"Tentangmu, tentang wanita itu juga Aisyah."
Deggg
Layaknya detak jantungku dibuat berhenti berpacu. Kini, dengan tubuh yang sudah terpaku memandanginya, deret pertanyaan tak segan mencuat di otakku.
Benarkah kakak mengetahuinya? Tapi, siapa yang memberitahu?
"Hidup Aisyah sudah cukup menderita, karena hadirnya wanita itu ditengah pernikahan kalian berdua."
Menarik nafas pelan. Tanganku kian mengepal kuat. Benarkah selama ini Aisyah mengetahui kisahku? Tapi, mengapa ia tak melakukan perlawanan apapun?
"Aisyah sudah lama melabuhkan hatinya padamu."
Deggg
"Aisyah yang berpikir setelah menikah denganmu, kamu pun akan menerimanya dengan terbuka. Nyatanya, kamu tak sedikit pun menatapnya."
Seperti tertimpa ribuan atom. Bahkan, dengan kepalan tangan yang sudah mengendur. Butiran bening kian tak segan mengganjal di kelopak mataku.
Tidak! Bukannya bagaimana. Hanya saja yang aku tahu, pernikahan ini murni atas perjodohan yang ada. Tapi, mengapa Aisyah justru sudah lebih dulu menyimpan cinta yang mendalam untukku?
Semenjak pertemuan dengan Kayla di minimarket. Tak memungkiri, membuat hubunganku dengan Aisyah kian merenggang. Hingga sampai dengan kehamilan Aisyah, perhatian kecil yang semula aku berikan, tak pernah lagi aku perlihatkan.
Entah mengapa, rasanya aku semakin menyadari, jika sampai kapan pun cintaku tak dapat beralih padanya.
Sementara dengan Aisyah—yang bahkan, tak sedikit pun menuntut balas apapun. Menjadikanku kian berpikir, jika pernikahan ini tak lain hanya di atas kertas. Tapi, mengapa kini semuanya justru berbanding terbalik dengan pemikiranku?
"Semuanya sudah terlambat untuk disesali."
Merunduk lemah. Tanpa aku sadari, air mataku kian luruh membasahi wajahku.
Bukan hanya disebut sebagai pria egois. Bahkan, rasanya aku jauh lebih pantas menyandang pria yang tak bertanggungjawab. Bagaimana bisa aku tak menyadari cintanya yang begitu mendalam? Dan bagaimana bisa aku begitu tega menuai luka juga membiarkannya menjadi tempat pelampiasanku?
"Mas, sepertinya bayi dalam perut Aisyah menginginkan bakso yang dipenghujung rumah."
"Sudah pukul dua belas malam, Syah. Apakah keinginanmu tak bisa ditunda?"
"Justru ditengah malam seperti ini, akan jauh terasa nikmat, Mas."
"Aku sudah mengantuk. Besok aku berjanji akan membelikannya untukmu."
Dan lagi. Seharusnya dimana aku berada selalu pada masa mengidamnya, memenuhi segala keinginannya. Nyatanya, kini hanya sebuah sesal yang dapat aku rasa.
Semuanya sudah terlambat.
"Keadilan tetap harus ditegakkan. Sekalipun wanita itu telah bertameng suami."
💔💔💔
Davin Pov
Dengan ibu jari yang tak henti mengusap layar ponsel. Tatapanku masih tak lepas memandangi salinan wajahnya yang tertera.
Di mulai dari pernikahan, destinasi Yogya. Semuanya begitu tak luput dalam ingatanku. Bahkan, jika pun boleh meminta, rasanya aku ingin kembali pada masa-masa itu.
Menghembuskam nafas kasar. Ku gerakkan kedua tanganku beralih mengusap wajah. Benar. Nyatanya, semua harapan itu tinggalah menyisakan semu yang tak mungkin berujung pada titik temu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernah Patah
Fiksi Umum•••••• Aku tak bisa membayangkan betapa hancurnya hatiku nanti saat melihatmu mengucapkan akad dihadapanku, namun bukan diperuntukkan untukku. Wanita yang "Pernah Patah" dalam mencintaimu. 16/02/2019