| bab 39 |

12 1 0
                                    


Happy reading!!


Jari jemari Aksa tidak berhenti bergerak mengitari mulut cangkir kopinya. Matanya menatap tajam kepada cairan berwarna hitam yang berasa pahit itu. Kopi sekalipun pahit tetap enak dinikmati, tetapi jika perasaannya yang pahit sangat tidak enak untuk dinikmati. Terlebih jika diri kita sendiri lah yang memulai kepahitan itu.

Aksa menatap penuh bersalah kepada Hannah. Melihat perempuan yang satu setengah tahun ini berstatus sebagai kekasihnya menitikan air mata sungguh membuat dadanya sesak. Serasa ada rantai yang membelenggu di dadanya. Perempuan yang pernah dia berikan janji pasti untuk ke pelaminan. Janji yang kini hanya tinggal kata saja, sebab dirinya sendiri lah yang menghancurkan janji yang pernah diucapkannya itu. "Aku minta maaf."

Kilat mata kecewa yang disorotkan oleh Hannah benar-benar menyayat hati Aksa. Rasanya Aksa tidak sanggup untuk melanjutkan perkataannya, karena kata apapun yang keluar dari mulutnya tidak akan menghilangkan kekecewaan di dalam diri Hannah. Aksa memang tidak akan memberikan pembelaan sedikit pun, hanya saja jika Hannah mendengar penjelasan yang sesungguhnya, Aksa tidak siap untuk melihat kekecewaan itu semakin dalam. Tetapi jika Aksa tidak memberikan penjelasan apapun dan hanya mengakui saja, itu sama saja dengan Aksa tidak mengakui kesalahannya.

"Aku tahu, kamu bilang begitu karena kamu udah tahu apa yang udah aku lakukan di belakang kamu. Aku mengaku salah. Aku udah bohong dan khianatin kamu. Aku minta maaf."

Aksa menatap Hannah lekat-lekat, memperhatikan perubahan ekspresi Hannah yang ternyata tidak berubah sedikit pun. Kekecewaan tetap terpancar, hanya saja semakin menguat.

"Siapa perempuan itu?" suara Hannah yang semakin terdengar bergetar ketika bertanya itu sukses membuat hati Aksa semakin sakit. Aksa tidak sanggup untuk mengucapkan nama perempuan yang sudah membuat dirinya berpaling dari Hannah, terlebih perempuan itu adalah sepupu Hannah sendiri. Aksa yakin jika sakit dan kecewa yang Hannah rasakan tidak akan terkira.

"Maudy." berat bagi Aksa untuk mengucapkan nama itu. Selain karena janji yang pernah diucapkannya kepada Maudy untuk tidak mengungkap hubungan mereka kepada Hannah, juga karena Aksa tidak kuasa membayangkan akan seperti apakah hubungan antara Maudy dan Hannah nantinya setelah pengkhianatan ini diketahui oleh Hannah.

Aksa terdiam menjeda perkataan sejenak untuk melihat perubahan air muka Hannah. Raut terkejut tercetak jelas, tetapi tidak sejelas ketika Aksa mengaku jika dia telah mengkhianati Hannah beberapa saat lalu. Aksa menduga, jika Hannah tidak hanya mengetahui bahwa Aksa sudah berkhianat saja, tetapi juga sudah mengetahui dengan siapa Aksa berkhianat. Pertemuan mereka hari ini mungkin memang sudah dirancang oleh Hannah agar kebenaran terungkap. Aksa tidak bisa mundur. Dia sudah berjanji untuk mengatakan kebenarannya. Biarlah janji yang Aksa ucapkan kepada Maudy tidak dia tepati, saat ini perasaan Hannah jauh lebib penting.

"Sejak kamu pertama kali kenalin aku sama Maudy, aku langsung suka sama dia. Awalnya bukan suka dalam bentuk perasaan sayang, tapi lebih ke kagum dan tertarik aja. Setelah itu, aku selalu penasaran dengan kehidupan Maudy. Aku lihat aktivitas dia di instagramnya atau di instagram Fathan. Sampai akhirnya, sewaktu tahu dia lagi Doha, aku modus ke dia, minta tolong untuk beliin cokelat susu unta—yang pernah aku cerita ke kamu. Setelahnya seperti yang kamu tahu, kami pergi ke konser yang sama, ketemuan, terus nginep di apartemen Fathan.

"Selama di Singapura itu aku bisa lebih mengenal Maudy. Aku suka ngobrol sama dia dan habisin waktu sama dia. Rasanya menyenangkan. Saat itu aku tahu, kalau yang aku lakukan itu salah. Secara enggak langsung aku udah khianatin kamu karena senang menghabiskan waktu dengan perempuan lain. Tapi aku enggak bisa berhenti Nah. Apalagi setelah tahu kalau kami lagi nonton series dengan judul yang sama. Series yang pernah aku obrolin ke kamu, tapi kamu enggak terlalu responsif. Jujur, saat itu aku kesal. Karena setiap kali kamu cerita hal yang kamu sukai, aku selalu meresponnya dengan sebaik mungkin. Tapi kamu enggak pernah merespon aku dengan se-baik itu. Kamu akan selalu mencari cara untuk mengakhiri pembicaraan tentang hal yang aku sukai. Jadi, ketika ketemu Maudy yang menyukai hal-hal yang sama seperti yang aku suka dan senang membahasnya, aku menemukan hal yang baru dan itu sangat menyenangkan. Tapi soal itu, aku enggak bermaksud menyalahkan kamu. Aku yang jauh lebih salah disini. Kalau aku dapat lebih mengendalikan diri aku, nafsu aku, mungkin aku enggak akan melanjutkan percakapan yang menyenangkan itu dengan Maudy.

Logika & RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang