00.11

802 118 9
                                    

Matahari sudah berada tepat di atas kepala, menandakan hari sudah siang dan banyak orang yang telah memulai aktifitas rutinnya.

Namun, tidak halnya dengan lelaki surai dwi warna itu.

Di sini dia berada. Di sebuah kamar asing yang tidak di ketahuinya. Kamar gelap gulita yang tidak mendapatkan pencahayaan sedikit pun.

Krietttt

Suara pintu terbuka dapat di dengar olehnya. Tanpa melihatnya pun dia tahu siapa yang membuka pintu itu.

Kuroo berjalan masuk dengan sebuah nampan berisi bubur dan juga segelas air putih.

Dia melangkah, mendekat ke arah Kenma yang tengah bersandar di ranjang kasur mereka. Menoleh ke sebelah kanan seolah enggan menatapnya.

"Makan dulu yuk, ini udah siang." Kuroo berucap sambil menaruh nampannya di meja nakas.

Dia memperhatikan kondisi Kenma yang sangat buruk itu. Mentalnya kembali terguncang akibat mengetahui fakta menyakitkan itu semalam.

Tidak hanya Kenma.

Kuroo pun sama.

Tetapi, saat ini Kuroo sudah menjadi kepala keluarga.

Dia harus tetap tegar dengan semua yang terjadi.

Anggap saja ini adalah cobaan dari Tuhan atas pernikahannya yang baru saja berusia satu hari lewat dua jam.

Kuroo berjalan kearah jendela membuka gordeng yang menghalangi cahaya yang masuk ke dalam kamar itu. Dia membuka jendela besar itu. Membiarkan pergantian udara terjadi di dalam kamar yang cukup besar itu.

Tidak ada protes atau bahkan tidak setujuan dari Kenma.

Dia masih terus terdiam, menatap kosong lemari berjarak beberapa langkah di hadapannya.

"Sayang...." Kuroo mendekat, memanggilnya dengan lembut. Mencoba untuk membujuknya agar mau mengisi perutnya itu.

"Makan dulu, ya?" Kuroo berkata sambil berdiri tepat di hadapan Kenma.

Kuroo menatap dalam manik kuning keemasan yang masih terlihat kosong itu. Seolah tidak tahu kelanjutan hidupnya akan seperti apa.

Kuroo mundur satu langkah, mencoba menjauh dari Kenma. Dia malah duduk di pinggir ranjang itu dan mengurungkan niatnya untuk menyuapi Kenma.

"Ken."

"Kamu tau, gak? Alasan aku bisa ngelewatin semua cobaan yang ada di hidup aku?"

Kenma tidak merespon, bahkan tidak melirik Kuroo yang berjarak sangat dekat dengannya.

"Itu karena ada kamu di samping aku." Kuroo berkata dengan suara lembutnya.

"Dan aku yakin, kali ini juga kita pasti bisa ngelewatin cobaan ini."

"Terlebih, sekarang kamu udah bener-bener bakalan selalu ada di samping aku, kan?"

"Jadi.... Ayo Ken, bangkit. Kasih tau ke dunia kalo kita bisa ngelewatin ini sama-sama." Kuroo menoleh menatap wajah Kenma yang masih menatap lurus dengan tatapan kosong.

"Maaf...." Kenma berkata lirih, dan dia menolehkan pandangannya. Membalas tatapan Kuroo dengan tatapan yang sama kosongnya seperti sebelumnya.

"Aku gak sekuat itu...."

Lagi, Kuroo merasakan dadanya yang begitu sesak ketika melihat Kenma yang seperti ini.

"Aku gak sekuat itu buat bangkit dan nerima semuanya..."

"Aku gak kayak kamu... Aku... Aku..."

"Aku kotor, aku hina. Manusia kotor dan hina kayak aku gak pantes buat bangkit lagi." suara lemah itu bergetar seolah tidak sanggup untuk melanjutkan perkataannya.

"Semua orang berhak bangkit, dan perlu aku kasih tau berapa kali kalo kamu itu gak kotor!" ucap Kuroo sambil menggerakkan tangannya untuk menyentuh wajah Kenma yang pucat itu.

Kenma menggeleng, menahan tangan Kuroo agar tidak menyentuh wajahnya. "Fakta kalo bayi ini bukan anak kamu udah ngebuktiin kalo aku kotor..."

"Jelas-jelas aku nikah sama kamu.."

"Aku ngucap sumpah setia sama kamu.."

"Aku cinta sama kamu..."

"Tapi bisa-bisanya anak yang aku kandung bukan anak kamu."

Suaranya bergetar, tatapan kosong itu kini bercampur dengan tatapan yang penuh rasa bersalah.

"Maaf.... Tapi bisa tolong tinggalin aku sendiri?" Kenma berkata sambil merubah posisinya menjadi tertidur. Menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

Kuroo tidak tahu harus berbuat apa. Dia hanya bisa mengangguk dan meninggalkan Kenma seorang diri di dalam kamar itu.

"Kalo butuh sesuatu bilang ke aku."

Lika-liku • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang