptop di pangkuannya. Sementara Keyzan ternyata telah menikmati suapan demi suapan pasta buatan Zaima, jadi Cayden, Jounta, dan Brazka segera mengambil jatah mereka.

"Kakak yang bilang Bi Zaima buat bikinin pasta?"

Brazka mengangguk seraya bertepuk tangan pada sepiring mac and cheese yang dia campur dengan aglio 'olio ini.

"Tapi, kayanya Brazka yang paling seneng dapet hidangan ini, deh," celetuk Jounta, sengaja menggoda, "Jangan-jangan, sebenernya kamu disetir buat jawab pasta pas ditanya mau makan apa, soalnya emang Brazka yang kepengen."

"Prasangka buruk mulu. Heran," Brazka memprotes meski sambil mengunyah menu kesukaannya ini, "Eh! Enak, Bi! Suer!" Pujiannya justru disambut cibiran tak percaya dari Zaima, "Dih, aku serius."

"Wah, malah ngalihin. Beneran ini berarti Key dijadiin senjata biar Brazka bisa makan maunya dia," cetus Cayden, turut menginterupsi, "Lagian, tinggal bilang aja, loh. Masa iya harus pake tameng Key dulu?"

Brazka tahu maksud kedua kakaknya, dia sendiri juga tidak mengerti mengapa harus sesukar dan sesulit itu untuk mengungkap isi hatinya, padahal di sesuatu sesederhana ingin makan apa.

"Makanya, aku pilih pasta. Karna aku tau Kak Brazka pengen makan ini."

"Bibi juga agak heran, perasaan pasta itu kesukaan Brazka, kenapa Keyzan tiba-tiba pengen juga?" Kesangsian Zaima barusan tidak mendapat timpal balik dari si target yang terlampau menikmati makan siangnya, "Ya udah, kalian enakin. Bibi tinggal ke belakang dulu."

"Ikut makan sini aja, Bi. Duduk dulu. Ntar aja beres-beresnya."

Ajakan Keyzan itu disetujui Cayden, Jounta, dan Brazka, yang kompak mengangguk sembari terus mengunyah ini.

"Aduh, Bibi udah kenyang, Key."

Keyzan menghela napas, lalu menarik tangan Zaima agar badan senjanya terpaksa mendarat di salah satu kursi, "Bibi makan aja jatah Papa. Pasti Papa bentar lagi pamitan ke kantor."

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang