Vote sebelum baca 🌟
"Kenapa gak bisa? Di awal hubungan kita aja, Lo yang ngambil keputusan sepihak. Jadi, bisa juga dong gue mengakhiri hubungan kita secara sepihak?"
Kelvin terdiam mendengar ucapan menohok Erika.
Memang benar hubungan mereka dimulai secara sepihak atas keinginan egoisnya. Akan tetapi, ia bersungguh-sungguh menjalani hubungan mereka serta berusaha membuat Erika jatuh cinta kepadanya.
Kelvin bermaksud membuat hubungan mereka berjalan normal seperti sepasang kekasih pada umumnya. Apapun dilakukannya demi mencapai tujuan itu.
Di saat dia merasa hubungan mereka sudah berjalan normal. Bisa bercanda dan tertawa tanpa pemaksaan. Bisa tersenyum lepas tanpa gemetar ketakutan.
Erika malah memutuskannya karena merasa bosan.
Kelvin tak terima diputuskan Erika begitu saja. Bagi Kelvin, bosan bukanlah alasan masuk akal.
Bukankah bosan itu manusiawi? Tapi, bukan berarti harus pergi 'kan?
Kelvin mengambil nafas dalam-dalam. Menata emosinya yang kacau balau. "Gue anggap ucapan Lo barusan gak pernah keluar dari mulut Lo, sayang." Cetusnya.
Gadis cantik itu memijit pangkal hidungnya kesal. "Please, Vin. Kita putus aja. Dari awal, hubungan kita udah gak sehat dan gak ada harapan tapi Lo tetap maksain. Lebih baik selesaikan aja semuanya sekarang daripada terus menerus menjadi duri bagi kita dan menyakiti kita secara perlahan."
Kelvin menggeleng tegas sedangkan tangannya mencengkram erat pembatas balkon. "Gue gak mau! Gue cinta sama lo. Akan lebih menyakitkan bagi gue kalau kita berpisah karena alasan sepele."
Erika tertawa sinis. "Udah deh, Vin. Gak usah drama lagi. Gue udah tahu semuanya. Baik alasan Lo mendekati gue ataupun alasan Lo mempertahankan hubungan kita ini."
Pria tampan itu mengernyit tak mengerti. "Maksud Lo apa?"
"Udahlah. Gak usah sok polos." Ejek Erika. Gadis itu pun menuding wajah Kelvin kesal. "Mulai sekarang, anggap aja kita gak pernah kenal. Gue udah muak mengikuti permainan Lo." Lantas, ia pun berbalik. Meninggalkan Kelvin yang tercenung sejenak memikirkan maksud ucapannya.
"ERIKA! GUE BISA JELASIN!" Teriak Kelvin kala tersadar apa yang dimaksud Erika.
Sementara itu, Erika menutup telinganya. Kesal sekaligus malu mendengar Kelvin berteriak. Pasti teriakan Kelvin terdengar sampai ke jalanan dan didengar para pengendara.
Menyebalkan. Sampai akhir pun, pria itu tetap menyebalkan.
Namun, Erika senang dan lega bisa terlepas dari laki-laki toxic seperti Kelvin. Laki-laki yang selalu memaksakan kehendak dan over posesif.
Erika masuk ke dalam kosnya dan mengunci pintu rapat-rapat. Tak membiarkan ada celah sedikit pun untuk Kelvin menyusup masuk ke dalam kosnya.
"Ada masalah apa sih? Ribut banget dari tadi." Celetuk Kana ketika Erika menghempaskan tubuhnya ke kasur.
"Gue putus sama Kelvin tapi dia gak terima."
Kana mengerjap kaget mendengar jawaban sahabatnya. "Lah, kok putus? Bukannya hubungan kalian baik-baik aja?"
"Gue udah muak sama dia, Na. Dari dulu, dia selalu aja maksa gue. Dia membuat gue tertekan."
Kana tertawa kecil. "Lebay banget sih Lo. Emang dia melakukan apa sampai Lo tertekan? Dibawa santai aja kali."
Erika mendelik sinis. "Lo selalu aja bilang gue lebay. Menganggap sepele hal yang menurut gue buruk dan menganggu. Di kantor, anggap gue lebay karena gak nyaman digoda sama om-om waktu bekerja. Di kelas, Lo anggap gue lebay karena mengeluh diganggu cowok. Lo teman gue atau bukan sih? Kok bisa gak bersimpati ke gue sedikit pun? Apa gue harus bunuh diri dulu karena trauma baru dibilang gak lebay?" Semua isi hati gadis itu keluar begitu saja lantaran terlalu kesal melihat Kana selalu menyalahkannya dan menganggap sepele masalahnya.
"Ka--"
"Asal Lo tahu. Kelvin itu pacarin gue karena dare. Dia selalu memaksa gue sejak pertama kali bertemu. Dia melakukan apapun untuk membuat darenya berhasil. Dia bahkan pernah menyusup masuk ke dalam kos kita saat semua orang pulkam. Lo pasti gak tahu gimana takut dan traumanya gue saat itu. Berduaan saja di dalam kos dengan laki-laki asing yang tiba-tiba mengklaim gue menjadi pacarnya dan memaksa gue ini itu. Masih untung dia gak nyentuh gue. Kalau iya, mungkin gue udah tinggal nama sekarang. Dan, Lo masih nganggap gue lebay?!"
Kana kian tercengang mendengar semua pernyataan dari sahabatnya, membuatnya merasakan perasaan bersalah mendalam. "Ma--"
"Udahlah, Na. Gue capek. Gue capek dibilang lebay terus sama Lo. Andai aja Lo berada di posisi gue sehari aja, Lo pasti gak akan semudah itu judge gue." Ketus Erika dan meninggalkan kamarnya seraya menangis.
Perasaan sedih, kesal, dan marah berkecamuk di dalam dadanya sehingga membuat semua pertahanannya selama ini hancur begitu saja.
Erika sedih bukan karena dijadikan target dare, melainkan bersedih karena sahabatnya tidak mendukungnya dan selalu menyepelekan keadaan yang dialaminya.
Bersambung...
25/4/23
KAMU SEDANG MEMBACA
Please, Ignore Me!
RomanceKehidupan Erika sangatlah membosankan hingga tuhan mendatangkan seorang pria gila di dalam hidupnya. Merenggut kehidupan membosankannya dan menggantinya dengan kehidupan menegangkan. Ancaman, paksaan, dan keposesifan selalu menghiasi harinya semenj...