27. Kenapa Harus Bohong?

274 36 4
                                    

Halo!!!

Aku update nih. Siapa yang nunggu cerita ini?

Jangan lupa vote dan komen ya!

Jangan lupa follow akun wattpadku.

Happy reading 💗💗



Happy reading 💗💗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

















Reynald masih terpaku melihat berita di TV tentang seorang ilmuwan biologi yang sudah berhasil membuat inovasi melalui bioteknologi modern. Ilmuwan itu diundang di sebuah acara talk show dengan MC terkenal. Wajah cantik sang ilmuwan terpampang jelas di layar meski sudah berumur 40 tahun lebih. Dari cara bicaranya menjelaskan inovasinya, ilmuwan itu terkesan sangat pintar. Beliau juga mampu menjawab pertanyaan dari MC dengan baik. Pokoknya dia sangat berwibawa dan memancarkan aura kecerdasan dari seorang wanita abad 21.

"Kenapa nggak lo temuin aja di Surabaya sana?" seru Dea yang tiba-tiba datang ke ruang tengah membawakan camilan dan teh hangat itu Reynald. Sebagai seorang anak ART, Dea cukup peka untuk membawakan cowok itu sesajen nonton TV.

"Kenapa harus gue yang nyariin dia? Kenapa nggak dia aja yang datengin gue?"

Dea nyengir kuda. "Lagi sibuk paling. Makanya beliau belum sempat datengin lo ke sini."

"Gue juga nggak mungkin ke Surabaya buat ketemu dia. Meski sebenarnya gue punya tabungan buat ke sana. By the way, makasih udah dibikinin teh."

Dea meletakkan cangkir teh di depan Reynald. "Lo masih bisa minum sendiri, kan?"

"Maksud lo?"

"Tangan lo masih digips gitu. Tadi pagi aja pakai kemeja seragam minta bantuan gue," balas Dea.

"Masih bisa kalau minum aja. Kan nggak pakai tangan kiri minumnya."

Dea terkekeh. Gadis itu duduk di karpet berbulu tepat di bawah Reynald. Mungkin dia akan menemani Reynald nonton TV sampai acara itu selesai. Satu-satunya teman Reynlad yang paling bisa mengerti dirinya hanya Dea. Beruntung sekali Reynald punya Dea yang bisa kapan pun dia jadikan tempat curhat.

"Kenapa duduk di bawah? Duduk aja di sofa sama gue!" tegur Reynald.

Dea lantas terkekeh. "Gue cukup tahu diri kalau posisi gue cuman babu. Jadi, gue duduk di bawah aja," tolak Dea tanpa basa-basi.

"Tapi gue nganggep lo lebih dari babu. Jadi, mending lo sekarang pindah ke sofa daripada gue pecat," titah Reynald tegas dan terkesan menuntut. Bahkan titah itu nyaris terdengar seperti ancaman.

"Anjay!" umpat Dea. Gadis itu langsung pindah ke sofa. Duduk di sebelah Reynald seperti ini memang bukan untuk pertama kalinya. Namun, dada Dea selalu bertalu-talu. Entah apa yang membuatnya seperti ini. Reynald seperti punya mesin pemacu detak jantung.

Extraordinary MendelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang