| bab 41 |

15 1 0
                                    

Happy reading!!!


Malam ini suhu udara di Canyon Point, Amerika Barat Daya, lebih dingin dari malam sebelumnya. Sumber kehangatan yang hanya berasal dari api unggun, belum mampu menaikan suhu udara di sekitar tempat Maudy dan Yuta berdiam dengan signifikan. Tetapi setidaknya hangatnya teh kristiantimum mampu memberikan sedikit kehangatan kepada tubuh mereka.

Seharusnya Maudy menyetujui ajakan Austin dan Joanna—iya hubungan mereka yang sempat kandas kini sudah terjalin lagi—untuk berkeliling hotel, selain untuk melihat suasana hotel di malam hari juga untuk menghangatkan badan. Bergerak tentu akan membuat badan yang kedinginan akan sedikit lebih menghangat bukan? Tetapi kesempatan itu Maudy lepas, karena dirinya butuh waktu hanya berdua saja dengan Yuta. Sejak dua hari yang lalu mereka tiba di penginapan, Maudy belum memiliki waktu berdua saja dengan Yuta. Maudy tidak bisa lagi menunda waktu untuk membuat pengakuan, sebab setelah libur awal tahun ini selesai, Yuta akan kembali disibukkan dengan pekerjaannya, bertemu dengan sponsor, melakukan pemotretan dan serangkaian wawancara, berlatih fisik, hingga melakukan tes pramusim.

Sejak hanya berdua saja dengan Yuta di teras kamar tempat mereka menginap, Maudy tidak berani menatap kedua mata Yuta secara langsung. Pertahan dirinya seakan dapat hancur begitu saja hanya dengan melihat mata teduh milik Yuta. Bahkan ketika Yuta mengajaknya berbicara sekalipun, Maudy mengalihkan pandangannya ke arah lain, padahal itu sama sekali bukan Maudy yang biasanya. Hal itu tentu ditangkap dengan jelas oleh Yuta.

"Ada apa dengamu? Setiap kali aku ajak berbicara, selalu melihat ke arah lain. Ada masalah? Mau berbagi?"

Lihat, bagaimana Yuta memperhatikannya, bagaimana Yuta selalu berusaha membuatnya nyaman dengan bertanya atau meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Bagaimana bisa kamu Mod, mengkhianati orang sebaik Yuta?!

Maudy berusaha mengendalikan pikiran dan perasaannya. Maudy ingin mengakui pengkhianatan yang dilakukan secara baik-baik, tidak dengan menyalahkan orang lain apalagi membenarkan perbuatan yang dilakukannya. Maudy tidak ingin itu. "Aku.. "

Yuta menatap Maudy dengan sangat lembut, menanti kata-kata yang akan keluar dari mulut Maudy dengan begitu sabar. Biasanya Maudy akan senang jika ditatap seperti itu oleh Yuta, rasanya seperti benar-benar diperhatikan, seperti dunia Yuta benar-benar berpusat kepada dirinya. Tetapi tatapan Yuta yang seperti itu di malam hari ini hanya semakin menambah rasa bersalah di dalam diri Maudy.

"Aku minta maaf." Ketika kalimat itu meluncur dari mulut Maudy, kegugupan begitu keras menyelimutinya. Hawa di sekitar mendadak menjadi panas dan tangannya pun bahkan berkeringat. Maudy kira dia tidak akan merasakan kegugupan yang sehebat ini, tetapi ternyata dirinya salah.

Yuta mengernyit heran mendengar perkataan maaf yang tiba-tiba dari Maudy. Apa maksudnya? Seingat Yuta hubungan mereka sedang baik-baik saja. Komunikasi di antara mereka selama ini pun lancar-lancar saja. Mengapa Maudy tiba-tiba meminta maaf? "Untuk?"

"Untuk aku yang sudah membohongi dan mengkhianati kamu." Rasanya ketika kalimat pengakuan itu meluncur dari mulutnya, Maudy lega luar biasa. Beban berat yang selama ini mengikutinya terlepas begitu saja. Hati dan pikirannya terasa begitu ringan. Tetapi itu tidak berlangsung lama, sebab Maudy menangkap perubahan air muka Yuta yang menjadi keruh.

"Tunggu. Apa maksudmu?"

Maudy menarik napas panjang, bersiap dengan segala reaksi yang Yuta akan berikan nantinya. "Aku sudah mengkhianati kamu. Aku pernah bermain dengan laki-laki lain di belakang kamu."

Yuta terdiam. Terpaku. Tidak mampu berkata-kata. Lidahnya kelu. Pikirannya masih berusaha mencerna. Pendengarannya masih berusaha memastikan bahwa apa yang didengarnya tidak salah. Maudy mengkhianatinya? Hah, rasanya tidak mungkin.

Logika & RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang