[Dentama Family] Es krim jam 3 pagi

244 23 4
                                    

Johan kecil yang sakit terlihat sedih, ibunya yang sibuk hanya beberapa kali melihat kondisi putranya, dan Johan juga tidak berharap ayahnya.

'Jangan manja Johan!' kata-kata yang selalu Johan ingat tentang ayahnya.

Johan memejamkan matanya, lebih baik ia tertidur karena demam ditubuhnya sangat tidak nyaman.

"Woi! Johan !" suara Joddy benar benar menganggu Johan yang sedang ingin terlelap.

.

Joddy dengan tas kecilnya sampai di pintu kamar Johan, tapi dua pelayan menjaga pintu tersebut.

"Aku mau ketemu Johan," ucap Joddy pada sang pelayan, namun saat akan maju selangkah ia dihentikan.

"Maaf, tapi tuan muda sedang istirahat."

"Minggir!"

"Maaf kan saya,"

"Woi!  Johan!" teriak Joddy karena ia harus masuk ke dalam membawakan masakan dan titipan orang tuanya.

.

Joddy akhirnya bisa masuk, ia mengeluarkan tempat makan dari tas serta beberapa jajanan kecil titipan sang ayah.

Sekarang semua makanan itu berada di atas kasur di mana Johan berada, Johan yang lebih muda hampir 12 bulan dari Joddy melirik dengan tajam ke sepupunya itu.

"Ini apaan?"

"Makanan lah, ini dari nyokap gue, ini dari bokap gue. Mereka bilang ini harus dibawa ke lu."

Johan terdiam, bahkan orang tuanya sepertinya lebih sibuk mengurus rumah sakit dan menyerahkan semua ke asisten. Kenapa paman dan bibinya harus repot-repot melakukan itu.

"Eh... Lu kenapa nangis?" ucap Joddy kaget, karena sepupunya itu seperti akan menangis.

"Ga nangis!"

Joddy yang kini berusia 7 tahun bingung bagaimana menangani anak 6 tahun ini, mereka biasa bertengkar daripada mengeluarkan kata-kata manis.

Johan mengusap matanya, ia lalu memakan masakan bibi yang merupakan masakan kesukaannya. Joddy memilih diam dan duduk di sofa.

"Lu ga pulang?"

"Engga," jawab Joddy santai sambil mengeluarkan PSP-nya

"Mau ngapain lu disini?"

"Udah lu makan aja, gue mau main game." Johan terlihat tersenyum kecil,  walau Joddy menyebalkan tapi sebenarnya dia kakak sepupu yang baik.

.

.

.

Lio kecil terbangun dari tidurnya, ia melihat ibu tapi tidak dengan ayah. Lio segera ke posisi duduk dan berniat turun dari kasur. Sambil membawa selimut kecil kesayangannya, ia berjalan dengan hati-hati.

Lio yang berusia 2 tahun berusaha naik ke lantai dua untuk mencari ayahnya. Dengan langkah kaki kecil akhirnya ia bisa melihat sang ayah yang sedang fokus di depan komputer.

Lio mengintip dari pintu terbuka, ia ingat tidak boleh menganggu ayahnya jika sedang bekerja, tapi entah mengapa Lio ingin menemui ayahnya.

.

.

.

Johan tidak mengerti kenapa ingatan masa lalu tiba tiba terlintas, ia segera kembali berkonsentrasi untuk bekerja.

"Papah." Johan langsung terhenti saat mendengar suara lirih Lio. Anaknya itu ada di depan pintu sambil membawa selimut kecil digenggaman.

Johan tersenyum dan memundurkan kursinya. "Sini sayang." Lio segera masuk ke dalam ruangan Johan.

"Papahhh!" teriak Lio ketika menghampiri ayahnya. Johan segera mengangkat tubuh Lio dan menggendongnya.

"Kok kamu bangun sih, nanti dicari mamah," ucap Johan sambil mencium pipi Lio yang bulat.

Lio menunjuk ke bagian perutnya. Johan rasa, putranya ini ingin makan sesuatu.

"Mau makan apa?"

"Ice cream!" Johan terdiam sejenak, jam 3 pagi makan ice cream sepertinya bukan ide yang baik.

"Ga boleh, nanti dimarahin mamah," bibir kecil Lio langsung meruncing.

"Ini rahasia, oke?"

"Oke." Jari kecil Lio berusaha untuk melakukan pinky promise dengan kelingking sang ayah.

.

.

.

Johan duduk disebelah putranya yang sedang menikmati dua scope es krim. Mulut kecil Lio sangat lucu saat memasukan sendok kecil ke mulut.

"Kamu suka?" Lio mengangguk-angguk tanda ia menikmati es krimnya.

Johan mengusap rambut Lio yang semakin tebal, walau begitu beberapa orang sempat mengatakan jika Lio terlalu kurus. Padahal dalam timbangan ia masih tergolong normal, dan genetik dari keluarga sang istri memang memiliki tubuh yang kurus.

"Papah mau," ucap Johan sambil mendekatkan mulutnya ke es krim Lio, dengan hati-hati Lio menyuapi sang ayah.

"Enak ya?" Lio dan Johan langsung menoleh ke arah di mana ada Yoland yang bersandar pada tembok dengan wajah kesal.

Dua ayah dan anak itu langsung tersenyum, mereka berdua baru saja ketahuan.

Short storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang