Bab Tigapuluh Tiga

317 33 13
                                    


"Aku masih ngga nyangka kamu setega itu, Chris."

"Demi Tuhan! Harus berapa kali aku bilang, sih?! Kamu salah paham! Kamu salah sangka! Dia bukan siapa-siapa! Kita sebatas kenal karna dia anak temennya Ayah, loh! Tau sendiri kalo Lui investasi ke Ezzel, kan? Nah, di situ aku cuma bantu jadi mentor karna dia mau belajar bisnis! Kok kamu jadi nuduh gini? Kapan kamu berubah ngga percaya sama aku?!"

"Kenapa harus marah kalo kamu ngga buat salah?"

Violet, yang semula duduk di pinggir ranjang, akhirnya menoleh ke Chris, yang berdiri dengan kacakan pinggang.

"Biasanya," Violet menyambung lagi seiring dengan hatinya yang kian terluka, bahkan air mata pun sudah mengering di pelupuk, bahkan napas pun sudah tersengal hingga ia kepayahan, "Orang yang udah mau ketauan, jadinya panik kaya kamu gini."

Chris membuang napas tak serantan, sembari memijit pelipis dia berbalik, seraya mengusap wajah dia mengalah, "Terserah lah kamu mau mikir apa! Terserah!"

"Bukannya aku yang harusnya marah?"

Kini, Chris menegang, dia tahu di balik punggungnya sana Violet sedang mati-matian menahan sesak, dia tahu istrinya pasti sedang sibuk mengurut dada—entah meredakan emosi atau justru membunuh rasa cinta terhadapnya.

"Kenapa kamu lakuin itu? Kamu ngga inget punya aku? Kamu punya anak-anak?"

Chris masih bungkam, ia biarkan Violet terus mendesaknya sedemikian rupa.

"Kamu ini seorang suami sekaligus seorang ayah, Chris. Kamu sakitin aku ngga masalah, tapi liat anak-anakmu. Biarpun mereka udah pada gede, tapi mereka tetep punya perasaan. Selama ini, kamu dianggep figur pahlawan sama mereka, empat-empatnya banggain kamu dan sekarang kamu juga kecewain empat-empatnya? Anakmu empat, loh, Chris, empat."

Tutur lembut Violet mengingatkan Chris akan wajah-wajah Cayden, Jounta, Brazka, dan Keyzan yang terbersit di benaknya.

"Jujur aja. Aku lebih baik tau kamu jujur, dari pada harus nerima kebohonganmu sama kepalsuanmu, padahal nyatanya kamu duaiin aku di belakang—"

"—AKU NGGA DUAIN KAMU! MANA BUKTINYA, SIH?! MANA?!"

Teriakan Chris membahana di kamar ini, memantulkan aura murka tanpa batasan.

"LAGIAN NGAPAIN AKU BERPALING DARI KAMU YANG UDAH JELAS LEBIH—"

"—lebih apa? Lebih penyakitan? Lebih lemah? Lebih gampang ditipu? Lebih gampang dibodohin? Iya?!"

Violet akhirnya berhenti sabar, dia hilang kendali setelah memekik serupa jeritan hingga Chris kini berlutut di depannya.

"Sumpah, Sayang. Aku ngga mungkin ngelakuin itu."

Namun, Violet memalingkan wajah saat Chris berusaha menggenggam kedua tangannya.

"Aku ngga peduli sama hubungan kamu. Aku cuma peduliin anak-anak aku. Aku mau, pas di depan mereka, kita harus keliatan baik-baik aja seolah ngga ada apa-apa seakan aku ngga sakit hati karena ulah kamu. Aku mau mental mereka sehat. Aku ngga mau bebanin mereka. Jangan pernah kita bertengkar di depan anak-anak. Camkan ini, Chris."

Setelah itu, Violet meninggalkan Chris tertegun sendiri.

Chris terbangun sambil tergelagap. Napasnya tak beraturan, peluhnya membanjir, dan sosok Violet menetap di ingatannya. Lantas, dia menangis. Chris menutupi wajahnya sesaat sebelum mendudukkan diri. Berlama-lama di kamar ini justru semakin menyiksanya hingga ciptakan luka tak kasat mata. Bermalam di kamar ini malah bagai mengubur dirinya hidup-hidup sampai kenangan lama itu tak mau pergi.

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang