Vote sebelum baca 🌟
Duduk lama di depan laptop membuat mata dan punggung Erika sakit. Akan tetapi, ia tetap bertahan di depan laptop demi menyelesaikan tugas mereview 4 jurnal mata kuliah Metode Penelitian Bahasa dan 2 jurnal Metode Penelitian Kesusastraan. Deadline-nya besok.
Deadline tugasnya memang selalu berdekatan. Sungguh kesengsaraan yang hakiki, bukan?
Erika bahkan tak bisa makan malam tepat waktu akibat banyaknya tugas yang harus dikerjakan.
Jadi, saat semua tugas selesai dibuat, Erika langsung merasa kelaparan dan lemas.
Erika menoleh ke arah teman sekamarnya. Menatap Sky yang tengah sibuk membuat tugas. "Sky keluar yuk." Ajaknya.
"Tugas gue masih banyak nih." Keluh Sky.
"Nanti aja lanjutin."
"Duh, gak bisa. Lo pergi sendiri aja gih."
Erika mengembungkan pipi kesal. Lalu, beralih ke kamar sampingnya. Kamar Kana. Mengajak Kana keluar.
Namun, Kana juga menolak lantaran tidak diperbolehkan oleh pacarnya untuk keluar malam. Seketika, gadis itu merasa jengkel.
Di saat ia butuh ditemani, tak ada satu orang pun yang mau menemaninya.
Padahal, dia selalu berusaha ada untuk orang lain dan selalu membantu mereka saat dimintai tolong.
"Memang ya. Gak ada yang bisa diandalkan selain diri sendiri."
Ia menghela nafas gusar. Berakhir nekat keluar kos sendirian daripada mati kelaparan di kos.
Sebenarnya, Erika berani-berani saja keluar sendirian tapi mengingat ada Kelvin yang sedang marah padanya akibat kejadian di kampus tadi ... Nyali Erika menjadi ciut.
Erika takut keluar sendirian dan ditangkap Kelvin. Ia takut menghadapi kegilaan Kelvin.
"Astaga!!"
Baru saja memikirkan pria itu, ia langsung melihat Kelvin sedang nongkrong bersama gengnya.
Langkah Erika terhenti. Ragu antara berbalik atau meneruskan perjalanan.
Dilihatnya lagi Kelvin. "Lanjut aja deh daripada kelaparan." Gumamnya.
Gadis itu berjalan dengan kepala tertunduk supaya Kelvin tak mengenalinya. Akan tetapi---
"Sayang! Mau kemana?!" Teriak Kelvin tiba-tiba.
Erika menggigit bibir bawahnya gusar. "Sial!" Umpatnya lirih sembari mempercepat langkahnya, tapi tangannya tiba-tiba ditahan oleh seseorang. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Kelvin.
"Jangan harap bisa menghindar lagi, sayang." Kekeh Kelvin.
Erika berbalik dan menatap Kelvin sok santai. "Gue gak menghindar kok." Cetusnya.
"Trus, kenapa Lo malah lari pas lihat gue?"
Erika berdehem pelan. "Lah, kapan gue lari." Ngelesnya lagi.
"Oke. Anggap aja Lo gak lari." Putus Kelvin sembari melepaskan cekalannya. "Tapi, kenapa Lo keluar malam-malam gini? Ini udah jam 10 malam loh." Nada ucapannya seakan sedang mengomeli Erika.
"Gue kelaparan. Mau nyari makan." Jelasnya singkat.
"Kenapa gak gofood aja?" Tandas Kelvin.
"Semua makanan kesukaan gue udah habis."
"Kalau gitu, kenapa Lo gak minta tolong aja ke gue? Biar Lo gak perlu keluar malam. Memangnya Lo gak takut dijahatin orang?" Omel Kelvin.
"Takut sih tapi gue lebih takut gak bisa tidur karena kelaparan."
Kelvin menghela nafas panjang. "Ke depannya, minta tolong aja ke gue. Ngerti?"
'ogah. Nanti Lo masukin sesuatu ke makanan gue.' Erika hanya bisa mendumel di dalam hati mendengar perkataan pria di sampingnya.
"Ayo kita ke sana. Makanan di sana enak-enak kok. Lo pasti suka." Ajak Kelvin seraya menarik tangan Erika menuju tempat tongkrongannya.
"Gak mau!" Tolak Erika berusaha menahan gerakan Kelvin.
Menghadapi Kelvin saja, Erika sudah lelah, apalagi ditambah menghadapi teman-teman Kelvin. Pasti lebih melelahkan lagi.
Kelvin berbalik dan menatap Erika heran. "Kenapa gak mau? Bukannya yang penting makan malam?"
"Gue tuh mau makan pecel ayam di tempat langganan gue!" Jelasnya.
"Dimana tempatnya?"
Erika menjawab malas. Enggan memberitahukan Kelvin tempat favoritnya. "Di samping Studio Aly."
"Oke. Gue anterin," ucap Kelvin dan tentu saja Erika menolak mentah-mentah.
"Gak usah. Gue bisa sendiri."
"Sttt! Gue gak nerima penolakan, sayang." Bisik Kelvin sembari merangkul pundak Erika, membuat gadis itu bungkam seketika akibat merasa terintimidasi.
Bersambung...
18/3/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...