49-Terungkap(2)

17 3 1
                                    

"AKU MENCINTAIMU."

Deggg

Seperti adanya guncangan hebat yang menghantam tubuhku. Bahkan, ditengah aku yang berusaha menyangkal bahwa peristiwa ini hanya lah mimpi. Nyatanya, dengan tindakannya menutup daun pintu secara kasar, hingga menimbulkan nyaring, cukup sudah menciptakan sayatan luka dihatiku.

"Aku mencintaimu, Vin."

Lagi. Meski dengan air matanya yang mengalir, menandakan tersiratnya kesungguhan cinta. Entah mengapa, rasanya membuat hatiku sangat sulit berdamai dengan situasi yang ada. Hingga sampai saat pergerakannya hendak meraih tanganku. Tak segan, aku pun menepisnya.

"Apa maksudmu?"

Tidak! Bukannya bagaimana. Hanya saja mengapa. Mengapa ia justru mengingkari janji yang telah disepakati?

Bahkan, sekalipun beberapa dari mereka akan merasa tersanjung bahagia dengan kalimat serupa. Terlebih, pengungkapan tersebut terlontar dari wanita seperti Nadia. Begitu berbanding terbalik denganku, yang justru hanya terdapat kebencian lah yang ada.

"Tiga tahun dalam menjalin pertemanan. Rasanya terlalu munafik, jika hanya kemurnian yang ada. Pedulimu, perhatianmu, semuanya telah mengubah cara pandangku terhadapmu."

Menarik nafas sesak. Tanganku sudah mengepal kuat. Bahkan, sempat ku kira, jika dalam jalinan pertemanan akan selalu melibatkan cinta, hanya terdapat di sebuah fiksi. Nyatanya, kini semua telah mengubah pola pikirku. Bahwa memang, jauh munafik dalam pertemanan lawan jenis yang ada, tak terikat rasa cinta pada salah satunya.

"Selama ini aku memilih diam. Karena aku berpikir, jika kamu pun memiliki perasaan yang sama. Bahkan, dengan orangtuaku..."

"... aku memilih menentang perjodohan yang mereka lakukan, karena semata-mata karenamu."

Menatapnya tak percaya. Bahkan, dengan hawa panas yang berganti mendominasi, rahang ku kian tak segan mengeras.

Perhatian, peduli. Bukankan itu adalah hal yang wajar dilakukan dalam terjalinnya suatu pertemanan? Lantas dalam hal ini, haruskah aku pun menyalahi atas sikapku? Ataukah memang ia yang terlalu menganggapnya secara berlebihan?

"Aku mencintaimu, Vin."

Seperti menjadikan desiran hebat itu merambat cepat. Meski dengan pernyataannya yang kesekian kali. Entah mengapa, tak sedikit pun mengubah kebencian yang ada di dalam hatiku.

"Tapi, kamu... justru memilih menuai luka diatas cinta yang telah lama ku pelihara."

"CUKUP, NAD! CUKUP!"

Dengan jantung yang bergemuruh kencang. Untuk sesaat, keheningan tak segan melanda.

Tak hanya itu, sebelum dimana racaunya yang mengguncangkan tubuhku. Aku bisa mendapati jelas keterpurukannya pada air matanya yang mengalir.

"KENAPA, VIN? KENAPA?"

"KATAKAN PADAKU. APAKAH AKU SALAH, JIKA MENGINGINKANMU LEBIH?"

Bahkan, dengan peristiwa yang sudah terlampau terjadi. Entah, haruskah aku menyalahi atas cinta yang dimilikinya?

Mungkin memang benar. Perhatianku, peduliku jauh sudah berlebihan adanya. Dan bodohnya aku—mengapa justru baru menyadari, bahwa sebenarnya yang dilakukanku bisa saja menjadi boomerang tersendiri untukku?

Sementara dengan Nadia, yang jauh terlihat kehancuran adanya. Kini, dengan kaki melangkah mundur—mendesak pada daun pintu, getaran hebat nampak tercipta di tubuhnya.

"Benar. Ini tak lain penyebabnya adalah wanita itu. Dia bukan hanya menghancurkan hidupku, tapi hidup adikku."

"Apa maksudmu? Jangan menjadikan Kayla sebagai dalang atas permasalahan yang terjadi!"

Pernah Patah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang