Pelayan menyiapkan makanan di meja keluarga kecil Gallan. Empat pasang mata anak 3.5 berbinar saat melihat banyak menu kesukaannya satu persatu ada di meja.
Serin maupun Gallan tersenyum, kedua anaknya punya napsu makan yang baik. Itulah mengapa Gallan harus bekerja keras karena biaya makan mereka berdua tidak sedikit.
Juan mengambil sendok miliknya dan mulai menunjuk makanan mana yang ia mau makan, berbeda dengan Rega yang kini seperti memikirkan sesuatu.
"Mama, mama," panggil Rega kecil yang duduk bersebelahan dengan ibunya. Gallan hanya sedikit melirik, karena ia harus mengurusi si bungsu.
"Kenapa?"
"Mama kenapa ga beli ice cream?" tanya Rega sambil mengelap ingus yang turun tanpa aba-aba.
Serin tersenyum dengan keadaan si sulung. Ia memang masih sakit, sehingga Serin membatasi makanan Rega, terutama kesukaannya membeli es sembarangan.
"Mama ga bawa uang, uangnya papah juga buat bayar makanannya."
Bibir Rega langsung mengerucut, berbeda dengan sang adik yang sedang senang menguyah daging di mulut mungilnya.
"Belinya besok aja." Mendengar saran sang Ayah, Rega langsung melihat Gallan dengan tatapan kesal.
Gallan ingin sekali mencubit pipi Rega, sayangnya jaraknya terlalu jauh.
"Ngapain liatin papahnya gitu?"
Tak dijawab, Serin mengusap rambut putranya.
"Ga mau makan!" ancam bayi kecil itu kemudian membelakangi dua orang tuanya.
Juan yang menyaksikan ulah kakaknya turun dari kursi lalu menghampiri Rega dari bawah meja.
"Regaa Aaa!" ucap Juan sambil menyuapi kakaknya dengan daging yang ada di garpu.
Ini adalah pemandangan yang menarik, Gallan rasa anaknya itu tidak akan menolak.
"Adek awas!"
Tontonan diluar dugaan, Rega menolak daging kesukaannya. Karena ditolak, si bungsu entah mengapa malah menangis.
"Kakak, kok bikin adek nangis sih?" ucap Gallan yang tidak sadar jika kata-kata itu ternyata membuat Rega sakit hati.
Alhasil 2 anak ini akhirnya menangis. Gallan yang ditatap Serin langsung angkat tangan, mana tau jika dua anak itu akan menangis.
"Yuk nangisnya nanti, makanya dimakan dulu," ucap Serin sambil menarik si kecil untuk menenangkannya.
Gallan kini duduk sendiri sedangkan Serin pada akhirnya memangku Rega serta Juan yang masih menangis.
"Adek kenapa nangis?"
"Kakak."
"Kakak kenapa nangis?"
"Papah."
Bola mata Serin sempat berputar karena ia harus menghadapi hal ini.
"Yaudah, kita baikan yuk, mamah yakin semua ga ada niat buruk. Papah ayok minta maaf dulu."
Gallan berdiri dan mengulurkan tangan untuk minta maaf. Rega dengan yang masih ada jejak air mata awalnya tidak mau, tetapi ketika mendapat ciuman di kepala oleh sang ibu, akhirnya Rega mau bersalaman.
"Yuk kakak sama adek sekarang." Dua tangan itu kini bersalaman, makin besar makin ada-ada saja.
Memang benar kata banyak orang jika memiliki anak di usia sekarang itu 'si paling sakit hati'. Gallan rasa jika saat kecil ia tak sedrama anak-anaknya.
"Mamah kita jual papah aja." Gallan yang baru sadar dari pikirannya sendiri terlihat kaget. Ia tidak tau obrolan apa antara anak serta ibu ini lakukan sampai keluar kata untuk menjual dirinya.
"Kalau kamu jual papah, nanti kamu ga punya papah dong?"
"Tapi aku bisa makan eskrim!"
Mendengar istrinya tertawa puas, sungguh mood di keluarga mereka sangat tidak terduga.
"Enak aja main jual, kalau kamu jual papah nanti siapa beliin kamu mainan?"
"Mamah, om, kakek, nenek," celetukan Juan begitu saja. Gallan tak habis pikir, baru juga bertengkar sekarang malah bekerjasama.
"Papah ga laku ya ma?" tanya Rega kembali.
"Enak aja! Banyak yang mau sama papah!"
.
.
.
Aren tertawa keras saat mendengar cerita dari Serin tentang kejadian sang anak ingin menjual ayah mereka.
"Napa lu?" tanya Yoga yang baru datang. Anehnya, Aren makin tertawa apalagi saat Gallan menyusul di belakang Yoga.
"Anak sama bapak mirip emang."
"Anak siapa?"
"Anak si Gallan lah, dulu tuh pernah Gallan gadein Yoga biar dia bisa makan bakpao."
Gallan serta Yoga kebingungan, mereka berdua tidak ingat sama sekali.
"Masa sih?"
"Ya pas itu kalian masih kecil, jalan berdua yang pulang cuma satu sambil makan bakpao. Akhirnya gue harus susulin dan bayar tu bakpao mana lu ga tau lagi habis digadein."
"Setan emang si Gallan!"
"Lu yang bego." ucap Gallan serta Aren bersamaan.
"Gue masih polos!"
Serin menahan tawa sambil berpikir jika hidupnya membesarkan dua fotocopy Gallan tidak akan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Short story
FanfictionKumpulan cerita pendek kehidupan keluarga anak anak 95LTEKNIK memulai kehidupan keluarga kecil mereka. *Dapat dibaca secara acak karena timeline waktu bersifat acak