I'm happy if you willing to leave a vote or a comment on this chapter :)
Happy reading!!
Suara Chris Martin mengalun merdu dari pemutar vinyl di rumah Maudy pagi hari ini. Kedua orang tuanya sudah berangkat kerja sejak tiga jam yang lalu, kini hanya ada dirinya sendiri saja di rumah. Hari ini Fathan dan Wendy berencana untuk datang berkunjung, mengingat sejak hari minggu kemarin Maudy belum bertemu dengan mereka lagi. Potongan buah selalu menjadi favorit Maudy untuk camilan, begitu pula hari ini. Mangga miyazaki yang dibawa oleh keluarga Yuta ketika berkunjung hari Senin kemarin menjadi pilihan Maudy. Sesaat setelah selesai memotong buah tersebut, interkom yang terletak di pintu masuk berbunyi. Maudy melangkahkan kakinya dari dapur dan mendekat ke arah sumber bunyi tersebut untuk melihat siapa yang datang. Fathan dan Wendy yang tampak pada layar interkom membuat Maudy langsung membuka kunci gerbang rumahnya agar mereka bisa segera masuk.
Maudy membuka pintu rumahnya untuk menyambut mereka kemudian berdiri di ambang pintu sembari memperhatikan Fathan yang tengah memarkir mobilnya. "Biasa juga langsung masuk, tumben banget pencet bel dulu."
"Takut keypass nya di ganti, udah setahun kan enggak kesini."
Benar. Tidak hanya Maudy yang sudah satu tahun tidak pulang ke Jepang, tetapi juga Fathan. Semenjak merantau di Singapura, Maudy dan Fathan selalu pulang di waktu yang bersamaan. Hal itu pun terus berlaku hingga mereka kini telah bekerja. Hanya jadwalnya saja yang berubah, semula setiap libur semester, kini hanya setiap bulan Oktober—bertepatan dengan balapan MotoGP yang diselenggarakan di Jepang—atau Desember, ketika akhir tahun.
"Enggak diganti kok."
"Oke, lain kali langsung masuk aja."
Wendy yang berdiri di sebelah Fathan mendadak canggung. Ini kali pertama Wendy mengunjungi rumah Maudy di Tokyo. Dirinya memang cukup dekat dengan Maudy, tetapi hubungannya yang baru berjalan dua tahun dengan Fathan serta belum genap lima tahun mengenal Maudy, membuat Wendy seketika tidak mengetahui apa-apa tentang kehidupan Maudy dan Fathan selama di Jepang. Terlebih lagi, ini baru kunjungan keduanya ke Jepang. "Fathan sering banget ke rumah kamu Mod?"
"Oh jangan ditanya, setiap pulang sekolah dia pasti mampir kesini dulu. Padahal rumahnya tuh enggak jauh dari sini, cuma beda berapa blok aja."
Semasa sekolah, rumah Fathan dan Maudy memang berada di kawasan yang sama, hanya saja ketika adik Fathan—Allisya—diterima untuk berkuliah di Osaka dua tahun yang lalu, maka kedua orang tua Fathan memutuskan untuk pindah ke Osaka juga.
"Eh itu juga buat nemenin kamu. Tante Sarah sama Om Ginardi khawatir kamu sendirian di rumah."
"Iya, iya, makasih loh udah bersedia nemenin. Termasuk hari Sabtu dan Minggu sekalipun Mami sama Papi ada di rumah."
Fathan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya, rumah kamu memang se-nyaman itu buat dipakai main dan nongkrong sih."
Maudy bertepuk tangan. "Akhirnya orang ini ngaku juga! Udah dua puluh tahun lebih enggak mau ngaku."
Wendy tertawa mendengar percakapan antara Maudy dan Fathan. Selalu seperti itu. Lima tahun mengenal keduanya, membuat Wendy paham dengan sifat keduanya yang sama-sama tidak ingin mengalah dan memiliki gengsi yang tinggi, termasuk senang meributkan hal sepele. Wendy tentu tidak perlu memusingkannya, karena dia tahu jika tidak ada maksud yang benar-benar serius dari perkataan mereka itu, hanya sebuah candaan dan godaan semata saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Logika & Rasa
Romanzi rosa / ChickLitIni cerita tentang Maudy yang bertemu dengan seorang laki-laki di waktu yang tidak tepat. Laki-laki yang memiliki kehidupan berbeda dengan dirinya, tetapi mampu memberikan apa yang selama ini Maudy inginkan. Laki-laki yang membuat Maudy merasakan ke...