Happy reading!
Seminggu berlalu sejak pembicaraan Maudy dan Yuta di restoran teppanyaki itu. Berarti sudah seminggu pula sejak Maudy mendengar keputusan yang diberikan Yuta untuk kelanjutan hubungan mereka. Maudy masih tidak percaya dengan keputusan yang diambil Yuta. Rasanya masih seperti mimpi, terlalu tidak nyata. Namun jika itu tidak nyata, maka tidak mungkin hari ini Maudy keluar dari ruang Ginardi di gedung fakultas kedokteran dengan perasaan campur aduk, antara senang sekaligus sedih.
Maudy ingat, ketika pagi tadi dia membawa langkahnya menuju gedung fakultas untuk menemui beberapa Profesor—termasuk Ginardi—Maudy merasakan langkah yang cukup berat. Maudy takut akan penyesalan yang sangat mungkin akan datang. Termasuk Maudy juga takut akan terus menerus mempertanyakan kepada diri sendiri apakah keputusan yang diambilnya ini sudah tepat atau tidak. Sayangnya ke khawatirannya itu ternyata benar. Baru beberapa langkah meninggalkan ruangan Ginardi, Maudy mulai merasakan penyelesalan. Maudy mulai mempertanyakan apakah keputusan yang diambilnya ini benar tepat atau tidak. Rasanya sebagian besar diri Maudy masih belum rela jika dirinya mengambil keputusan yang seperti itu.
Maudy masih bergelut dengan pemikirannya tentang keputusan yang baru saja diambilnya ketika mendengar sebuah suara yang akrab di telinganya. Sebuah suara yang sudah lama tidak Maudy dengar, tetapi masih dapat Maudy ingat dengan jelas siapa pemiliknya.
"Maudy?"
Mengapa dari sekian banyak tempat di dunia, dari sekian banyak kesempatan yang ada, Maudy harus bertemu dengan Aksa di gerbang utama universitas dan di tengah kegundahan yang tengah melandanya. "Mas Aksa?"
Aksa tidak dapat menahan senyum lebarnya ketika mendapati Maudy yang kini nyata berdiri di depannya, termasuk ketika mendengar suara lembut Maudy mengalun menyebut namanya. Bertemu dengan Maudy di tempat yang sangat jauh dari Kota Bandung atau Singapura sekalipun, tidak pernah masuk dalam pikiran terliar Aksa. Rasanya seperti semesta membawa Aksa kepada takdir yang selama ini dia rindukan untuk hadir, yaitu dipertemukan kembali dengan Maudy yang sampai hari ini masih teramat Aksa rindukan dan masih menjadi penguasa terbesar di dalam hatinya.
"Kok disini? Gimana bisa?"
Pertanyaan itu terlalu wajar untuk Maudy tanyakan kepada Aksa. Maudy tahu jika universitas ini adalah tempat umum. Siapa saja berhak untuk menempuh ilmu disini, bekerja, atau sekedar berkunjung untuk berfoto. Tetapi mengapa dari sekian banyak universitas ternama di kota Tokyo, Aksa berada disini, di kampus tempat Ginardi mengajar.
"Kamu sendiri?" Aksa belum mau menjawab pertanyaan Maudy, sebab bukan tidak mungkin ketika Aksa sudah menjawabnya, maka Maudy akan mengkahiri pembicaraan mereka dan Aksa kehilangan kesempatan untuk dapat lebih lama bersama dengan Maudy. Jujur, banyak sekali hal yang ingin Aksa bicarakan dengan Maudy.
Maudy menolak untuk menjawab. Jika Aksa memilih untuk tidak memberitahukan alasan keberadaannya di universitas ini, maka Maudy pun demikian. Lagipula, tidak penting bagi Maudy untuk mengetahui alasan keberadaan Aksa di universitas ini. Mereka sedang tidak berada di dalam kapasitas untuk mengetahui urusan masing-masing. Harusnya Maudy dapat lebih menahan diri untuk tidak bertanya.
Merasa tidak memiliki kepentingan untuk lebih lama berada di tempat yang sama dengan Aksa dan sudah memiliki janji temu dengan orang lain, Maudy memutuskan untuk kembali melanjutkan langkahnya tanpa sedikit pun terdistraksi oleh keberadaan Aksa yang sejak tadi bertukar pandang belum melepaskan pandangannya sedikit pun dari Maudy. Dan baru beberapa langkah Maudy melangkahkan kakinya, suara Aksa kembali terdengar. Kali ini melemparkan perkataan yang sungguh tidak Maudy duga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Logika & Rasa
Genç Kız EdebiyatıIni cerita tentang Maudy yang bertemu dengan seorang laki-laki di waktu yang tidak tepat. Laki-laki yang memiliki kehidupan berbeda dengan dirinya, tetapi mampu memberikan apa yang selama ini Maudy inginkan. Laki-laki yang membuat Maudy merasakan ke...