27-Pernyataan

20 4 0
                                    

Dengan detak jantung yang bergemuruh kencang. Perlahan, ku ulurkan tanganku meraih benda bersampul cokelat itu. Hingga setelah berada dalam genggaman, dengan ragu aku pun mulai membukanya. 

Seakan otakku mampu menarik ingatanku mundur. Bahkan, aku bisa merasakan bayang sosok itu kian tiada henti berputar, bersamaan tanganku yang terulur meraih tasbih yang terselip di dalamnya.

Siapakah gerangan? Apakah benar, dialah sosok yang telah aku tunggu selama ini?

Semakin menggenggamnya erat. Rasa sesak itu kian menghimpit rongga hatiku. Jika saja dalam ruangan itu hanya terdapat aku dan dirinya. Tentu, aku tak akan membiarkannya mendustai janjinya, sementara penantianku justru tak terbayarkannya.

Namun takdir, entah mengapa, selalu saja tak berpihak padaku. Bahkan, meski waktu tiga puluh menit telah aku kerahkan untuk mengelilingi gedung itu, tak ku temukan juga sosoknya.

Apakah benar, jika ia telah melupakan janjinya?

Drrttt Drrrrtttt

Bak mampu membuyarkan lamunanku begitu saja. Dengan tatapan yang beralih pada benda pipih. Terlihat, sebuah pesan masuk kini terpampang jelas di beranda. Membuatku pun lantas memilih meraihnya.

Namun, baru saja aku mendapati namanya tertera, sebuah getaran telah lebih dulu merambat. Menandakan adanya kembali pesan masuk.

Dan tak membutuhkan waktu lama, setelah ibu jariku mengetuknya. Kini, tampilan pesan itu sudah menjelma memenuhi layar ponsel.

Mas Davin

Assalamu'alaikum istriku. Sepertinya hari ini aku akan pulang lebih lambat. Jaga diri baik-baik ya😊
-read√

Dan satu lagi, jangan lupa untuk mengunci semua ruangan😊
#seeyou
-read√

Menggeleng pelan. Kini, tanganku sudah terulur meletakkan kembali tasbih tersebut dalam diary yang berada di pangkuanku.

Baik. Sepertinya untuk saat ini dan seterusnya, aku akan lebih sering mendapat pesan darinya, setelah kali pertama mendapat teleponnya yang demi memenuhi undanganku atas jawaban perjodohan itu.

Dan untuk perihal nomor ponsel—kalian tidak perlu berpikir jika aku lah yang memintanya lebih dulu. Karena pada faktanya, aku justru mendapatkannya melalui pertukaran cv saat itu.

Sebenarnya aku pun begitu enggan membalas pesan darinya. Namun, mendapati papan online yang masih tertera, membuatku semakin berpikir, apakah ia jua tengah menunggu balas pesan dariku?

Sembari menarik nafas. Perlahan, ku arahkan ibu jariku untuk mengetuk beberapa abjad pada papan pesan balasan. Dan tak lupa pula, ku akhiri dengan emoji serupa.

Namun, karena sikap ceroboh ku, menjadikanku tak menyadari jika emoji yang ku ketuk berbanding terbalik dari ekspetasiku. Dan bodohnya lagi, ibu jariku justru sudah menekan tombol send.

You

Wa'alaikumussalam,,, iya mas l❤
-send√√
      
    

Dengan irama jantung yang memompa lebih cepat, sebisa mungkin ku arahkan ibu jariku menarik pesan kembali. Namun, karena getaran tubuh yang tak kalah hebat, menjadikan sebuah papan balasan lebih dulu tampil di layar ponselku.

Mas Davin

😘
-read √

Pernah Patah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang