Vote sebelum baca 🌟
Erika meletakkan kepalanya lelah di meja. Ia baru saja kembali mengantar koran dari kantor bupati, seperti biasa.
"Ka, Pak Lio nyuruh ngumpulin hasil review 20 jurnal dan proposal kita di Google Drive. Gue numpang ngirim di hp Lo dong."
Gadis itu melirik Kana heran. "Kok disuruh ngumpulin lagi? Bukannya kemarin udah dikumpulin?"
"Entahlah. Gue juga heran sama Pak Lio."
Erika menyodorkan hp nya ke Kana. "Nih. Sekalian masukin punya gue ya."
"Sip."
Erika kembali membenamkan wajahnya di meja. Gadis itu berani melakukannya karena di kantor tidak ada orang. Hanya mereka berdua di dalam ruangan.
Entah kemana semua orang. Saat kembali dari mengantar koran, kantor sudah kosong melompong.
"Eh, Pak Lio minta hard copy dikumpul. Ke siapa ya gue minta tolong?" Gumam Kana gelisah.
"Ke Shila aja."
"Oh iya, Shila." Kana sontak menghubungi Shila, meminta bantuan.
"Untung banget ya ada Shila di dekat kampus. Jadi kita gak pusing kalau ada sesuatu." Celetuk Erika.
Dari awal, Shila lah yang membantu mengurus semua kepentingan di kampus. Mulai dari mengurus surat magang, kokarde, buku magang, tugas kuliah, daftar hadir, dll.
"Bener banget. Untung aja ada Shila. Kalau gak, terpaksa deh kita ke kampus karena yang lain belum tentu mau nolong."
Erika mengangguk setuju. Bukannya mereka tidak punya teman, tapi teman mereka saja yang tidak dapat diandalkan. Kebanyakan selalu menghindar saat dimintai tolong dengan berbagai macam alasan.
"Eh, Ka. Ada Pak Renald tuh." Bisik Kana sehingga membuat Erika mendecih pelan.
"Gue pura-pura tidur dulu. Males gue ladenin dia."
"Oke. Pura-pura tidur aja."
Erika langsung memejamkan matanya.
Derap langkah kaki Renald terdengar menggema di dalam kantor yang sunyi.
Erika terus berdoa di dalam hatinya supaya Renald mengabaikan keberadaannya.
"Erika kenapa? Sakit?" Tanya Renald penasaran.
"Gak, pak. Erika sedang tidur." Sahut Kana kalem.
"Ohh, dia kecapekan nganter koran ya. Kasihan." Tanpa tahu malunya, tangan Renald mengusap puncak kepala Erika sehingga membuat gadis itu refleks menegakkan tubuhnya. Tak sudi kepalanya disentuh pria tua menyebalkan itu.
"Duh, kebangun gara-gara bapak ya. Maaf, dek."
Erika menatap Renald datar. 'kenapa sih ganggu gue terus?' batinnya kesal.
"Mumpung sudah bangun, gimana kalau kita main? Sekalian refreshing." Ajak Renald seraya menggenggam jari telunjuk Erika sedangkan Erika segera menarik tangannya dengan ekspresi sinis.
"Apa sih?!" Kesabarannya sudah habis. Ia tak berniat lagi menjaga sopan santunnya. Biarlah orang lain berkata apa asalkan Renald berhenti mengganggunya.
"Duh, lagi kesal aja tetap cantik. Gemas bapak sama kamu dek."
Erika mendelik sinis. "Mending bapak pergi aja sana! Selesaikan pekerjaan bapak! Jangan ganggu gue!" Ketusnya.
Kana menutup mulut kaget melihat keberanian Erika.
Renald juga tampak tercengang mendengar perkataan Erika tapi ia segera menguasai diri. "Jangan marah dong, dek. Nanti cantiknya hilang."
Erika mengabaikan Renald. Namun, tatapannya terlihat semakin tidak suka.
Renald kian tertarik menggoda Erika. Bergerak mendekati Erika tapi gadis itu segera kabur ke luar kantor.
"Berhenti ganggu Erika, Pak!" Kata Kana tegas. Setelah itu, Kana pun berlari menyusul Erika. Takut berduaan saja di dalam ruangan dengan Renald.
"Gue pikir Lo ninggalin gue." Keluh Kana.
"Gak lah. Mana mungkin gue tega ninggalin lo sama orang gila itu."
"Dahlah, ayok kabur! Gak aman banget kita di sini."
Erika mengangguk setuju.
Bodo amat dicari orang kantor atau pun dicap sebagai anak magang pemalas.
Yang terpenting, mereka segera menjauh dari kegilaan Renald.
"Kenapa kalian lari?" Cegat Kelvin yang muncul tiba-tiba.
"Ada orang gila di kantor. Nyeremin banget dia." Sahut Kana bergidik.
Kening Kelvin mengernyit. "Orang gila?"
"Ah, gak kok. Kana bercanda. Kami lari karena udah kelaparan. Pengen beli makanan di sana." Alibinya lantaran tidak ingin Kelvin mengetahui kejadian sebenarnya. Ia takut Kelvin membuat keributan.
Kana sontak menoleh ke Erika sedangkan Erika menyikut lengan Kana sebagai kode.
"Mau ikut makan bareng kami gak?" Ajak Kana. Untung saja gadis itu mengerti kode Erika.
Akan tetapi, tingkah Erika malah membuat Kelvin curiga.
"Gue gak percaya! Cepat jujur, sayang! Kenapa Lo lari?" Tuntut Kelvin.
Erika memutar bola mata malas. "Gak percaya ya udah." Sahutnya ketus.
Kelvin menghela nafas panjang. Ingin memaksa Erika bercerita, tapi ia ingat nasihat teman-temannya supaya tidak memaksa Erika, apapun keadaannya.
Pria itu telah bertekad akan berubah menjadi sosok laki-laki yang disukai Erika.
Bersambung...
10/5/22
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...