Setelah bisa berjalan, Lio mulai aktif berjalan kesana kemari, memindahkan barang, dan berlari di dalam rumah. Semua itu membuat Johan sebagai ayah khawatir karena beberapa kali Lio menabrak beberapa perabotan rumah.
"Jod, mau duit ga?"
"Mau lah,Apa nih?"
"Suruh karyawan lu yang desain interior ke rumah gue." Joddy mengerutkan keningnya.
"Mau renov lu?"
"Iya, Lio hobinya lari - lari mulu di dalem rumah," ucap Johan sambil melihat Lio yang kini sedang bermain dengan Ciko.
Lio ketika berada di luar rumah atau bertemu orang asing akan menjadi sangat pemalu, bahkan biasanya hanya menempel pada orang tuanya.
"Bukanya ada kamar khusus main ya?"
"Lio semenjak bisa jalan udah ga mau main di sana, itu bikin gue pusing."
"Yaudah, besok gue minta anak kantor dateng ke rumah lu deh."
.
.
.
Lio baru bangun dari tidur siangnya, tubuhnya kini diangkat sang ibu lalu digendong ke ruang tengah. Karena tubuhnya masih lemas, Lio hanya bisa bersandar dalam gendongan sang ibu.
Sampai di ruang tengah dimana Johan sedang mengobrol dengan orang dari kantor Joddy, Lio sepertinya belum sadar akan kehadiran orang asing dirumahnya. Lio hanya melihat sang ayah dan langsung mengulurkan tanganya.
"Lio mau sama papah? sini sayang," ucap Johan kini mengambil tubuh Lio lalu memangku tubuh kecil Lio.
"Owh, ini anaknya ya ? Lucu banget." ucap karyawan yang akan menangani renovasi rumah Johan.
Lio melirik dengan mata kecilnya, ia hanya memperhatikan dua orang di hadapannya tanpa mengeluarkan ekspresi apapun.
"Makasih, Lio itu disapa dulu kakak - kakak yang kesini." Lio menyembunyikanh wajahnya ke dada sang ayah sebagai tanda penolakan.
"Sorry, anaknya agak pemalu." ucap Yoland karena melihat putranya sepertinya tidak ingin diganggu.
"Owh iya gapapa kok, Bu."
Kembali mereka membahas mengenai renovasi yang akan dilakukan serta pemilahan furniture yang di inginkan.
Lio yang mulai terkumpul semua tenaga dan kesadaran beberapa kali melirik ke wanita serta pria yang sedang menjelaskan sesuatu pada ayah dan ibunya. Namun, setiap mata Lio bertemu dengan salah satu dari mereka maka Lio langsung menyembunyikan wajahnya di dada sang ayah.
Setelah cukup membahas semua, dua orang ini pun berpamitan. Lio yang awalnya malu - malu pada akhirnya berani berkenalan dengan mereka.
.
.
.
"Gila! Ganteng banget pak Johan! Mana senyumnya ituloh! Anaknya imut banget lagi."
"Inget udah punya istri."
"Iyasih, emang ya sirkel boss kita ganteng - ganteng semua. Tapi pak Asha ga ada lawan sih."
"Yah, udah ganteng kaya lagi, kesukaan lu banget."
"Sayang udah beristri semua."
"Mau mereka belum beristri, seleranya juga bukan lu kayaknya."
.
.
.
Johan memegang telinganya yang sedikit berdengung.
"Papah? Napa?" ucap Lio yang masih dalam gendongan Johan.
"Gapapa sayang."
"Ayo main! Ciko!" ajak Lio bersemangat tetapi tatapan tajam sudah diberikan sang ibu untuk dua lelaki ini.
"Lio, makan dulu sayang, masa mau main? Jadwalnya kan sekarang makan dulu"
Lio menggelengkan kepalanya lalu menarik kerah sang ayah. Johan menghela napas karena ia harus memilih ucapan siapa, sang istri atau putranya.
"Yaudah sana main, tapi ga nenen mamah ya."
"Ahh...! Nenen!" Lio langsung mengulurkan tangan ke ibunya. Johan ingin tertawa karena sang istri berhasil mengancam putranya.
Lio tersenyum lebar saat berada di gendongan sang ibu, mata kecilnya kini hanya seperti garis melengkung.
"Udah mau 2 tahun, masa masih nenen?" ucap Johan sambil bermain pipi kenyal Lio.
"Ya kan belum 2 tahun ya." bela sang ibu, tetapi Lio nampaknya lebih terganggu dengan tangan ayahnya.
"ih! Awas!" teriak Lio karena ayahnya masih saja mengganggunya
"Shuuts! Berisik adek," ucap Johan lalu mencium pipi Lio membuat sang anak makin menjerit.
Begitulah Johan pada putra kesayangannya. Orang mungkin akan beranggapan berlebihan dengan apa yang ayah satu ini lakukan. Namun, untuk anaknya ia memilih melakukan yang bisa membuat Lio aman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short story
FanfictionKumpulan cerita pendek kehidupan keluarga anak anak 95LTEKNIK memulai kehidupan keluarga kecil mereka. *Dapat dibaca secara acak karena timeline waktu bersifat acak