Vote sebelum baca 🌟
Tubuh mungil Erika bersandar di dinding. Pundaknya naik turun, menahan isak tangis walaupun percuma. Wajahnya bersembunyi di lutut.
Keadaannya terlihat begitu menyedihkan. Membuat Kana merasa sangat bersalah telah menyakiti hati Erika sedemikian rupa.
Kana menghampiri Erika dan merengkuh tubuh Erika ke dalam pelukannya. "Maafin gue, Ka. Gue gak maksud buat Lo sedih. Maafin gue karena gak peka." Lirihnya sembari menahan tangisan.
Hatinya benar-benar sakit mendengar semua perkataan Erika. Tentang betapa cuek dan abainya ia akan perasaan Erika. Ia telah membuat Erika kecewa dan bersedih hati.
"Mulai sekarang, gue janji bakal lebih memperhatikan perasaan Lo, Ka. Gue juga akan melindungi Lo dari Kelvin ataupun om-om itu. Gue akan jadi tameng dari semua perlakuan buruk mereka, Ka." Tuturnya penuh tekad.
Erika yang tadinya sakit hati dan kecewa atas semua tindakan Kana selama ini sedikit terobati mendengar ucapan Kana.
Ya, Erika hanya butuh kata-kata penghiburan semacam itu. Bukan kalimat yang menyalahkannya.
Betapa sederhananya bukan? Tapi, Kana sangat sulit memberikannya.
"Sekali lagi, maafin gue, Ka. Gue emang jahat dan gak punya hati. Gue gak pantas jadi sahabat Lo. Tapi, gue pengen nebus kesalahan gue selama ini ke Lo."
Erika membalas pelukan Kana dan menyembunyikan wajahnya di bahu sahabatnya itu. "Lo gak perlu menebus kesalahan atau melakukan apapun untuk gue, Na. Yang perlu Lo lakukan hanyalah mengerti perasaan gue dan gak menyalahkan gue dalam keadaan apapun."
Sepasang sahabat itu pun akhirnya menangis pilu. Melampiaskan kesedihan mereka tanpa mempedulikan keadaan sekitar. Terutama Kana yang merasa sangat sedih sekaligus menyesal telah menyepelekan keadaan Erika.
Untuk sesaat, Kana lupa bahwa semua orang punya mental yang berbeda-beda. Ada yang mempunyai mental kuat. Ada pula yang sebaliknya, lemah dan rapuh.
"Kalian kok nangis? Kenapa? Ada keluarga kalian yang meninggal?" Tanya Sasa yang baru saja keluar dari kamar. Penghuni kos selain mereka.
Sasa terbangun dari tidur sorenya akibat mendengar tangisan Erika dan Kana.
Erika dan Kana meringis malu. Kemudian, memisahkan diri dan bersikap tak terjadi apapun sebelumnya.
"Ih, kenapa kalian nangis? Kakak kan jadi penasaran." Cetus Sasa gregetan melihat tingkah Erika dan Kana.
"Gak kenapa-napa kok, kak. Pengen nangis aja." Cengir Erika.
"Iya kak, kami udah lama gak nangis. Makanya pengen nangis." Sahut Kana ikutan menjawab konyol.
Sasa menggelengkan kepalanya heran, tapi tak bertanya lebih lanjut karena menghargai privasi kedua adik tingkatnya. "Oke lah kalau gitu. Kakak mau lanjut tidur lagi."
Kana menghela nafas panjang sembari tertunduk lesu. "Sekali lagi maafin gue ya, Ka."
"Iya, Na. Asal Lo gak ngulangin lagi."
Erika tidak ingin memperpanjang masalah karena mereka satu kamar, satu kos, satu kelas, satu tempat magang pula.
Biarlah Erika memendam sedikit kekesalan dan kekecewaan yang masih tersimpan di lubuk hati paling dalamnya.
Sejatinya, memaafkan tidak semudah membalikkan telapak tangan.
****
Erika bergerak gelisah. Matanya tak bisa dipejamkan sedikit pun walau sudah mengantuk.
Wajah murka dan suara bentakan Kelvin masih terngiang-ngiang di benaknya. Takut Kelvin nekat melakukan sesuatu yang buruk kepadanya. Apalagi nekat menerobos masuk ke dalam kosnya.
Akan tetapi, jika diingat-ingat, di kos berisi tiga orang, termasuk dirinya. Kelvin pasti tidak akan berani masuk sembarangan, bukan? Terlebih lagi di bawah ada pak polisi beserta keluarganya.
Namun, meski begitu, Erika tetap saja merasa was-was. Mungkin karena pernah mendapatkan pengalaman buruk di masa lalu. Di mana Kelvin nekat menerobos masuk ke dalam kosnya dan menemaninya sepanjang malam.
Kelvin itu gila. Nekat melakukan sesuatu tanpa memikirkan resikonya.
Erika menggelengkan kepala kuat. Mengusir pemikiran buruk yang sangat mengganggunya dan menakutinya. "Intinya gue harus selalu bareng Kana dan gak pergi sendirian ke tempat sepi supaya aman darinya," ujarnya mengingatkan diri sendiri.
Gadis cantik itu terlonjak kaget kala hp nya bergetar. Saking parnonya, dia mudah dikejutkan oleh hal-hal kecil.
"Ini pasti dia lagi." Ketusnya ketika melihat nomor asing menelponnya.
Sejak tadi siang, Kelvin terus-terusan menghubunginya menggunakan nomor berbeda karena Erika selalu memblokir nomor Kelvin.
Lagi-lagi Erika mematikan sambungan telepon. Tak lupa pula menghidupkan mode pesawat di hpnya supaya Kelvin tidak bisa menghubunginya.
Gadis itu kembali memejamkan matanya. Bersiap mengarungi alam mimpi karena besok Senin. Waktunya bekerja.
Sayangnya otak Erika tak bisa diajak kompromi. Otaknya terus berpikir keras sehingga membuatnya sulit tertidur.
'Kelvin sialan! Kenapa Lo terus menganggu kehidupan tenang gue sih?!'
Ia menjerit tanpa suara. Melampiaskan kekesalannya. Bahkan sampai akhir pun, Kelvin tetap menganggu pikirannya.
Aish, Kelvin memang sangat menjengkelkan.
Bersambung...
28/4/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...