Part 41📍

9.9K 739 5
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Pagi Erika dimulai oleh hal buruk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi Erika dimulai oleh hal buruk. Diganggu Kelvin, terlambat datang ke kantor, terpaksa mengambil jalan memutar, dan diceramahi salah satu pegawai IKP.

Erika hanya bisa menghela nafas pelan. Meratapi nasibnya sembari menyusun koran.

Lagi-lagi itulah pekerjaannya di pagi hari. Kadang, Erika merasa salah memilih tempat magang karena tidak sesuai dengan jurusannya.

Harusnya Erika membuat berita, bukannya malah menyusun koran dan mengedarkan koran.

Namun, apalah daya. Semua sudah terlanjur. Ini bukan salahnya 'kan jika di akhir nanti dia tidak bisa memberikan bukti publikasi beritanya ke pihak kampus? Bukankah kampus sendiri yang mengizinkan mahasiswa jurnalistik magang di dinas Kominfo?

"Melamun aja Lo. Lagi mikirin apa?" Celetuk Kana membuyarkan lamunan panjangnya. "Mikirin Kelvin ya?" Imbuhnya.

"Gak lah. Ngapain gue mikirin tuh anak." Sahut Erika ngegas hingga Kana terkikik geli.

"Selow, selow." Ledeknya.

"Gue tuh mikirin gimana nasib kita di akhir magang nanti. Kita kan gak ada tuh buat berita satu pun." Jelas Erika.

"Tenang aja kali, Ka. Ada kok yang lebih parah dari kita. Mereka magang di perpustakaan. Mana ada di sana buat-buat berita. Masih mending kita nyusun koran, bagiin koran, dan buat kliping."

"Iya juga sih."

Barulah Erika kembali merasa tenang.

"Ka, korannya udah datang semua?" Tanya Rian yang tiba-tiba muncul di dekat mereka.

"Udah, bang."

"Kalau gitu, kita anterin lagi."

Ketiga orang itu membagi koran tersebut menjadi tiga bagian. Lalu, keluar dari kantor. Menuju kantor bupati guna membagikan semua koran.

Satu hal yang Erika ketahui semenjak magang, Dinas Kominfo ternyata bertugas mengedarkan koran ke kantor Bupati dan kantor-kantor pemerintahan di provinsi tersebut.

Erika senang bisa magang di sana karena ia menjadi tahu bagaimana rasanya bekerja di perkantoran. Dan pastinya, Erika tertarik untuk bekerja di dinas-dinas karena para pegawainya sangat santuy. Bisa dibilang tidak punya pekerjaan yang berat jika bukan di akhir bulan atau awal bulan.

Pekerja perkantoran yang dibayangkan ternyata tidak serumit di dalam novel.

Itu sih hasil pengamatan Erika selama magang. Kebenaran pastinya, tentu hanya pegawai bersangkutan yang paling tahu.

****

Kala selesai mengantar semua koran, Erika dan Kana saling bertukar pandangan. "Bilangin gih." Bisik Erika pelan. Nyaris tak terdengar.

"Lo aja." Tolak Kana.

"Lo aja. Nanti gue ikut nambahin."

Keduanya malah saling menghindar padahal sudah sepakat minta izin ke Rian untuk membeli minuman.

Erika menyikut lengan Kana pelan. "Cepat minta izin sebelum Bang Rian pergi."

Kana menyerah. Itu lebih baik daripada mengandalkan Erika yang sepertinya tidak berniat minta izin. "Iya, iya."

"Nah, gitu dong." Kikik Erika senang.

Kana mempercepat langkahnya. Mengejar Rian untuk meminta izin sedangkan Erika menunggu di tempat.

Ketika Kana sudah kembali, Erika bertanya penasaran. "Gimana? Boleh 'kan?"

"Boleh dong. Ya kali gak boleh. Pekerja lain aja suka ngilang sebelum jam pulang."

Erika menyengir pelan. "Benar juga sih. Kelewatan banget sih kalau sampai kita gak dibolehin keluar beli minuman."

Kana mengangguk setuju mendengar pernyataan sahabatnya.

"Oh iya! Kita beli makanan di depan SD aja. Sekalian jalan-jalan biar pas balik ke kantor, udah masuk jam istirahat."

Erika tersenyum senang. Akhirnya, ia bisa menghindar dari om-om sialan satu itu.

"Tunggu apalagi! Let's go!!" Serunya bersemangat.

Keduanya berjalan riang menuju tempat yang dimaksud. Butuh waktu beberapa menit untuk sampai ke sana karena jaraknya lumayan jauh dari tempat kerja.

Setiba di sana, Erika sangat terkejut melihat keberadaan Kelvin.

Kelvin sedang nongkrong bersama teman-temannya. Allan, Kenzo, dan Shion.

Ingin kabur, tapi sudah terlanjur dilihat Kelvin. Pria itu bahkan menghampirinya dengan senyuman cerah dan mengenggam tangannya seolah tak membiarkannya kabur selangkah pun. "Kebetulan banget bisa bertemu di sini. Inikah yang dinamakan jodoh, sayang?"

"Dih, jangan lebay Lo. Kalau kebetulan bertemu disebut jodoh, berarti Kana juga jodoh Lo?" Sahut Erika ketus.

Kelvin tertawa kecil. "Cemburu ya, sayang?"

"Halu Lo!"

Lagi-lagi Erika menjawab ketus sehingga membuat Kelvin mendecih kesal. "Sumpah. Lo nyebelin banget. Pengen gue xxx rasanya biar Lo takluk."

Erika melotot kaget. "Gila Lo!"

Kelvin menyeringai menyeramkan. "Emang Lo tahu xxx yang gue maksud?"

Erika tak tahu namun ia dapat menebaknya. Yang dimaksud Kelvin pasti hal yang bersifat negatif.

"Awas saja kalau berani macam-macam ke Erika!" Cetus Kana geram.

Kelvin tertawa renyah. Tawa yang justru membuat Erika dan Kana bergidik ngeri.

"Bercanda," ucap Kelvin datar kala melihat wajah takut Erika dan Kana.

Bersambung...

6/5/23

Kelvin emang gila, tapi untungnya cuma fiksi😂

firza532

Please, Ignore Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang