| bab 33 |

12 1 0
                                    

Happy reading!!!

Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta tetap hidup sekalipun waktu sudah mendekati tengah malam. Orang-orang berlalu lalang bergegas baik di pintu kedatangan ataupun pintu keberangkatan, menyosong tempat tujuan yang akan dituju. Begitu juga dengan Maudy dan Fathan yang malam hari ini akan bertolak kembali ke Singapura. Iya, Maudy memilih untuk ke Singapura terlebih dahulu sebelum hari Rabu besok bertolak ke Sepang, Malaysia untuk menemani Yuta membalap—sebab saat ini Yuta masih berada di Australia, Selasa besok baru akan terbang ke Malaysia.

Sejak tiba di lounge maskapai penerbangan milik negara sepuluh menit yang lalu itu, Maudy dan Fathan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Maudy yang sibuk berpikir hingga krim sup yang diambilnya sudah tidak lagi mengeluarkan kepul asap dan Fathan yang sibuk bermain gim di ponselnya. Sejujurnya ada yang hendak Maudy ceritakan kepada Fathan hanya saja Maudy tidak kunjung menemukan padanan kata yang tepat, padahal sudah sejak perjalanan ke Bandara tadi Maudy memikirkannya. "Kemarin aku ngobrol berdua sama Mas Aksa." Akhrinya kalimat itu saja yang Maudy ucapkan.

Fathan yang sedang fokus kepada layar ponselnya, terdistraksi seketika. Pandangannya mengarah kepada Maudy meminta penjelasan lebih lanjut.

"Waktu aku ambil dimsum kemarin, Mas Aksa samperin, terus kami ngobrol. Lebih tepatnya Mas Aksa ajak ngobrol."

"Ngobrolin apa?"

Maudy mengedikan bahu. "Awalnya klasik, kasih selamat atas lamaran aku sama Yuta. Tapi habis itu dia malah bahas soal aku yang ternyata udah punya pacar waktu dekat sama dia dan soal kedekatan kami yang buat Mas Aksa bukan sebuah kesalahan."

Fathan mendesis. "Ternyata Mas Aksa berengsek ya! I mean kalau dia enggak berengsek, dia enggak akan bilang kalau kedekatan kalian dulu bukanlah sebuah kesalahan. Dia beneran suka sama kamu dan pengen dapatin kamu ya?"

Maudy mengangguk. Bukannya terlalu percaya diri, tetapi ketika berbicara dengan Aksa kemarin, Maudy dapat menangkap sirat ambisi besar yang Aksa miliki untuk mendapatkan dirinya. Tatapan memujanya yang tidak terlepas sedikit pun dari dirinya membuat Maudy mampu menyimpulkan jika Aksa memang memiliki perasaan spesial yang besar terhadap dirinya. Raut sedih dari wajahnya bahkan—ketika mengucapkan selama atas lamaran yang diterimanya—cukup mengonfirmasi Maudy kalau Aksa masih menaruh hati yang besar kepadanya. Pengakuan yang beberapa bulan yang lalu itu ternyata masih tetap berlaku hingga sekarang.

"Aku enggak peduli soal itu sih. Kalau Mas Aksa memang masih suka sama aku, ya silahkan, aku enggak bisa larang, it his right. Tapi hak aku juga untuk suka balik sama dia atau enggak. Hak aku juga untuk menerima rasa suka itu atau enggak."

"Semakin tahu berengseknya Mas Aksa, aku jadi enggak rela kalau sampai Teh Hannah jadi nikah sama Mas Aksa. Sikapnya aja keterlaluan gitu."

Maudy mengangguk setuju. Maudy kira Aksa akan menuruti keinginannya dulu, melupakan kedekatan mereka, melupakan rasa sayang yang sempat bersarang, dan kembali kepada Hannah seakan kedekatan mereka tidak pernah terjadi dan rasa itu tidak pernah ada. Namun yang terjadi saat ini malah Aksa yang tidak bisa melupakan kedekatan mereka, Aksa yang tidak bisa melupakan rasa yang dimilikinya, dan Aksa yang tidak bisa kembali lagi ke Hannah seperti dulu lagi.

"Aku pikir Mas Aksa akan cukup dewasa. Kalau memang dia enggak bisa melupakan kedekatan kami dulu, enggak bisa menghilangkan perasaannya ke aku, dia akan putusin Teh Hannah, tapi ternyata enggak. Aku memang minta Mas Aksa untuk kembali ke Teh Hannah, tapi enggak dengan situasi Mas Aksa yang kaya gini. Kalau situasinya kaya gini, ya lebih baik Masa Aksa putusin Teh Hannah aja."

"Kamu memang minta Mas Aksa untuk melakukan itu Mod, tapi kendalinya ada di Mas Aksa sepenuhnya sebetulnya."

Fathan benar. Berapa kalipun Maudy meminta Aksa untuk melupakan kedekatan mereka dan melupakan rasa suka yang ada, tidak akan pernah berhasil jika Aksa sendiri tidak berniat untuk melakukannya. "Aku jadi makin ngerasa bersalah ke Teh Hannah."

Logika & RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang