51. Arti Sebuah Kebebasan

239 25 9
                                    

Halo readers!!!

Aku update nih. Selamat tahun baru buat semuanya. 

Jangan lupa vote dan komen!



Jangan lupa follow aku ya!

Happy reading!!!

Hari ini Jesselyn banyak muncul di cerita lho.












Jesselyn hanya terdiam di saat mamanya menangis tanpa henti. Rumahnya sekarang mirip kapal pecah. Banyak hiasan keramik pecah. Barang-barang yang lain juga berceceran di lantai. Papanya juga sama saja suramnya. Memang papanya tidak sampai melempar barang apa pun. Hanya saja, wajah khawatir, putus asa dan bingung tidak bisa disembunyikan. Semua harapan yang mereka gantungkan di pundak Veronica kini pupus sudah.

"Udah, Ma. Jangan nangis terus," lirih Jesselyn karena tidak tega melihat mamanya begitu menyedihkan seperti ini. Meski dia kerap kali jengkel dengan sikap mamanya. Tapi, Jesselyn masih ingin menjadi anak yang baik.

"Kakakmu minggat. Gimana mama nggak nangis!" bentak Grace.

Jesselyn menghela napas jengah. Kalau saja Jesselyn punya nyali jadi anak durhaka seperti Veronica, mungkin Jesselyn membentak balik mamanya. Untung kesabaran Jesselyn belum mencapai klimaks.

"Nangis nggak bakal menyelesaikan masalah, Ma." Jesselyn menyodorkan tissue di depan Grace.

"Kamu nggak ngerti perasaan mama. Udah banyak yang mama korbanin untuk Vero biar dia bisa kuliah kedokteran di luar negeri. Mama dan Papa udah ngasih semuanya ke dia. Tapi, dia malah berhenti kuliah sebelum lulus. Dan sekarang nggak tahu rimbanya."

Jesselyn akhirnya menghapus sendiri air mata mamanya. Grace sempat menepis tangan Jesselyn di pipinya. Tapi, Jesselyn tetap memaksa menghapusnya. Tak peduli Grace jengkel padanya. Jesselyn masih punya rasa berbakti pada orang tuanya.

"Menurut kepolisian Inggris, Vero udah nggak di sana lagi. Dia pergi ke Ethiopia. Barusan papa dapat email."

"Ethiopia, Pa?" tanya Jesselyn.

"Iya. Data penerbangan Vero terakhir dari Inggris ke Ethiopia."

"Nggak mungkin. Itu kan negara rawan konflik. Ngapain juga Vero ke sana?" Grace kaget mendapati kabar keberadaan putri sulungnya.

"Tapi data penerbangan dia ke sana, Sayang. Pasti dia ke sana ada alasannya."

Grace tiba-tiba melempar tas mahalnya sembarangan. Isinya berceceran di lantai. Termasuk ponselnya yang sampai membentur kaki meja.

"Dasar anak durhaka. Kurang ajar kamu, Veronica!" umpat Grace masih belum bisa menerima kenyataan telah dikhianati oleh putri kesayangannya sendiri.

"Mama jangan asal ngumpatin Veronica. Dia yang udah susah payah membahagiakan Mama dan Papa selama ini. Dia udah jadi piala kebanggaan Mama dan Papa selama ini."

Extraordinary MendelianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang