Vote sebelum baca 🌟
"Pagi, sayang." Kelvin mendadak muncul di belakang Erika sembari memegang bahu Erika, membuat gadis itu terlonjak kaget dan refleks berbalik.
"Aduh, gue ngagetin ya. Sorry."
Erika mendengus pelan melihat cengiran polos Kelvin. Kembali berbalik, melanjutkan jalannya menuju kelas.
"Kok sendirian aja, sayang? Yang lain mana?"
"Udah di kelas."
"Kok mereka ninggalin lo?"
"Bukan ninggalin sih, lebih tepatnya gue yang gak masuk ke kelas metode penelitian bahasa. Gue terlambat bangun karena bergadang semalaman ngerjain tugas." Jelas Erika supaya Kelvin berhenti menanyainya.
"Tugas apalagi, sayang? Dua hari lalu kita kan udah selesai mengerjakannya."
Erika menghela nafas kasar. Jengkel ditanyai terus menerus. Tidak bisakah pria di sampingnya diam saja?!
"Tugas membuat peta konsep dan modul ajar." Erika masih berusaha bersabar mengingat sifat menyebalkan Kelvin jika tak ditanggapi. Bisa-bisa Kelvin mengeluarkan jurus andalannya, ancaman.
Sementara itu, Kelvin manggut-manggut mengerti seraya menatap Erika prihatin.
Keadaan kembali hening. Hanya langkah kaki mereka yang terdengar.
"Oh iya, gue udah beliin makanan ringan buat Lo. Pasti belum sempat sarapan, 'kan?" Ucapnya antusias. Pria itu merogoh tasnya, mengeluarkan sekantong plastik berisi berbagai macam cemilan, dan memberikannya ke Erika.
"Makasih." Sahut Erika cuek tanpa memperpanjang masalah sebab Erika tahu ... Menolak pun percuma.
Kelvin sangat keras kepala dan tidak bisa dibantah.
Jadi, lebih baik Erika berpura-pura menerima dan membagikan cemilan tersebut ke teman-temannya.
"Semangat kuliahnya, sayang. Nanti gue tunggu ya di depan kelas Lo. Makan siang bareng kita." Tutur Kelvin sembari mengusap puncak kepala Erika sedangkan Erika refleks menepisnya.
"Sayang..." Panggil Kelvin penuh peringatan. Namun, Erika berpura-pura tak paham.
"Gue udah janji makan siang bareng Shila. Jadi, lain kali aja kita makan barengnya."
"Batalin!" Tekan Kelvin.
"Dih! Siapa Lo ngatur-ngatur gue seenaknya?" Sinis Erika.
Kelvin menggeram kesal dan menggenggam tangan Erika kuat.
"Sakit!" Erika memberontak. Berusaha menarik tangannya dari cengkraman Kelvin.
"Bisa gak sih Lo nurut sehari aja ke gue?" Tanya Kelvin frustasi.
"Lah, emang Lo siapanya gue sampai gue harus nurut? Orangtua gue aja gak ngatur-ngatur gue. Masa Lo yang orang asing malah sok-sok an mau ngatur gue." Cibir Erika berani sehingga membuat Kelvin semakin marah.
"Kenapa? Mau pukul gue? Silahkan! Biar semua orang di sini tahu kalau Lo pelaku kekerasan!" Sarkasnya.
Kelvin melepaskan cekalannya. "Mana mungkin gue nyakitin Lo, sayang." Desahnya frustasi.
"Gak mungkin nyakitin tapi pergelangan tangan gue sampai merah gini? Ckck. Masih waraskah Anda?"
Kelvin melotot kesal sedangkan Erika langsung melarikan diri dari sana.
Pria itu mengambil nafas dalam-dalam. Mengatur emosinya yang naik turun akibat ucapan Erika.
Sebenarnya, ia tak ingin memperlakukan Erika dengan kasar. Akan tetapi, Erika selalu saja melawannya dan memancing amarahnya.
"Njir, ini baru pagi loh, tapi udah disuguhi drama sepasang kekasih." Celetuk Rafly, teman Kelvin yang tak sengaja melihat pertengkaran Kelvin dan Erika.
"Bacot Lo!" Decak Kelvin.
"Heran gue lihat kelakuan Lo. Harusnya gak sampai segitunya kali. Yang penting kan dia udah jadi pacar Lo."
Di lain sisi, di dalam ruang kelas praktik micro teaching, Erika meraup wajahnya gusar.
Gadis cantik itu tengah dilanda ketakutan setelah sadar akan ucapan provokatif yang telah dilontarkannya ke Kelvin. Takut Kelvin balas dendam padanya.
"Ah, sialan. Gue kan pakai make up." Umpatnya kemudian. Buru-buru berkaca dan mengecek riasannya. Disusul oleh helaan nafas lega karena make upnya baik-baik saja.
Shila geleng-geleng kepala sendiri melihat kelakuan sahabatnya. "Btw, Ka. Nilai Semantik udah keluar tuh. Buruan cek."
Erika menoleh. "Seriusan?"
"Hooh."
"Nilai Lo apa?"
"A."
Erika menggigit bibir bawahnya gugup. "Semoga nilai gue A juga deh. Kapan lagi coba IP gue 4,00."
Sejauh ini, semua nilai mata kuliah semester 5 Erika dapat A. Jarang-jarang Erika memborong nilai A.
"Pasti A." Imbuh Shila bersemangat.
Akan tetapi, harapan Erika sirna kala melihat nilai yang didapatkannya B.
Padahal ia selalu aktif di kelas, selalu menghadiri perkuliahan, selalu mengumpulkan tugas tepat waktu, dan bisa menjawab semua soal ujian.
Erika tak terima tapi juga tak berani untuk protes ke dosen bersangkutan. Jadi, Erika hanya bisa menerima nilai B dengan lapang dada.
Impian Erika mendapatkan IP 4,00 pun gagal total. Erika hanya berhasil mendapatkan IP 3,86.
Yah, begitulah nilai diperkuliahan. Sepintar, serajin, dan seaktif apapun kalian, pada akhirnya dosen lah yang menentukan.
Bersambung...
13/3/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...