"Yang mulia, kukira kita harus bicara."
Gerakan tangannya berhenti, Ais mendongak dari kumpulan dokumen yang tengah dia periksa. Seorang wanita muda berambut pink yang mendobrak masuk ke ruang kerja nya tanpa permisi. Langkah kakinya tegas, tidak berniat untuk melambat untuk sekedar menunjukan rasa sopan nya pada pemilik ruangan, dengan enteng nya memukul meja kerja itu dengan satu tangan.
"Nona, bukankah lebih sopan jika anda mengetuk pintu dulu?" Ais menatap balik wanita yang memakai seragam kesatria pihak keagamaan dengan wajah datar, dalam hati bersyukur pukulan nya tidak membuat lembaran dokumen itu jatuh ke lantai,"Saya tidak masalah tapi itu akan membuat pekerjaan prajurit saya menjadi rumit. Tolong sedikit belas kasih nya."
Wanita itu*—Rosary Dallet—* berdecak kecil melihat respon Ais yang tidak terganggu dengan perbuatannya. Bahkan masih menyempatkan diri untuk merapikan meja nya seolah tahu ini akan menjadi pembicaraan yang serius. Hal yang membuatnya semakin kesal,"Hoh... Jadi kamu bisa berkata soal belas kasih pada mereka yang bekerja dibawah mu tapi tidak dengan orang luar... Sejak kapan jadi bermuka dua seperti ini, Hm?"
"Saya tidak tahu apa yang Nona bicarakan." Ais merapikan tumpukan kertas dengan kedua tangannya, lalu menaruhnya di sisi meja yang sedikit lebih jauh dari tempat mereka berada.
"Tidak, kamu tahu persis." Rosary menangkap tangan Ais yang hendak memindahkan pena dan botol tinta, menatap orang didepannya dengan mata tajam, "Chelsea terus memaksakan dirinya akhir-akhir ini, dan itu karena mu bukan?"
Cengkeraman tangan Rosary menguat, biasanya cukup mengundang prajurit untuk bertindak. Tapi Ais tahu mengingat siapa yang melakukannya, dua prajurit malang itu harus berpikir tiga kali sebelum mencoba memisahkan mereka. Satu kesalahan, dan entah apa yang terjadi pada kerajaan ini.
Karena itu, Ais tetap diam. Menatap balik wajah Rosary tepat di mata dengan wajah tak berekspresi.
"Air... Kamu tidak seperti ini sebelumnya. Jadi lebih baik jelaskan dirimu padaku supaya—"
"Supaya apa? Saya tidak melakukan apapun. Jadi tidak ada yang perlu dijelaskan."Ais memotong tanpa ragu sambil menyentak tangan Rosary agar melepas cengkeraman nya. Mengusap sisa rasa sakit yang berada di tangannya, Ais menghela nafas pelan,"Dan apa yang Saintess lakukan, itu bukan urusan saya untuk peduli."
Rosary terperangah, tangannya dikepal perlahan sembari menatap orang didepannya dengan ekspresi rumit. Merasa asing dengan pemilik sepasang Manik hazel yang berani menatap nya dingin dan kepercayaan diri yang kuat, maupun cara bicaranya yang kasar terlepas kata yang digunakan sangat formal.
Namun ada satu hal yang lebih penting,
"Kamu mengakui nya ..." Rosary menegakkan tubuhnya kembali, menatap rendah sosok yang tengah duduk di kursi.
Kedua nya terdiam untuk alasan yang berbeda. Ais yang tidak berniat meladeni protes yang tunjukkan padanya dan Rosary yang berusaha untuk tetap berkepala dingin ditengah rasa amarahnya. Kedua bertatapan langsung, tidak ada yang berniat mundur.
"Jadi kamu benar-benar mengatakan nya?" Tanya Rosary dengan nada rendah. Manik biru pastel nya mengerut, bibirnya mengulum rapat, tampak enggan untuk mendengar jawabannya, "Bahwa dia tidak akan pernah bisa menanggung tugas nya sebagai Saintess?? Apa kamu gila?"
Dan sekali lagi, meja nya di pukul keras. Amarah mengumbar hebat dari wanita yang kini menunjuk muka Ais dengan jari telunjuk,
"Apa kamu tahu apa akibat ucapan mu itu? Selain merendahkan kemampuan Chelsea, kamu juga menyepelekan tugas Saintess. Apa isi otak mu saat menyamakan tugas suci ini dengan pekerjaan relawan sosial? Kau pikir mereka sama hanya karena kedua nya membantu masyarakat dengan suka rela?! Ini penghinaan, tidak hanya untuk Chelsea namun juga pihak keagamaan sendiri, kamu tahu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
The Lazy Prince's Thorny Road To Peacefull Life
Fantasy[On Going] Mantan pahlawan galaksi yang pemalas menjadi seorang pangeran? Apa gak apa-apa tuh? Seseorang yang terdidik untuk berdikari sejak dini, sekarang harus tahu caranya memakai kekuasaan nya dalam memerintah orang. Boboiboy Ais bin Amato kir...