00.20

673 123 3
                                    

Kuroo berlari menyusuri lorong rumah sakit yang sedikit ramai itu dengan kecepatan tinggi. Bahkan dia tidak memperdulikan orang-orang yang di tabrak olehnya.

Pikirannya hanya satu saat ini.

Bagaimana keadaan Kenma?

Kuroo berhenti berlari ketika mendapati sebuah ruang rawat yang bertuliskan Kozume Kenma tanpa permisi dia segera membuka kasar pintu itu.

Nafasnya menderu tak beraturan, keringat bercucuran di seluruh tubuhnya. Beberapa bagian tubuhnya gemetar akibat mendapatkan telpon dari resepsionis hotel yang mengatakan bahwa Kenma mengalami kecelakaan.

Kuroo mengatur nafasnya yang terengah-engah itu. Dia menarik nafasnya dalam-dalam kemudian menghembuskannya, dia melakukannya berulang kali hingga akhirnya nafasnya kembali beraturan.

Kuroo melangkah pelan, mendekat ke ranjang Kenma. Di situ terdapat Kenma yang sedang terduduk sambil menatap lurus ke depan. Seolah tidak menyadari kehadiran Kuroo.

"Bagian mana yang terluka?" Kuroo bertanya sambil terus melangkah.

Kenma yang mendengar pertanyaan Kuroo sontak menolehkan wajahnya. Menatap Kuroo yang baru saja tiba di sana dengan tatapan kosong.

Kuroo yang menyaksikan itu sontak menghentikan langkahnya.

Wajah itu.

Ekspresi itu...

Kenapa?

Kenapa Kuroo harus menyaksikan ekspresi yang sama ketika Kenma berhubungan badan dengan alpha brengsek itu?

Kenapa? Kenapa ekspresi itu kembali terukir di wajah Kenma?

Wajahnya pucat, perban putih melilit di dahinya. Dan jangan lupakan, tatapan kosong, sedih, serta linglung bercampur jadi satu di netra kuning keemasan itu.

"Ken?" Kuroo memanggil Kenma dengan lembut.

Bibir mungil itu terbuka, seolah mencoba untuk berkata. Tetapi tidak ada kalimat yang keluar dari sana.

"Pelan-pelan, oke?" Kuroo mencoba menenangkan Kenma ketika menyaksikan suara Kenma yang tidak mau keluar dari kerongkongannya.

"Ku-roo...."

Kuroo mengangguk kemudian kembali melangkah.

"Aku.... Aku.... Aku ngebunuh anak kita..." suara parau itu terdengar jelas di ruangan bercat putih yang sepi itu.

Suara itu terdengar bergetar.

Bahkan terdengar sangat sedih dan menyakitkan.

Terlebih, Kenma mengatakannya dengan tatapan kosong dan ekspresi yang sangat merasa bersalah. Tangannya memegang perut ratanya yang masih tertutup baju itu. Meremas pelan baju rumah sakit yang dikenakannya, menyalurkan rasa bersalahnya lewat sana.

Kuroo berhenti melangkah mendengar itu.

Mulutnya terbuka kecil saking terkejutnya mendengar perkataan Kenma.

Dadanya berdebar hebat dan perlahan terasa sesak.

Hatinya teriris, kembali merasakan sakit yang bukan main.

Kuroo menggerakkan tangan kanannya untuk memegang dada kirinya yang terasa sesak dan sakit itu. Dia memukulnya beberapa kali seolah menyuruhnya tegar.

Kuroo adalah kepala keluarga saat ini.

Dia harus tetap tegar.

Kenma yang menyaksikan Kuroo memukul-mukul dadanya itu juga merasakan sakit yang sama seperti yang Kuroo rasakan.

Lika-liku • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang