00.48

452 59 5
                                    

"Kuroo sudah tiada."

"Tim sar sudah mencari selama 3 minggu dan hasilnya nihil."

"Itu sudah cukup membuktikan bahwa dia sudah meninggal."

Tes

Air matanya menetes membasahi pipi tirusnya yang terlihat pucat akibat mendengar perkataan Yaku.

Perlahan tubuhnya merosot ke lantai sehingga membuatnya terduduk di lantai dengan lemas. Kepalanya terasa pusing bukan main akibat mendengar hal itu. Perutnya mual. Seperti ingin memuntahkan sesuatu.

Dan air mata tak berhenti mengalir dari mata dengan tatapan kosong itu.

"T-tidak!! Tidak!!"

Kenma berkata sambil menutup wajahnya yang menangis. Mencoba menyembunyikannya dari beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu.

"KAU BOHONG. KAN?! KUROO TIDAK MUNGKIN MATI!!" Kenma berteriak dengan suara seraknya.

Yaku yang mendengar itu menatapnya sendu. Yaku tidak berbohong. Benar-benar tidak berbohong.

Dia mendapatkan informasi ini dari tim sar yang di sewanya. Mereka menyerah karena tak kunjung menemukan Kuroo selama 3 minggu penuh.

Bahkan seharusnya, jika orang itu tidak bisa di temukan dalam jangka waktu 1 minggu. Itu sudah di anggap mati. Tetapi, Yaku menolak fakta bahwa Kuroo telah mati. Dan dia menyewa tim sar itu untuk terus mencari hingga kemarin.

Dan kemarin mereka mengatakan bahwa kemungkinan besar.

Kuroo menjadi salah satu korban jiwa pada kecelakaan pesawat tersebut.

Kenma menyingkirkan telapak tangan dari wajahnya. Dia memaksa kakinya yang mati rasa itu untuk berdiri dan berjalan ke arah Yaku yang tengah terduduk sambil menatapnya sendu.

"TEPATI JANJIMU YAKU! KAMU BILANG KAMU BAKALAN NEMUIN TETSUROU!!" teriak Kenma.

"AYO YAKU TEPATI JANJI KAMU! AKU TAHU KAMU BUKAN ORANG YANG SUKA INGKAR JANJI, KAN?! IYA, KAN?!"

"YAKU.... Aku-aku... Aku mohon.... Tetsurou..."

"Kenma, aku memang bukan orang yang suka mengingkari janji."

Yaku bangkit kemudian membungkukkan badannya 90°. "Untuk kali ini... Maaf, aku tidak bisa menepatinya."

Kenma menggelengkan kepalanya mendengar itu. Air matanya makin keluar dengan deras mendengar itu.

Tidak.

Tidak.

Ini tidak boleh terjadi.

Kenma tidak boleh kehilangan Kuroo seperti dia kehilangan Ryo.

Kenma tidak mau.

Kenma butuh Kuroo.

Kenma ingin Kuroo ada di sampingnya.

Lagi pula Kuroo juga sudah berjanji untuk sehidup semati bersamanya, kan? Kuroo pasti akan menepati itu! Kenma yakin!

Lagi pula Kuroo juga pasti ingin melihat anaknya lahir ke dunia ini, kan?

Iya, kan?

Betul seperti itu, kan Kuroo?

Kuroo?

Kuroo?

Kuroo?

"Maaf, tetapi Kuroo sudah tiada, Kenma."

Deg

Penglihatannya perlahan mulai menggelap tepat ketika Yaku berkata seperti itu. Kepalanya seakan terus pecah karena berusaha menyangkal semua yang Yaku katakan. Dia merasakan kakinya yang mulai lemas dan sudah tidak kuat menopang tubuhnya lagi sehingga membuatnya seperti terhuyung ke belakang.

Kenma sudah tidak tahu lagi apa yang terjadi padanya. Pemandangan terakhir yang dia lihat adalah Akaashi, Lev dan juga Yaku sedang mengerubunginya dengan wajah yang panik.

Sama seperti halnya ketika orang-orang mengerubunginya di Nagasaki.

•••••

Ceklek

Akaashi menoleh ketika mendengar suara pintu ruangan yang terbuka itu. Di dapatinya Lev dan juga Yaku yang berjalan masuk. Mendekat kearah ranjang di mana Kenma berbaring lemah di sana.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Lev sambil menatap sendu Kenma.

Akaashi beralih menatap Kenma yang terpejam lemah itu. "Sedikit buruk, dokter bilang dia kekurangan nutrisi dan gizi. Serta terlalu banyak pikiran."

"Jika seperti ini, bayinya akan kenapa-kenapa."

Yaku meringis mendengar itu.

"Akaashi-san, apakah Kenma-san belakangan ini makan dengan teratur?" tanya Lev.

Akaashi menggeleng. "Tidak, dia hanya makan beberapa suap saja dalam sehari. Itu pun karena aku memaksanya."

"Pantas...." lirihnya.

Yaku memijat pelepisnya yang terasa pening. Sial, Yaku benar-benar merasa bersalah saat ini.

Lev yang menyaksikan kekasihnya yang kepusingan itu segera mengusap pelan surainya. "Tenang saja, ini bukan salahmu."

Mendengar itu membuat Yaku tersenyum dan mengangguk kecil.

"Aku lapar, apakah kita bia membeli sesuatu di sini?" tanya Lev.

Akaashi mengangguk. "Ke kantin saja."

Lev mengangguk mendengar itu kemudian dia dan Yaku segera berpamitan dan pergi dari sana.

Drtt drtt

Akaashi yang mendapat panggilan suara langsung mengangkatnya. Ternyata itu panggilan dari suaminya, Bokuto. Dia segera keluar dari kamar inap Kenma agar tidak mengganggunya.

Kamar bercat putih itu kini sangat hening dan sepi. Hanya ada Kenma yang masih berbaring lemah di sana.

Tak lama kelopak matanya terbuka. Dia menoleh ke sekitarnya dan air mata kembali membasahi pipinya.

Kenma menggigit bibir bawahnya agar suara tangisnya tidak terdengar oleh siapapun. Dia mengusap perutnya itu. Mencoba memastikan apakah anaknya masih ada di sana atau tidak.

Dan syukurnya masih.

"Maaf.... Maaf.... Maaf..." lirihnya di sela-sela tangisannya.

Biasanya, jika ia menangis akan ada Kuroo yang menenangkannya.

Tetapi, kali ini tidak.

Dia menangis seorang diri.

Tidak ada yang memeluk dan menenangkannya.

Kenma hancur.

Benar-benar hancur.

Tapi dia harus kuat, demi anak yang ada dalam kandungannya saat ini.

Lika-liku • Kuroken[✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang