• BAB SEPULUH •

460 37 1
                                    

Jam setengah tiga dini hari, Chris baru memarkir Mercedes-nya di garasi. Dia bukan lembur, tapi hampir menginap di kantor. Seusai masuk ke rumah serupa mansion ini, Chris segera melonggarkan dasi sekaligus melepas jas, lantas menduduki sofa di ruang tengah. Lampu-lampu sudah padam, itu artinya semua penghuni telah terlelap.

Namun, Chris terkesiap begitu mendapati siluet tinggi tegap yang baru saja menuruni tangga—dia yakin, itu pasti Cayden sebab hanya si sulung ini yang punya postur serupa dirinya, sedangkan Jounta hampir mendekati, tapi tidak dengan Brazka dan Keyzan.

"Kamu belum tidur, Den?"

"Jounta belum pulang," Cayden sengaja tidak menjawab pertanyaan retoris Chris barusan, lalu sengaja duduk dengan memberi jarak, "Aku suruh dia pulang jam dua, tapi belum sampe juga."

"Pamit pergi ke mana?"

Yah, Chris tidak perlu terkejut dengan tabiat Jounta karena ia sudah kepalang hafal bahwa anak keduanya itu hobi keluar di malam hari, tapi memang tak pernah lebih dari jam satu.

"Katanya mau ketemu temen-temen sekolahnya dulu di kafe depan komplek, dia berangkat jam duabelas tadi, sih."

Chris spontan menoleh, tapi ia hanya menemukan wajah Cayden yang terarah ke kegelapan di depan mereka, "Tumben. Naik mobil, kan?"

Cayden mengangguk samar, sementara Chris menyatukan alisnya.

"Papa tadi lewat sana, ngga ada mobil Jounta."

"Kayanya dia emang boongin aku," Cayden mengesah, seketika menyesal memberi ijin pada Jounta tadi, "Terus, gimana? Aku udah hubungin hp-nya, tapi ngga aktif."

"Biar Papa tunggu sampe Jounta pulang. Kamu tidur aja, Den," Chris memberi pamungkas, meski dia sendiri sibuk men-dial nomor Jounta, berharap sekarang alat komunikasi adik Cayden itu sudah aktif, nyatanya tetap nihil, "Kira-kira di mana dia?"

"Mana aku tau?" Cayden mengedik, lagi-lagi menyuarakan nada angkuhnya, "Ya udah, aku tidur aja."

Namun, begitu Cayden beranjak, Chris sigap menggenggam tangan si sulung yang terkepal.

"Hari ini kamu ulang tahun, Den. Papa pasti orang pertama yang ngucapin, kan? Jadi, happy birthday, ya, Cayden, anak pertama Li," Chris berujar sambil menahan haru, entah mengapa suasana ini terasa begitu melankolis—dia ingat seberat apa beban Cayden sebagai sulung, dia ingat seberapa besar tanggung jawab Cayden sebagai kakak dari ketiga adiknya, "Hm, tumben adek-adek kamu ngga ngasih kejutan apa-apa?"

Cayden terdiam sebentar, setelah sadar dia malah buru-buru menarik tangannya dari genggaman Chris, "Ngga papa. Aku yang minta biar ngga usah ada kejutan-kejutan kaya gitu lagi setelah Mama ngga ada. Aku cuman ngga mau keinget terus."

Alhasil, Chris membiarkan Cayden berderap menuju lantai dua dan menghilang di balik pintu kamarnya. Lantas, kalimat Cayden barusan masih terngiang di benaknya sekalian menetap di batinnya. Cayden saja belum sepenuhnya sembuh dari kehilangan Violetta, sama sepertinya, kan?

Namun, sepersekian menit kemudian, deru mesin mobil Jounta terdengar sehingga Chris perlu membuyarkan lamunannya. Tak perlu waktu lama sampai akhirnya Jounta membuka pintu, sengaja berjalan mengendap, tapi malah terkejut saat Chris menyalakan lampu hingga membuat sekitar mereka jadi terang benderang.

"Jounta," Chris sudah membuang jauh-jauh emosinya, ia pilih untuk menyambut Jounta dengan sikap biasa saja, "Kamu dari mana? Kakakmu khawatir, Papa juga khawatir, terus—ya ampun, bau alkolohnya nyengat banget, kamu minum berapa botol, hah?"

Gagal. Urung. Tadinya, Chris sudah berhasil, tapi ternyata menahan amarah di saat menemukan kesalahan itu sangat sulit. Di sisi Jounta, dia merasa tidak salah sama sekali karena umurnya sudah legal untuk minum alkohol dan bahkan ia tidak sampai mabuk.

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang