Bab Empatpuluh

301 25 3
                                    

Seharusnya di tanggal ini, mereka merayakan ulang tahun Jounta. Seharusnya di tanggal ini, ada kue tiramisu kesukaannya dan duapuluh lilin kecil di atasnya. Seharusnya, mereka tidak berada di tempat ini. Seharusnya, hari ini tidak berbeda dengan tanggal duabelas kemarin, tanggal di mana Keyzan yang berulang tahun.

Sekarang, mereka berlima malah berdiri sejajar menyambut para pelayat.

Sekarang, setelan tuksedo hitam putih yang mereka kenakan.

Sekarang, mereka malah berkabung.

Violet tidak di sini lagi. Ibu Jounta itu tidak merayakan hari ulang tahunnya.

Jounta gerah. Ia memacu langkah keluar ruangan dan sampai di balkon rumah duka. Ia tidak peduli dengan panggilan Chris atau Cayden, yang dia pedulikan saat ini adalah penyembuhan untuk rasa sakit di hatinya. Ketika ingatannya melayang ke hari kemarin, saat itu juga proyeksi terakhir Violet membuatnya gagal menahan tangisan.

Jounta juga masih ingat ketika Violet membisikkan sesuatu di telinganya, hanya dirinya yang bisa mendengar, tepat sebelum perjalanan menuju ke ruang operasi, tepat sebelum para perawat memasangkan oxygen mask, dan tepat setelah dia selesai menciumi pipi-pipi itu—untuk yang terakhir kali.

Violet masih sempat menggumamkan, "Selamat ulang tahun yang ke duapuluh, Jounta Sayang, Mama bangga sekali sama kamu. Kamu udah ngelakuin yang terbaik. Tetap berjuang, ya. Selamanya, Mama selalu sayang sama kamu, Ta," Ibunya berkata demikian dengan napas terputus-putus.

Jounta diam.

"Maaf, Mama ngucapinnya sekarang. Anggep aja Mama adalah orang pertama yang ngasih ucapan, ya."

Jounta membiarkan tangisnya tak teredam. Ia masih berusaha menerima takdir yang sama sekali tidak adil ini. Bagaimana bisa wanita itu meninggalkan keluarganya di saat mereka paling membutuhkan dirinya? Bagaimana bisa wanita itu memilih pergi di saat harapannya mulai tumbuh pesat?

Ini jelas hari ulang tahun terburuk Jounta. Dalam sekejap dunianya runtuh, begitu pula dengan mimpi-mimpinya.

Jounta memegangi pembatas balkon, lalu dia merosot di lantai. Pasrah.

"Ta, sshh, ada Papa di sini," Jounta membiarkan Chris turut bersimpuh dengannya, dia diam saat pelukan itu hadir untuknya, dia tetap bungkam saat ada elusan lembut mampir di lengannya, "Kamu harus kuat, kamu pasti bisa melalui ini, Ta. Kita berjuang sama-sama, ya?"

Namun, Jounta justru semakin mengencangkan tangisannya. Dia meraung histeris, dia pukuli dadanya yang terasa sesak, dia pukuli kepalanya yang terasa pening, hingga Chris kepayahan menahan itu semua.

"Ta, jangan gini. Mama ngga akan suka. Ta, udah, Ta. Coba liat Papa, coba denger Papa. Ta."

Bujuk rayu Chris ternyata tidak ada yang mempan menghalau kekacauan di benak Jounta.

Lantas, Jounta berteriak, "Kenapa?! Kenapa harus di hari ulang tahunku?! Kenapa Mama ngga rayain ulang tahunku dulu kaya kemarin Mama rayain ulang tahun Key?! Kenapa? Kenapa, Pa?" Lambat laun, dia melunak sebab suara seraknya sudah lelah dipaksa meloloskan seruan-seruan sarat pesakitan.

Chris tentu merasakan hal yang sama seperti Jounta. Ia tidak membayangkan bagaimana menjadi Jounta. Tepat kemarin Violet meninggalkan mereka, sisakan luka begitu dalam tanpa obat penawar apa-apa. Di hari ini mereka berkabung untuk mengantar Violet ke liang lahat.

Ya, di hari yang seharusnya penuh suka cita ini. Di hari di mana mereka harusnya merayakan ulang tahun Jounta.

Chris mencelos bukan main, hatinya serasa dilubangi, jantungnya seperti dirobek, tapi dia menegarkan diri sendiri demi anak-anaknya. Maka, dia tarik Jounta agar berada di rengkuhannya, ia usap puncak kepala itu dan mengecupinya berkali-kali. Sekalipun Jounta memberontak, dia tetap mengeratkan dekapan ini.

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang