[Ezar Family] supporting husband

160 10 0
                                    

Joddy yang baru memejamkan matanya, harus kembali membuka matanya karena istrinya terus mencubit hidungnya. Walau sudah berusaha di abaikan, istrinya tetap melakukan nya.

"Kenapa?" Tanya Joddy menarik tubuh istrinya dalam pelukan.

"Kamu jadi ngambil proyek untuk perumahan baru yang kemarin?"

"Hmm ...
kenapa emang?"

"Ayo tinggal di sana terus ajak sepupu kamu juga"

"Ha?" Tangan panjang Joddy menggapai lampu tidur di samping kasur.

Joddy menghidupkan lampu tersebut dan kini wajah istrinya sangat jelas bisa dirinya lihat.

"Sayang, kamu salah makan?"

Wajah kesal istri Joddy sangat terlihat, tangan kecilnya langsung mencubit pipi Joddy. Walau tidak keras tapi lumayan untuk membuat Joddy mengeluarkan suara.

"Asha sama Baryu tetanggaan, Yoga sama Gallan juga, kamu ga mau tetanggaan sama Johan?"

Joddy berpikir sejenak, ia bukan tidak mau untuk menjadi tetangga sepupunya. Walau Johan adalah sepupu yang sedikit mengesalkan, akan menjadi seru juga jika mereka bisa hidup bertetangga. Tapi, Joddy tidak ingin mengusik kehidupan pribadi masing - masing.

Masalah uang tidak mungkin mengusik Johan, tapi keadaan keluarga mereka yang baru kehilangan bayi mereka tunggu membuat Joddy tidak mungkin menanyakan hal seperti ini sekarang.

"Aku tau maksud kamu baik, tapi... Kayaknya ga mungkin aku tanya soal begini sekarang, kamu tau sendiri, kan?"

Sang istri menyadarkan kepalanya ke dada Joddy dan memeluk tubuh Joddy dengan erat.

"Kemaren aku ketemu Yoland, dia makin kurusan, tapi dia tetep berusaha nunjukin dia gapapa. Semua itu yang buat aku makin khawatir, apalagi dia bukan orang yang bakal ngomong soal masalahnya."

Joddy mengusap rambut istrinya, ia paham istrinya bermaksud baik. Istrinya memang orang yang seperti itu, ia akan berusaha menjaga teman dan orang sekitarnya tanpa berpikir panjang terlebih dahulu.

"stigma negatif setiap kali kehilangan anak itu selalu jatuh pada pihak wanita, aku takut dengan sifat dia yang begitu bakal buat kondisi Yoland memburuk."

"Johan pasti ga bakal biarin istrinya menderita, jadi kamu tenang aja."

.
.
.

"Cerai?!!" Rubby langsung menutup mulutnya karena dia baru saja mengucapkan sesuatu hal kurang baik terlalu keras.

Orang orang di cafe sempat melirik ke arah mereka, Rubby segera berpindah posisi dari berhadapan menjadi bersebelahan dengan Yoland.

"Kenapa?!" Rubby langsung menggenggam tangan Yoland, memutuskan hal seperti itu pasti bukan hal mudah.

"Aku bukan istri yang baik."

"Apa maksud kamu... Itu ga bener."

"Engga, itu benar by."

"Siapa yang ngomong gitu? biar aku hajar dia!"

"Kamu akan menghajar ku?" Rubby terdiam, ia kemudian memeluk tubuh Yoland.

"Apa Johan menyakitimu? Jika iya katakan saja, aku akan memukulnya!"

"Johan ga pernah berbuat seperti itu, dia  pria yang terlalu baik buat aku"

"Kalau gitu, jangan lepaskan pria seperti itu dari hidup kamu." Rubby melepas pelukan nya dan kini menatap Yoland penuh harapan.

Yoland yang melihat mata Rubby sudah seperti akan menangis, menggenggam tangan Rubby. "Karena terlalu baik, aku rasa dia harus mendapatkan wanita yang sempurna."

"Kau juga wanita sempurna!" Yoland menggelengkan kepalanya seolah jawaban Rubby itu salah

"Johan menyukai anak kecil, ia juga pernah berkata ingin memiliki seorang putra atau putri yang ingin dia genggam tangan kecilnya. Jika bersama ku, dia tidak akan bisa mendapatkan hal itu."

"Tapi..."

"Aku ga punya temen deket, aku juga ga bisa ngomong hal ini sama keluarga. Karena itu, aku bicara hal seperti cuma sama kamu. Aku ngerasa bahwa kita teman baik. Aku minta, jadi pendengar aja buat kali ini karena aku lagi ga butuh saran, aku hanya ingin membagikan perasaan ku kali ini."

Rubby mengangguk, "baiklah, ceritakan semua yang menjadi beban mu, aku siap!" Rubby tersenyum, ia sebenarnya dapat merasakan betapa beratnya beban Yoland, tapi seperti yang temannya ini minta maka ia akan melakukan nya.

.
.
.

Joddy kini berhadapan dengan sang istri di meja makan. Melihat istrinya tidak bersemangat saat makan, itu sangat tidak biasa.

"Aku denger hari ini kamu ketemu istri Johan ?"

"Hmm" jawaban singkat istrinya membuat Joddy merasa bahwa pertemuannya kurang baik.

"Ah ... Soal obrolan kita semalam, aku memutuskan membeli 2 tempat yang bersebelahan, jika sewaktu waktu Johan ingin pindah, maka dia bisa menggunakannya"

"Benarkah?!" Wajah bahagia sang istri hanya bertahan beberapa detik saja, dan berubah kembali murung.

Joddy yang melihatnya langsung bangkit dari kursi nya, ia lalu duduk di sebelah sang istri. Joddy merentangkan tangan nya membuat sang istri bingung.

"Kamu perlu recharge, kemari," ujar Joddy masih merentangkan tangannya, walau awalnya ragu sang istri berdiri dari kursinya lalu ia duduk di paha Joddy.

Tangan besar Joddy langsung memeluk tubuh mungil istrinya. "Coba cerita, apa yang buat kamu jadi begini hm?"

"Hatiku menjadi sangat berat saat mendengar cerita Yoland, kamu tau ... aku pikir bakal terjadi perpisahan kalau dia terus berpikir kayak gitu."

"Kenapa?"

"Dia ... terus berpikir semua hal buruk itu terjadi karena dirinya, dia terus menyalahkan diri sendiri."

"Hmm, Apa aku perlu bicara sama Johan?"

"Jangan! itu rahasia."

"Mereka belum bicara?"

"Kayaknya belum."

"Kalau gitu, biarin waktu yang membawa hubungan mereka, kita cuma bisa berharap semua yang terbaik dan mendukung keputusan mereka."

"Gimana kalau mereka berpisah?"

"Hmm aku ragu."

"Kenapa?" Mata Joddy bertemu dengan mata istrinya.

"Aku kenal Johan sejak kecil dan aku tau dia begitu mencintai istrinya, aku yakin dia ga akan membiarkan itu terjadi. Johan memiliki sisi keras kepala yang kuat, tenang aja"

" Semoga."

Joddy mencium kening istrinya, ia lalu membelai rambut istrinya dengan lembut.

"Hari ini aku ketemu cewe cantik banget," goda Joddy pada istrinya untuk mengalihkan topik.

"Masa? Secantik apa?"

"Hmm ... kayak artis." Sang istri ingin tertawa dengan bualan suaminya itu.

"Kalau begitu, aku juga besok bertemu pria tampan."

"Acara syuting? katanya libur."

"Karena kamu m bilang ketemu cewe cantik, aku mau ketemu pria tampan yang seperti artis juga."

Joddy mencium bibir sang istri dengan lembut, ia merasa istrinya sangat menggemaskan saat ini.

"Gimana jika cewe ku maksud itu kamu?"

"Apa bapak Joddy ini sedang merayu?"

"Apa kamu merasa dirayu?" Melihat istrinya tersenyum Joddy juga tersenyum.

Wanita di hadapannya ini kadang lupa, dia itu rapuh tapi sangat suka menjadi sandaran orang lain. Walaupun tak bisa dipungkiri ia merasa beruntung memiliki wanita seperti dirinya. Joddy merasa tugasnya sebagai suami adalah men-support istrinya sebisa mungkin, menjadi tempat sandaran yang kuat untuk istri satu - satunya ini .

Short storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang