Vote sebelum baca 🌟
"Ka, tolong ke sini bentar Ka! Tolong hentiin Kelvin!!" Teriak Allan dari kamar sebelah sambil menggedor jendela.
Perbuatan Allan itu membuat Erika yang baru selesai mandi menghela nafas panjang.
Kenapa ia harus menghentikan Kelvin?!
Peduli amat dia sama makhluk satu itu.
"Ka, buruan!! Gue gak bercanda! Kelvin nyayat tangannya sendiri dan gak mau jauhin pisau dari tangannya kalau bukan Lo yang menghentikan dia." Teriak Allan lagi.
Erika menyisir rambutnya seraya bergumam pelan. "Dia benar-benar ngikutin saran gue? Dasar bodoh. Dia pikir gue bakal peduli gitu? Gak akan lah."
"Ka, Kelvin gak bercanda Ka."
Gadis itu menghela nafas panjang. Menyibak gorden kamarnya. Menatap Allan yang tengah dilanda kepanikan. "Biarin aja dia, Lan. Biarin dia bertanggungjawab atas keputusannya. Dia kan udah gede, bukan anak kecil lagi." Cetusnya.
"Lo tega biarin dia mati kehabisan darah?" Tanya Allan tak habis pikir.
"Bodo amat, Lan. Gue gak peduli."
Allan menghela nafas gusar. "Keras kepala banget kalian berdua. Pusing gue jadinya."
"Gak usah dibawa pusing, Lan. Santuy aja. Biarin Kelvin berdrama sepuasnya. Palingan nanti dia juga berhenti sendiri kalau udah capek."
"Gue gak ngerti sama pola pikir Lo."
"Gak usah ngerti. Rumit soalnya."
Allan menyerah. Pergi dari jendela. Digantikan oleh Kelvin yang tiba-tiba muncul dan menatap Erika lurus. "Lo benar-benar gak peduli meskipun gue mati?" Tanyanya kecewa.
"Lihat ini, sayang. Ini bukti gue mencintai Lo."
Erika tersentak kaget melihat pergelangan tangan Kelvin berlumuran darah dengan posisi pisau yang masih menyentuh pergelangan tangannya.
Sekujur tubuhnya merinding melihat luka Kelvin. Mengalihkan pandangannya ke arah lain, enggan menatap luka yang membuatnya ngeri.
"Gue rela melakukan apapun untuk menarik perhatian Lo. Gue akan tetap melanjutkan ini sampai Lo ke sini."
"Lanjutin aja. Kalau Lo mati, ntar gue tinggal ngelayat ke rumah Lo bareng pacar baru gue." Kekeh Erika. Memprovokasi Kelvin secara halus supaya Kelvin menghentikan tindakan gilanya.
Untunglah Kelvin termakan provokasinya. Buktinya, pria itu menggeram kesal dan melemparkan pisaunya. "Gak boleh! Lo gak boleh punya pacar lain!"
Erika tersenyum sinis. Lalu, menutup gorden kamarnya. Ia tertunduk lesu. 'kenapa dia nekat banget sih? Salah apa gue bisa ketemu manusia gila kayak dia?'
Kana yang menjadi penonton hanya terdiam membisu. Takut salah jika bersuara. Namun sebenarnya, ia ingin menyuruh Erika menurunkan egonya dan menghentikan Kelvin.
****
"Lain kali, kalau Lo masih mengulangi hal yang sama. Gue gak akan mau ngobatin lagi." Decak Erika geram.
Pada akhirnya, Erika pun masuk ke dalam kos Kelvin akibat tidak bisa melihat Allan terus memohon padanya. Tingkah Allan membuatnya merasa menjadi manusia paling jahat di muka bumi.
"Tenang aja, sayang. Gue gak akan menyakiti diri sendiri lagi. Gue sadar, mati bukan cara yang tepat karena gue gak rela membayangkan Lo bersama cowok lain." Seringai Kelvin.
Erika mengembungkan pipi kesal. Mengabaikan ucapan Kelvin. Terus fokus mengobati luka Kelvin seraya menahan ngeri.
Erika saja selalu mengeluh sakit jika tergores pisau sedangkan Kelvin malah sengaja mengiris pergelangan tangannya.
Lebih lucunya lagi, wajah Kelvin biasa saja seolah tidak merasakan sakit sedikit pun.
"Gue pergi dulu." Pamit Erika ketika sudah selesai mengobati luka Kelvin. Dia berdiri, hendak meninggalkan kamar Kelvin.
"Jangan pergi." Kelvin menahan tangan kiri Erika dengan tampang memelas.
"Gue sibuk."
"Gak usah sok sibuk, sayang." Ketus Kelvin.
"Lah, lawak Lo. Gue emang sibuk. Sibuk baca komik. Ada satu komik yang harus gue baca." Erika membalas tak kalah ketus.
Kelvin berdecak pelan. Menyentak tangan Erika hingga Erika terjatuh ke atas pangkuannya. Mendekap erat tubuh Erika, tak membiarkan gadis itu menjauh darinya. "Bentar aja, sayang. Gue pengen meluk Lo sebentar aja." Lirihnya menyedihkan. Membuat hati nurani Erika sedikit tersentuh.
"Oke, bentar aja. Setelah itu gue mau pulang." Putus Erika setengah hati.
Bersambung...
3/5/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...