• BAB SEMBILAN •

503 45 4
                                    


Jounta dan Crystal duduk berhadapan sambil menggenggam gelas minuman masing-masing—Jounta dengan iced americano dan Crystal dengan vanilla milkshake. Suasana kafe ini juga cukup nyaman, tidak terlalu banyak pengunjung, dan alunan musiknya pun bernuansa blues. Setidaknya, ini menjadi tempat yang sempurna bagi pasangan baru seperti Jounta dan Crystal. Mereka bertukar obrolan, saling bercerita tentang apapun, sedikit banyak berusaha mengenalkan diri masing-masing.

"Jounta."

Crystal melirih sambil memandang sepasang mata Jounta dan membiarkan laki-laki berkulit tan ini menyahut, "Yap?"

"Kamu suka ke pub ngga?"

Jounta mengernyit sebab tak menduga kalau gadis berambut panjang ini tiba-tiba membuat topik yang asing baginya. Biarpun dia bukan termasuk anak penurut, tapi seumur hidupnya dia anti menyentuh hal-hal berbau negatif seperti itu. Jika Jounta membolos, paling-paling dia hanya main ke warnet atau game center. Demi apapun, dia begitu karena ibunya pernah bilang bahwa sekali dia terjerumus, maka tidak akan ada jalan keluar lagi. Sampai sekarang, Jounta mematuhi titah tersebut bahkan setelah wanita kesayangannya itu tak lagi di sini. Jadi, apakah larangan Violetta masih berlaku?

"A—ada apa di sana, Crys?"

Lagi pula, Crystal juga termasuk orang yang Jounta sayangi saat ini, sama ketika ia menyayangi ibunya dulu, kan? Jadi, mendengarkan apa kata orang yang dia sayangi—tidak ada salahnya, kan?

"Kamu kan belum pernah ke tempat gituan, nanti aku temenin. Tenang, ngga aneh-aneh, kok. Kita ntar duduk-duduk doang aja," Crystal lantas mencondongkan dirinya menuju Jounta, sehingga dia dapat leluasa berbisik, "Kalo iya, nanti malem kita ke sana, yuk? Gimana?"

"Harus banget, ya?" Jounta sempat ragu, tapi saat melihat perubahan wajah Crystal, ia jadi tak enak hati, "Uh, okay. Pub itu semacem diskotik, kan?"

Crystal tersenyum sumringah di sela anggukan-anggukan antusiasnya, "Nanti aku kirimin alamatnya."

"Beneran ngga papa, ya?" Jounta mendadak sangsi, namun begitu Crystal menggenggam tangannya, ia jadi yakin, "Ya, deh. Asal sama kamu, we'll be fine, kan?"

***

Malam ini, Cayden tidak menjemput Brazka di tempat les karena Jounta kebetulan masih ada di sekitaran sana. Jadi, sekarang dia bebas tugas dan sedang mengamati Keyzan yang berkutat di dapur entah menyiapkan apa saja.

"Kak. Jangan ngunyah mulu, dong," omel Keyzan begitu dia meletakkan mangkuk terakhir di meja makan, lantas dia sendiri duduk berhadapan dengan Cayden sambil menata ulang lauk-pauk buatannya, "Ntar, Kak Jounta, Kak Brazka, sama Papa ngga kebagian. Eh, lupa. Papa ngga ikutan, sih."

"Iya, iya. Pelit banget, dah," Cayden terkikik geli sebentar sebelum urung mengambil udang krispi di piring, sengaja mengabaikan Keyzan terkait laporannya soal Chris, "Padahal ada Bi Zaima di belakang, kamu kan bisa tinggal manggil aja."

"Kak. Dibilang berapa kali, aku kan suka masak. Lagian, selama bisa sendiri, ngapain minta tolong? Lagian juga, enakan masakanku, kan?" Keyzan spontan memelankan suaranya, lalu tertawa saat Cayden juga tertawa, "Jangan ngadu ke Bi Zaima, ya. Bi Zaima juga lagi ngga enak badan, kayanya ketularan Mang Samir."

"Prasaan Bi Zaima yang duluan sakit, deh."

Keyzan mengangguk, "Iya, sih. Udah ke Dokter kemaren, kok."

"Ya udah, bilangin, kalo belum enakan, opname aja ngga papa."

Keyzan mengangguk lagi, lalu mengalihkan topik, "Kak, kita makannya nunggu Kak Jounta sama Kak Brazka pulang aja, ya."

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang