Satu bulan sudah berlalu, sehingga banyak perubahan terjadi dalam keluarga Li. Cayden resmi pulang, Jounta berangsur lepas dari ketergantungannya, dan Brazka sedang mempersiapkan ujian kelulusan sambil dipantau psikiater. Wilman juga lebih sering menelepon cucu-cucunya, meski jarang berkunjung ke rumah mereka. Setidaknya, kelimanya masih bisa bertemu di luar. Sedangkan, Chris masih sibuk seperti biasa, tapi dia tetap memutar otak untuk mencari pengganti dirinya setelah pensiun nanti. Buat saat ini, dia tidak akan tergesa, dia biarkan semua berjalan sesuai alur dulu. Sementara Keyzan, dia masih mengabaikan pil-pil pahitnya, dia masih berbohong di depan ayah dan saudara-saudaranya. Padahal, dia mati-matian menahan nyeri dan sesak yang jadi sering kambuh sebulan ini.
Sekarang, mereka berkumpul di panti rehabiltasi, tepatnya di kamar Jounta. Ya, hari ini Jounta diperbolehkan pulang. Berdasarkan mental dan fisik yang sudah ditinjau sedemikian rupa, dia berakhir membaik. Mengingat dia hanya sempat mengonsumsi obat-obat terlarang itu sebentar, maka telah dipertimbangkan bila dia hampir sembuh. Tapi, tetap harus dalam pengawasan ketat.
Crystal juga hadir. Setiap hari dia selalu menantikan momen seperti ini dan akhirnya bisa terkabul sekarang, sehingga dia tak berhenti mengulas senyumannya.
"Udah siap semua, Ta?" tanya Cayden setelah melirik tas-tas Jounta.
Jounta pun mengangguk sambil melempar senyum untuk Crystal, "Kayaknya udah, Kak. Aku kan bawa baju sama barang dikit doang. Tadi dibantuin Crystal juga."
"Wah, Kakak yang gambar ini semua?" Brazka tiba-tiba terpukau pada sederet lukisan yang berjajar di dinding, lalu dia memuji, "Keren, tau. Cakep amat."
Jounta tergelak girang, bagaimanapun selama di sini dia jadi bisa mengakui dirinya sendiri; mengakui kemampuannya, mengakui bakatnya. Dan ekspresi kagum Brazka ini benar-benar jadi bukti bahwa dia bawa hasil selama tinggal di tempat ini. Namun, sebelum membalas Brazka, tatapannya malah teralih ke lengan-lengan yang tertutup kain sweater itu. Dia jadi mencelos seketika, teringat kembali dengan fakta anak seceria Brazka pernah hampir meregang nyawa.
"Kan Jounta emang jiwanya di seni," sindir Cayden secara tersirat.
Jounta sigap menemukan ekspresi masam Chris, yang berdiri di deret paling belakang sana, baru menyahut, "Yah, belom sempurna, sih. Tapi, makasih."
"Nanti Kakak buka studio tari sama galeri lukisan aja. Dipamerin gitu. Pasti keren." Brazka justru lebih antusias, lantas terkikik, "Jangan, deh. Nanti Kakak jadi sombong."
Kemudian, Jounta mencebik pada tuturan Brazka barusan, dan tersisa keheningan sebab obrolan sudah habis. Maka, Crystal duduk di sebelah Jounta, mensejajarinya yang menempati sisian ranjang.
"Kamu hebat, Ta. Makasih, ya, udah bertahan."
"Aku yang makasih," Jounta pun lekat-lekat memandang sepasang mata berair Crystal, baru beralih ke masing-masing mata Cayden, Brazka, dan Keyzan. "Makasih kalian nggak ninggalin aku. Makasih kalian masih mau nyemangatin aku. Aku janji, aku ngga bakal terpuruk gini lagi. Maaf. Maaf aku udah bikin khawatir."
"Intinya, manusia berhak berbuat salah, tapi dia juga berhak memperbaiki kesalahan itu."
Jounta setuju dengan ungkapan Crystal, begitu pula dengan saudara-saudaranya. Atmosfer ini cukup mengharukan bagi Chris, hingga dia harus memalingkan wajah untuk memusatkan atensi ke pemandangan di luar jendela kamar. Jounta tidak ingin memusingkan ayahnya, tapi dia sadar Keyzan belum mengatakan apa-apa sejak tadi.
"Key?"
Begitu Jounta memanggil namanya, Keyzan malah terperanjat. Ya, karena dari tadi dia hanya melamun.
"Mm, kalo Brazka lagi psikoterapi, kamu ikut nemenin juga?"
Jounta terpaksa basa-basi. Hampir saja dia menyinggung apa Keyzan tidak melewatkan obatnya, tapi dia ingat seberapa bencinya anak itu diingatkan hal-hal soal kesehatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
This is Home! [✓]
Fiksi RemajaKeluarga Li sudah tidak memiliki kehangatan seperti dulu. Semenjak istrinya meninggal dunia, Christophine Li atau biasa disapa Chris, tinggal dengan keempat anak laki-lakinya yang tampak seperti monster. Mereka selalu menganggapnya sebagai ayah yang...