Masih dengan rambut berantakan dari bangun tidur, Ciko yang kini berusia 2.5 tahun menempel di gendongan sang ibu.
"Wah anak papah baru bangun? Lama banget bobo siangnya." Ciko terlihat tersenyum saat mendengar suara Joddy yang berada di sofa.
"Ih senyum, matanya ilang," ledek Joddy pada sang putra.
"Sama aja, kalian berdua," jawab Rubby pada sang suami yang kini tertawa dengan balasan istrinya. Joddy langsung berdiri dan menggendong Ciko, lalu memangku tubuh mungil Ciko.
"Ya gimana, mata kamu ga nurun." Joddy menutup mulut Ciko ketika menguap lebar.
"Mau coba lagi apa? Siapa tau mirip ke aku semua."
"Halah, ngomong doang."
Ketika kedua orang tuanya tertawa, Ciko kecil yang tak mengerti obralan dua orang dewasa ini hanya bisa melihat saja.
"Eh, by tolong ambilin sepatu basket aku dong."
"Loh katanya mau futsal Minggu ini?"
"Yang ngajak futsal dinas luar kota, yaudah basket aja."
Tanpa bertanya lagi, Rubby pergi mengambilkan sepatu untuk sang suami. Di sisi yang lain, Ciko yang nyawanya mulai terkumpul sempurna meminta turun.
"Mau ngapain?"
"Mamah!" Joddy melepaskan saja Ciko yang mengajar Rubby.
"By! Ciko nyusul!" teriak Joddy untuk mewanti-wanti sang istri.
.
.
.
"Kok bawa 2?" tanya Joddy bingung saat melihat 2 pasang sepatu basket kini ditenteng sang istri dengan kedua tangannya.
"Yah, liat aja sendiri." Tak lama Ciko kecil muncul sambil membawa bola basket kecil miliknya.
Joddy sudah tau mau kemana arahnya, sepertinya ia harus membawa buntut untuk hari ini.
"Patu," ucap Ciko meminta sang ibu agar memberikan sepatu kepadanya. Tentu saja kaki Ciko terlalu mungil untuk ukuran sepatu Joddy yang besar.
"Ayok!" ajak Ciko seolah dialah yang akan pergi untuk bermain basket.
Rubby hanya tersenyum saja melihat tingkat anaknya, begitupun Joddy yang tak jauh berbeda.
"Yaudah, aku pergi dulu," ucap Joddy sambil sedikit menunduk memberikan kecupan di bibir sang istri.
"PAPAHH!"
"Iya! Perasaan papah deh yang mau main basket," gerutu Joddy sambil menyusul bayi kecilnya yang lebih bersemangat.
.
.
.
Di lapangan terbuka sudah ada Johan yang sedang pemanasan dengan menembakan bola basket ke ring.
"Johan!" ucap Ciko tanpa embel-embel, itu semua karena belakangan ini Ciko menirukan ayahnya.
"Om Johan, masa Johan doang?" Ciko berhenti lalu melihat ayahnya. Ia memberikan bola basket kecil itu pada sang ayah.
Joddy menerima bola kecil itu, ia penasaran apa yang akan dilakukan Ciko. Dari kejauhan, Johan memperhatikan ke arah ayah serta anak ini.
Ciko melepas sepatunya lalu menentengnya. Jelas saja Johan tertawa dari kejauhan dengan ulah Ciko.
"JOHAANN!" teriak Ciko untuk menyapa Johan. Johan tertawa makin keras karena ulah satu bocah ini.
.
.
.
Sambil menunggu yang lain, Joddy mengajari Ciko untuk mendribble bola basket. Badan kecil Ciko jelas sedikit kesulitan dengan ukuran bola basket di tanganya.
"Cikoo!" Sapa Mariel yang digandeng oleh Baryu.
"Bukanya bawa anak sendiri malah bawa anak orang," ucap Joddy sambil mengusap rambut Mariel
"Anak sendiri lagi me time sama mamahnya, yaudah culik anak orang aja"
Ciko meninggalkan bola basketnya dan langsung memeluk Mariel. Tak lupa ia langsung mengajak Mariel untuk bermain bola basket dengannya.
"Kurang siapa?" tanya Baryu mulai melakukan peregangan badan.
"Gallan, tadi sih balesnya bisa." Joddy memantulkan bola basket kecil sang anak, sambil melirik pada Ciko yang tertawa saat bermain dengan Mariel.
"Tuh, yang di omongin dateng."
Baryu dan Joddy langsung melihat ke arah Gallan yang baru datang. Ia mengendong Juan dengan mata yang sembab.
"Habis gelut pasti?" ledek Joddy sambil mencolek pipi Juan, Gallan hanya mengangguk membenarkan.
"Kamu kalah ya?" Juan langsung menatap Joddy tak senang. Gallan yang tidak mau anaknya menangis memilih menjauh dan mendekat pada Mariel dan Ciko.
Joddy sedikit terkekeh, ia memang senang meledek anak-anak dari sahabatnya. Apalagi Julio.
"Bolanya mana?" tanya Baryu, dan Johan langsung menunjuk ke arah anak-anak.
"Lan! Bawa sekalian bolanya." ucap Joddy agar Gallan sekalian membawa bola di tangan anak anak agar mereka bisa segera bermain.
Masalah pun muncul. Ciko tidak mau memberikan bola besar itu pada Gallan, bahkan ayahnya sekalipun.
"Gamau!"
"Ih, itu kan bolanya om Johan."
"AAAAA!!!"
Teriakan Ciko membuat Joddy serta yang lain ini menyerah.
"Yaudah main pake bola ini aja apa?" usul Gallan sambil menunjukan bola basket kecil milik Ciko.
.
.
.
Suara teriakan Ciko terdengar oleh orang-orang di lapangan sebelah. Tian yang baru selesai bermain memperhatikan orang-orang di lapangan sebelah.
"Lu kenal?" Tian mengangguk, ia yakin jika Gallan salah satu orang disana.
Setelah teman-temanya satu persatu pergi, Tian sambil membawa bola basket datang ke lapangan sebelah.
"Om Tian!" sapa Juan seketika melihat Tian menghampiri mereka.
"Oh bener, gue kira siapa bikin nangis anak orang." gurau Tian saat melihat Ciko yang seperti akan menangis.
"Gue kaga bikin nangis, bapaknya yang bikin anaknya nangis sendiri. Eh boleh pinjem bolanya kaga?"
"Nih." Joddy langsung menangkap bola basket yang terlempar.
"Ga ikut main sekalian?" tanya Gallan pada Tian
"Ngga, si Aren ntar marah."
"Yah, suami takut istri."
"Ngaca!" ujar 4 pria di tempat itu bersamaan.
.
.
.
Joddy menyetir sambil melihat ke belakang dimana sang putra tertidur. Joddy berdecak sedikit lelah karena ulah putra tunggalnya yang mulai sulit diatur.
Joddy menghela napas saat melihat sekilas pantulan bola basket milik Johan yang juga diberi sabuk pengaman di sebelah putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short story
FanfictionKumpulan cerita pendek kehidupan keluarga anak anak 95LTEKNIK memulai kehidupan keluarga kecil mereka. *Dapat dibaca secara acak karena timeline waktu bersifat acak