Bab Tigapuluh Empat

301 25 11
                                    


Cayden heran mendapati seisi rumahnya kosong melompong—seperti tidak ada tanda-tanda kehidupan. Kebetulan Samir dan Zaima ijin pulang ke desa karena ada sanak saudara mereka yang menikah. Alhasil, Cayden berlalu menuju kamar orang tuanya. Begitu menyembulkan kepala di pintu, ternyata Jounta dan Brazka sudah di sini, tanpa Keyzan. Violet duduk di atas ranjang, sedang diapit dua adiknya, tapi dia tahu ibunya sehabis menangis.

"Tumben pulang cepet, Den? Udah makan?"

Cayden akhirnya melangkah masuk, urung menimpali Violet, "Mama kenapa? Ini ngapain Jounta sama Brazka kok mukanya sepet?"

"Den, jawab dulu pertanyaan Mama, dong."

Alhasil, Cayden menghela napas sebentar, "Dosennya ada acara, Ma, dikasih tugas doang. Udah tadi makan bareng anak-anak."

Violet tersenyum, lantas menoleh ke Jounta dan Brazka yang duduk di masing-masing sisinya, serta merta dia mengusap kepala Brazka sekaligus mengelus tangan Jounta, "Kenapa, sih? Mama ngga papa, loh."

"Mana ada? Aku denger semaleman Mama nangis, kok," sahut Jounta.

"Iya. Aku juga denger, tau. Mama jujur aja, orang sama anak sendiri," tuntut Brazka.

Karena Violet sudah tersudut dan masih bungkam, Cayden mulai paham apa yang dikhawatirkan adik-adiknya, "Kenapa, Ma? Mumpung ngga ada Keyzan. Gara-gara Papa, ya?"

Semula Violet berusaha sebaik mungkin menahan air matanya, tapi saat Cayden menyebut Chris-seketika dia gagal. Selama ini, dia berupaya menyembunyikan kebusukan Chris demi menjaga imaji suaminya, demi melindungi keharmonisan rumah tangganya, dan demi tak membebani anak-anaknya. Tapi, apa? Dia justru tidak mampu melindungi harga dirinya sendiri. Sebagai seorang istri yang dikhianati sekaligus sebagai seorang ibu yang tegar, dia benar-benar sulit menyesuaikan dua peran itu di sini.

"Karena kalian adalah laki-laki, kalian tau apa tanggung jawab seorang laki-laki, 'kan?"

Ketiganya pun serempak mengangguk, kini hanya fokus ke Violet.

"Nah. Kalo kalian nikah nanti, terus punya istri dan punya anak, punya keluarga—kalian harus bisa menjaga, melindungi, dan menyayangi mereka dengan speenuh hati. Tulus. Ibaratnya, hidup kalian itu buat keluarga kalian."

Cayden memeriksa reaksi adik-adiknya, sehingga dia melirik Jounta dan Brazka yang hanya bisa mengerjap bingung.

"Jadi, saat kalian sudah di masa itu, Mama mohon jangan jadi seperti Papa. Ya?"

Tidak butuh waktu lama, Violet malah mengeraskan tangisnya, sedikit banyak juga jadi sisakan haru di batin Jounta dan Brazka.

"Emang Papa ngapain, Ma? Papa bikin salah yang fatal, ya?" Cayden mencecar, tapi Violet terus menggeleng hingga dia habis kesabaran, "Mama jangan nutupin. Kalo Papa ngga bener, ngga usah disembunyiin salahnya. Ngapain? Papa punya cewe lain selain Mama? Iya?!"

Bentakan Cayden memantul di ruangan ini, tercipta amarah yang dasarnya belum jelas, tapi dia sudah bisa menyimpulkan sendiri dari gelagat Violet. Maka, Jounta dan Brazka tidak berani menukar tatapan, mereka sama-sama memeluk Violet sekarang, entah berhasil atau gagal usaha mereka untuk meredakan tangis pilu ibunya.

"Beneran?"

Cayden seketika frustasi, ia memijit pelipis sambil mengitari kamar.

"Udah gila!"

Jounta dan Brazka sempat tersentak saat teriakan Cayden tiba-tiba membelah kesunyian.

"Mama kurang apa, sih? Mama kan—"

This is Home! [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang