Part 29📍

10K 754 4
                                    

Vote sebelum baca 🌟

Mood Erika masih memburuk akibat dihampiri Kelvin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mood Erika masih memburuk akibat dihampiri Kelvin. Pria itu benar-benar menghantui hidupnya. Selalu ada dimanapun dan kapanpun. Seolah tidak membiarkannya hidup tenang sedetik pun.

Lebih parahnya lagi, om Kelvin bekerja di kantor yang sama dengan Erika. Namun, di bagian berbeda.

Om Kelvin mempunyai jabatan yang cukup tinggi sehingga Kelvin bebas keluar masuk ke dalam kantor tempat Erika bekerja.

Erika menggigit bibir bawahnya kesal. Meratapi nasibnya dalam diam.

"Siapa cowok tadi? Kok dia dekat sama Lo?" 

Pertanyaan bernada cemburu Kelvin membuat Erika memicingkan mata kesal. "Dekat kata Lo? Dekat dari mananya?!"

"Di--"

"Lo gak lihat dia asik ngobrol sama Kana? Mata Lo buta ya? Perlu gue beliin obat?" Potong Erika ketus. Menghadirkan pelototan Kelvin. "Sebelum ngomong, dipikir-pikir dulu kali. Jangan asal nyeplos!" Gerutunya.

Kelvin meringis melihat tatapan sinis sang pacar. "Oke, oke. Gue salah. Jangan marah lagi, sayang." Rayunya.

"Dahlah. Gue mau balik ke kantor aja. Gak enak ninggalin Kana sendirian." Cetus Erika.

"Santai aja, sayang. Kana gak sendirian kok. Tuh lihat dia, lagi berduaan dengan cowok tadi." Tunjuk Kelvin ke arah Kana yang baru saja keluar dari pintu kantor.

'Sialan. Hilang deh alasan gue kabur dari nih cowok.' umpat batin Erika.

"Makan dulu yuk. Gue udah beliin pecel ayam sama teh es."

"Kok gak beli bakso?" Protes Erika.

Kelvin mengusap puncak kepala Erika gemas. "Nanti Lo kelaparan. Tadi pagi kan belum sempat makan nasi."

"Iya juga sih."

Sepasang kekasih itu mulai makan siang. Diselingi oleh obrolan ringan.

Mood Erika juga perlahan membaik karena pecel ayam yang dibeli Kelvin sangat lezat. Sesuai dengan seleranya.

"Btw, Lo kok ke sini terus sih? Lo gak punya pekerjaan di kantor?" Celetuk Erika penasaran.

Kelvin mengangkat bahunya acuh. "Yah, begitulah."

"Kasian. Trus Lo ngapain aja di kantor?"

"Ngobrol, melamun, dan bayangin Lo." Jawab Kelvin seraya tersenyum manis.

"Ngebayangin apa Lo tentang gue?"

"Ada deh." Kikik Kelvin.

"Ckck! Awas aja kalau bayangin hal-hal jorok!" Kecam Erika.

"Hal jorok kayak gimana sayang?" Goda Kelvin sembari mencondongkan tubuhnya ke Erika sedangkan Erika mendorongnya kesal.

"Jangan dekat-dekat. Panas tau."

"Alasan. Bilang aja Lo gak mau dekat-dekat sama gue." Keluh Kelvin.

'tumben peka?' sahut Erika dalam hati.

****

Waktu istirahat berlalu begitu cepat. Erika dan Kana kembali ke posisi. Menunggu jam pulang dengan kebosanan karena tidak ada pekerjaan untuk mereka.

Kana mencolek lengan Erika pelan sehingga membuyarkan lamunan Erika. "Udah dengar berita belum, Ka?" Mengajak sahabatnya bergosip daripada mati kebosanan.

"Berita apa, Na?"

"Berita kecelakaan Pak Reza."

"Ohh, berita kecelakaan Pak Reza. Gue sempat dengar sekilas dari ibu-ibu yang lewat tadi. Katanya mereka sekeluarga meninggal 'kan? Kecuali anak perempuannya?"

Kana mengangguk sedih. "Kasihan ya anak perempuannya. Ditinggal mati dalam satu waktu oleh semua keluarganya. Gue gak bisa bayangin gimana frustasinya dia. Apalagi kakinya juga menjadi cacat. Pasti sedihnya bertambah berkali-kali lipat."

Mata Erika sedikit berkaca-kaca akibat membayangkannya. "Semoga aja dia kuat menghadapi cobaan ini, Na. Tapi, kalau gue yang jadi dia, pasti gak sanggup sih. Gue bahkan lebih memilih mati daripada ditinggal mati oleh semua keluarga gue."

"Sama. Gue juga lebih milih mati daripada hidup sendirian."

Kedua gadis itu merenung, bersimpati atas kejadian naas yang menimpa keluarga Pak Reza.

"Padahal istri Pak Reza itu baik banget loh. Dulu dia pernah bantu  Abang gue pas nikah. Mulai dari membelikan tempat tidur, gorden, karpet, gaun pengantin, dan uang."

"Berarti dia kaya ya?"

"Iya. Dia kaya banget. Usahanya bahkan tersebar dimana-mana."

"Syukurlah kalau gitu. Setidaknya anak perempuan yang ditinggalkan akan mewarisi semuanya dan gak terlalu susah hidupnya. Yah, itupun kalau sanak saudaranya gak tamak dan memakan semua haknya."

Erika mempunyai paman yang tamak.

Selalu berusaha mengambil milik ibu Erika dan ada juga yang dijual tanpa sepengetahuan ibunya.

Makanya, Erika takut keluarga gadis yang ditinggal mati oleh seluruh keluarganya juga mempunyai sanak saudara yang tamak.

Harta kekayaan bisa membutakan hati nurani. Berani mengambil milik orang lain, meskipun hartanya sendiri sudah banyak dan berlimpah.

Padahal harta tidak akan dibawa mati. Lantas, kenapa mereka begitu terobsesi mengambil milik orang lain?

Erika benar-benar tak paham pola pikir orang kaya tapi tamak terhadap milik orang lain.

Bersambung...

20/4/23

firza532

Please, Ignore Me!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang